APBN Per Oktober 2022 Masuki Kondisi Defisit Sebesar Rp169,5 T

  • Bagikan
APBN Per Oktober 2022 Masuki Kondisi Defisit Sebesar Rp169,5 T
Menkeu Sri Mulyani Indrawati (ist)

JAKARTA (Waspada): Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) per Oktober 2022 mulai memasuki kondisi defisit  tercatat sebesar Rp169,5 triliun. Angka ini berbalik dari posisi September yang masih surplus Rp60,9 triliun. 

“Total overall defisit sudah di Rp169,5 triliun. Dibandingkan dengan Perpres 98/2022, defisit total sebetulnya adalah Rp439,9 triliun, jadi defisit Rp169,5 triliun masih jauh lebih rendah dari [tolok ukur dalam] Perpres,” ujar Menkeu dalam konferensi pers virtual APBN Kita, Kamis (24/11). 

Kondisi defisit APBN pada Oktober 2022 terjadi karena pendapatan negara mencapai Rp2.181,6 triliun dan belanja negara Rp2.351,1 triliun. Pendapatan negara tercatat tumbuh hingga 44,5 persen (year-on-year/YoY) dan belanja negara naik 14,2 persen (YoY).

Menkeu menjelaskan bahwa pada akhir tahun tetap akan terjadi defisit, sesuai target dalam Perpres 98/2021. Namun, dia yakini realisasinya bisa lebih rendah dari outlook, yakni 3,92 persen. Keseimbangan primer pada Oktober 2022 tercatat masih surplus Rp146,4 triliun, turun dari posisi September 2022 yakni Rp339,4 triliun. 

Selain itu, keseimbangan primer pun tercatat berbalik membaik dari posisi Oktober 2021 yang masih negatif Rp266,9 triliun. Posisi sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) per Oktober 2022 mencapai Rp270,4 triliun. Angkanya turun dari posisi September 2022 senilai Rp490,7 triliun.

Dalam kesempatan tersebut Menkeu menyinggung  tren perlambatan pertumbuhan ekonomi mulai terjadi, terutama di negara maju yang tingkat inflasinya tercatat tinggi dan direspons dengan kenaikan suku bunga yang agresif. 

Dia menyampaikan bahwa volatilitas harga komoditas global, yang memicu lonjakan inflasi, masih menjadi faktor penentu bagi perekonomian dunia. 

Kenaikan harga yang sangat tinggi yang menyebabkan inflasi di berbagai negara telah memicu bank sentral di negara maju maupun negara berkembang secara agresif melakukan pengetatan kebijakan moneter, terutama dengan menaikkan suku bunga. 

“Inggris misalnya telah menaikkan suku bunga sebesar 275 basis poin (bps) sepanjang tahun ini. tingkat suku bunga di Eropa telah naik 200 bps sepanjang tahun, juga Amerika Serikat (AS) yang mencapai 375 bps,” terang Menkeu. 

Sejalan dengan itu, sambunegara, berkembang yang sebelumnya memiliki inflasi tinggi, juga mencatatkan kenaikan suku bunga yang sangat agresif, seperti Brazil yang telah menaikkan suku bunga sebesar 450 bps sepanjang 2022. Kenaikan suku bunga yang sangat tinggi, baik di negara maju maupun negara berkembang pun berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi.

“Sebenarnya persoalan yang paling pelik adalah bagaimana menurunkan inflasi tanpa menurunkan perekonomian secara drastis, ini yang sekarang dihadapi seluruh pembuat kebijakan di dunia,” imbuh Menkeu. (J03) 

  • Bagikan