BI Luncurkan Rupiah Digital 

  • Bagikan
BI Luncurkan Rupiah Digital 
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. (ist)

JAKARTA (Waspada): Dalam pertemuan tahunan para bankir dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo diluncurkan white paper Central Bank Digital Currency (CBDC) atau Rupiah Digital, dengan pengembangan tiga tahapan. 

“Pada hari ini, dengan seizin pak Presiden [Joko Widodo], kami luncurkan white paper Rupiah Digital, yang kami namakan ‘Proyek Garuda,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam acara Pertemuan Tahunan BI yang dihadiri Presiden Joko Widodo di Jakarta,, Rabu (30/11). 

Perry menjelaskan, Proyek Garuda tersebut akan dikembangkan dalam tiga tahapan. Pertama, yaitu dengan mengembangkan Rupiah Digital untuk segmen wholesale.

“Kami implementasikan dalam tiga tahap, mulai dari wholesale Digital Rupiah untuk model bisnis penerbitan dan transfer antarbank dengan digital rupiah,” jelasnya.

Pada tahapan kedua, pengembangan Rupiah Digital akan diperluas dengan bisnis operasi moneter dan pasar uang. Pada tahap ketiga, BI akan mengembangkan integrasi rupiah digital pada segmen wholesale rupiah dengan ritel secara end-to-end.

“Akhirnya, integrasi wholesale rupiah digital dengan ritel secara end-to-end, tentu saja dengan sinergi dan kolaborasi secara nasional dan internasional,” tutur Perry.

Lima Tantangan 

Dalam pertemuan tersebut Gubernur BI mengingatkan bahwa perekonomian dunia saat ini masih bergejolak dan berpotensi mengalami stagflasi, bahkan resflasi. 

Dia katakan, kondisi dunia yang sangat dinamis saat ini masih sangat ditentukan oleh perang Rusia dan Ukraina yang terus berlanjut. 

“Selain itu, risiko lainnya juga muncul dari perang dagang Amerika Serikat dan China yang kembali memanas,” ungkap Perry. 

Pihaknya juga mewaspadai risiko dari kebijakan lockdown China yang masih akan berlangsung hingga 6 bulan ke depan, termasuk memantau harga energi dan pangan yang masih tinggi, serta pasokan dan distribusi barang masih tersendat. 

“Dunia berisiko mengalami stagflasi bahkan resflasi, persepsi risiko investor global negatif. Kita perlu mewaspadai lima permasalahan dari prospek ekonomi global,” imbuhnya. 

Perry menjelaskan, risiko pertama yang perlu diwaspadai yaitu pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, terutama risiko resesi yang meningkat di Amerika Serikat dan Eropa. 

Kedua, inflasi yang sangat tinggi dipicu oleh harga energi dan pangan yang tinggi di pasar global.

 Ketiga, era suku bunga tinggi yang berlangsung lebih lama. Kenaikan suku bunga the Fed terutama diproyeksi akan mencapai tingkat 5 persen dan tetap bertahan pada level yang tinggi pada 2023. 

Keempat, penguatan dolar AS yang akan memerbikan risiko pad b erlanjutnya pelemahan mata uang banyak negara, termasuk Indonesia. 

“Kelima, derasnya aliran modal asing yang keluar dari negara berkembang, termasuk Indonesia,” terang Perry. (J03) 

  • Bagikan