Ana Temukan Keadilan Sejati Dalam Restorative Justice

  • Bagikan

Periode 2021 sampai Juni 2022, Polres Tanjungbalai menyelesaikan 281 kasus tindak pidana menggunakan metode restorative justice (RJ). Pendekatan dengan RJ ini berhasil memberikan keadilan bersama yang dapat diterima dengan lapang dada oleh pelaku dan korban. Melalui restorative justice ini pula, Polres Tanjungbalai menghemat anggaran keuangan negara sekitar Rp5,1 miliar.

***

Siang itu ‘Kota Kerang’ diguyur hujan, meski tak begitu deras, namun cukup membuat suasana sejuk. Jalanan di Kelurahan Semulajadi Kota Tanjungbalai jadi becek. Beberapa menit menyusuri gang sempit, akhirnya tiba di titik tujuan meski sempat dua kali bertanya kepada warga tempatan.

Sayup tangis bayi lirih di antara gerimis yang seakan enggan berlalu. Suara mungil itu berasal dari balik gubuk berdinding papan usang, kusam dengan cat kapur nyaris mengelupas di setiap sisi. Jauh dari sebutan mewah apalagi glamor, sebaliknya kontras dengan ‘gedong’ tetangga di kiri dan kanannya. Ibarat langit dan bumi istilahnya.

Tiga utas tali terikat dari depan pintu menjuntai ke sebatang kayu di halaman rumah, nyaris menghalangi siapa saja yang masuk. Harus menunduk sedikit bila ingin sampai di bibir pintu. Bermacam pakaian tergantung di tali itu. Halamannya masih lega, kurang lebih luasnya setengah lapangan bola voli.

Tak ada mawar, melati, juga anggrek, bougenville, apalagi lavender, hanya rerumputan liar nyaris setinggi lutut orang dewasa ‘menghiasi’ pekarangan.

Ana Temukan Keadilan Sejati Dalam Restorative Justice
Peta Kota Tanjungbalai tempat Ana tinggal. Waspada/Rasudin Sihotang

Beberapa batang broti berjejer di atas rerumputan becek menuju pintu rumah menjadi satu-satunya pijakan kalau ingin masuk. Silap silap, kaki bisa terjerembab ke lumpur yang lebih mirip rawa dibandingkan taman pekarangan.

Tempat ini memang menjadi langganan banjir, selain karena hujan, juga akibat luapan air pasang laut, apalagi letaknya hanya sepelemparan batu dari Sungai Asahan, batang air terbesar di Sumatera Utara.

“Waalaikumsalam, silakan masuk, di sinilah kita tinggal,” sambut penghuni dari dalam dengan langkah tergopoh. Tampak seorang bayi mungil berada dalam dekapan wanita ini.

Agak susah masuk ke rumah, karena di mulut pintunya terpasang palang kayu setinggi anak usia satu tahun. Sudah pasti, susunan kayu ini dibuat agar si bayi tidak keluar dan terjatuh dari pondok berkolong itu.

Sama seperti kondisi di luar, tak tampak perabotan istimewa di dalam rumah, tak ada televisi apalagi sofa mahal, satu satunya alas duduk hanya tikar plastik kusam, ‘berkerak’ di sana sini, mungkin sudah terlalu lama dipakai.

Di pucuk lemari kayu tak berpintu, teronggok satu unit kipas angin model lawas.

Rumah ini beberapa waktu lalu menjadi sorotan karena sekelompok polisi datang menjemput paksa penghuninya. Bukan pria sangar bertato, apalagi wajah seram lengan berotot yang ‘diseret’ ke keluar rumah, melainkan hanya wanita lemah yang sekali hardik saja bisa menangis.

Umurnya kira kira memasuki kepala empat dengan tinggi badan sekitar lima kali penggaris anak sekolah.

J alias Ana namanya, ibu rumah tangga ini berurusan dengan polisi atas kasus copet yang dilakukannya. Wanita kelahiran 38 tahun silam itu terekam kamera pengintai mengutil HP seorang perempuan dari kantong gamisnya saat belanja di toko emas.

“Tidak ada jalan lain, saya terpaksa mencuri karena butuh uang untuk beli susu anak, tak kuat rasanya melihat putra saya menangis terus,” tutur Ana yang tak sadar bulir air jatuh menetes di antara kelopak matanya.

Ana mengaku sang suami yang bekerja sebagai buruh nelayan pencari kerang di laut hanya berpenghasilan pas-pasan. Apalagi, belakangan lebih sering pulang tanpa membawa hasil.

Sempat satu malam mendekam di balik teralis besi sel Polsek Tanjungbalai Utara, ibu kelahiran Belawan Medan ini akhirnya menghirup udara bebas, kembali ‘pangkuan’ suami dan buah hati semata wayangnya.

Bebasnya Ana berkat kebesaran hati Dara Ayuni korban pencopetan yang telah memaafkan dan memilih berdamai dengan cara Restorative Justice (RJ). Sistem RJ ini membuat Ana lega, bahwa pidana yang dilakukannya tidak mesti sampai ke pengadilan.

“Alhamdulillah, Bapak Kepolisian, ibu Dara, semuanya begitu baik, saya terharu sekali, saya malu dan berjanji tidak akan mengulangi lagi,” ucap Ana.

Korban awalnya sangat marah mengetahui ponselnya dicuri. Sebab, HP itu satu-satunya alat komunikasi yang dimiliki untuk mencari rejeki. Gedget itu pula baginya memiliki arti dan sejarah tak ternilai.

Namun hati Dara luluh begitu tahu pelakunya seorang ibu yang tidak ada cara lain untuk membeli susu anaknya selain mencuri. Emosi manusiawi Dara yang sempat memuncak saat menggerebek rumah Ana menjadi runtuh, hancur luluh lantak begitu melihat seorang bayi menangis keras meminta susu.

Dara dengan ikhlas hatinya membuka pintu maaf bagi Ana. Tidak sekedar maaf, Dara yang sehari-hari mengajar mengaji ini malah tergerak untuk menyumbangkan beras, mie instan, minyak goreng, gula, dan telur kepada Ana.

“Prihatin, iba rasanya melihat kondisi Ibu Ana, alangkah naifnya bila Dia harus dipenjara, biarlah maaf ini menghentikan proses hukum,” ujar korban, Dara Ayuni.

Suasana haru menyelimuti ‘perdamaian’ antara Dara Ayuni dan Ana di Balai Restorative Justice Polsek Tanjungbalai Utara. Ana tak mampu membendung air mata bahagia hingga sekonyong-konyong menyalami dan mencium punggung tangan wanita berhati mulia ini.

Kapolsek Tanjungbalai Utara, Iptu M Tanjung yang memfasilitasi RJ, juga turut lega sebab pelaku dan korban sepakat tidak melanjutkan ke meja hijau.

“Saya awalnya terkejut karena justru korban yang memohon agar kasusnya jangan diteruskan ke pengadilan, saya tersentuh atas kebesaran hati Dara ‘mengampuni’ Ana,” ucap Tanjung.

Tak hanya Dara, Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol RZ Panca Putra Simajuntak dan Kapolres Tanjungbalai AKBP Triyadi SH SIK juga trenyuh mendengar kisah ini. Orang nomor satu di instansi kepolisian Sumut dan Kota Tanjungbalai itu juga menyambut baik upaya RJ yang sudah dilakukan.

“Ini ada titipan dari Bapak Kapolda, semoga bermanfaat buat ibu dan bayinya,” ujar kapolres kepada Ana sembari menyerahkan puluhan kotak susu dan uang tunai saat menyambangi rumah Ana.

Dalam kesempatan itu kapolres menegaskan perbuatan pelaku tetap salah. Namun karena tindak pidana untuk menghidupi keluarga dan membeli susu anak, dan juga korban sudah memaafkan, maka bisa dilakukan upaya keadilan restoratif.

“Sebenarnya apa yang dilakukannya murni pidana, tetapi kalau bisa diselesaikan secara kekeluargaan seperti disampaikan Pak Kapolri melalui restorative justice, ini bisa, ini demi kemanusiaan dan keadilan,” ucap kapolres.

Di sisi lain, kapolres juga menekankan kepada jajarannya agar melihat kasus menggunakan hati nurani kemanusiaan. Bila ada laporan yang masih bisa diselesaikan tanpa harus jalur pengadilan, maka hendaknya dipertimbangkan untuk RJ.

Untuk data RJ yang telah diselesaikan selama ini tambah kapolres, hampir semuanya diawali dari usulan pihak kepolisian sebagai mediato. Pelaku dan korban pun setuju sehingga proses hukum tidak dilanjutkan.

Ana Temukan Keadilan Sejati Dalam Restorative Justice
Korban pencurian, Dara Ayuni memaafkan perbuatan pelaku dalam kegiatan restorative justice di Mapolsek Tanjungbalai Utara disaksikan Kapolsek Iptu M Tanjun. Dara memberikan bantuan sembako sebagai bentuk keprihatinan. Waspada/Rasudin Sihotang

Keadilan Restoratif

Restorative justice (keadilan restoratif) ini salah satu program unggulan Kapolri Jenderal Polri Listyo Sigit Prabowo M.Si sejak dilantik awal 2021 dengan rumah besar Presisi. Kapolri mendirikan tonggak sejarah payung hukum RJ dengan menandatangani Perkap Nomor 08 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif.

Jenderal bintang empat ini ingin mewujudkan penyelesaian tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif. Sistem ini sendiri merupakan penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula (Pasal 1 huruf 3).

Syarat umum penanganan tindak pidana berdasarkan RJ meliputi materil dan formil. Persyaratan materil yaitu tidak menimbulkan keresahan dan atau penolakan dari masyarakat, tidak berdampak konflik sosial, tidak berpotensi memecah belah bangsa, radikalisme dan separatisme, bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan, bukan tindak pidana terorisme, keamanan negara, korupsi, dan terhadap nyawa orang.

Sedangkan syarat formil meliputi perdamaian dibuktikan dengan kesepakatan ditandatangani para pihak kecuali untuk tindak pidana narkotika, pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku berupa pengembalian barang, mengganti kerugian, mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan atau mengganti kerusakan yang ditimbulkan. Dibuktikan dengan surat pernyataan sesuai kesepakatan ditandatangani pihak korban.

“Sederhananya begini, restorative justice itu muaranya lebih kepada pemulihan kembali kepada keadaan semula serta mendapat kepastian hukum,” kata Ketua Pengadilan Negeri Tanjungbalai, Yanti Suryani SH MH.

Selain itu, Yanti berpendapat RJ juga berpotensi besar untuk penghematan anggaran pengeluaran negara terutama di kepolisian, kejaksaan, dan lembaga pemasyarakatan. Apalagi nilai kasus tindak pidananya lebih sedikit dibanding uang negara yang dikeluarkan untuk menyelesaikan.

Penghematan

Kapolres Tanjungbalai AKBP Triyadi SH SIK melalui Kasat Reskrim AKP Eri Prasetiyo SH membeberkan, rata-rata biaya penanganan suatu kasus sampai selesai sebesar Rp 7,6 juta. Jumlah yang tidak sedikit dan juga menguras waktu dan tenaga yang begitu besar.

Dari data Polres jajaran yang sudah melaksanakan RJ pada tahun 2021, Sat Reskrim 52 kasus, Polsek Tanjungbalai Selatan 12 kasus, Polsek Tanjungbalai Utara 15 kasus, Polsek Datukbandar 25 kasus, Polsek Seitualang Raso 49 kasus, dan Polsek Teluknibung 13 kasus, total 166 kasus.

Sementara sampai tanggal 17 Juni 2022, Satreskrim 29 kasus, Polsek Tanjungbalai Selatan 6 kasus, Polsek Tanjungbalai Utara 4 kasus, Polsek Datukbandar 36 kasus, Polsek Seitualang Raso 17 kasus, dan Polsek Teluknibung 23 kasus, total 115 kasus.

Ana Temukan Keadilan Sejati Dalam Restorative Justice
Data penanganan restorative justice di Polres Tanjungbalai. Waspada/Rasudin Sihotang

Bila diakumulasikan sejak awal 2021 sampai Juni 2022, total kasus yang di RJ kan sebanyak 281. Artinya, Polres Tanjungbalai berhasil menghemat keuangan negara sebesar Rp 2,1 miliar. Bila dijumlahkan 28 Polres se jajaran Polda Sumut dengan rata-rata penghematan sebesar Rp 1,5 miliar saja, maka keuangan negara yang berhasil dihemat sebesar Rp 42 miliar dalam jangka waktu satu tahun enam bulan.

Bila 32 Polda se Indonesia bisa hemat Rp 42 miliar, maka total uang negara yang berhasil dihemat sebesar Rp 1,3 triliun. Sungguh angka yang tidak sedikit.

Sementara di Korps Adhyaksa, Kejaksaan Negeri Tanjungbalai menganggarkan biaya penyelesaian satu kasus tindak pidana sebesar Rp 1 juta per perkara. Dana ini diakumulasikan mulai dari penuntutan sampai eksekusi.

Mengingat 281 kasus telah berhasil di RJ kan di Polres Tanjungbalai, tentunya tidak akan berlanjut ke jaksa, maka korps pengacara negara ini bisa berhemat Rp 281 juta rupiah. Bila 20 Kejari dan Cabjari di jajaran Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara bisa menghemat Rp 281, maka uang negara akan diselamatkan sebanyak Rp 5,6 miliar.

Lebih besar lagi, bila 31 Kejaksaan Tinggi se Indonesia hemat Rp 5,6 miliar, maka uang negara akan utuh sebesar Rp 173 miliar.

“Selain memenuhi rasa keadilan kedua belah pihak, RJ ini pula pasti memberikan dampak signifikan bagi pembiayaan, bisa meminimalisir pengeluaran keuangan negara yang sangat besar,” ujar Kasi Intel Kejari Tanjungbalai Asahan, Dedy Saragih SH.

Sedangkan di Lembaga Pemasyarakatan, penghematan yang terjadi juga sangat signifikan. Pada Peraturan Menkumham No 40 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyelenggaraan Makanan Bagi Tahanan, Anak, dan Narapidana, makanan yang diberikan harus memenuhi kecukupan gizi sesuai standar kesehatan.

Sebagai contoh, untuk kebutuhan konsumsi daging saja, negara harus menyiapkan 6.300 kilogram (6,3 ton) untuk seribu warga binaan per tahun. Bila dikalikan dengan harga daging saat ini Rp 100 ribu, maka selama 365 hari LP harus mengeluarkan dana sebesar Rp 630 juta. Belum lagi beras, buah-buahan, susu, dan lainnya.

“Untuk uang makan seorang warga binaan perhari, Lapas wajib menganggarkan dana sebanyak delapan belas ribu rupiah,” ujar Kalapas Kelas IIB Tanjungbalai Asahan, Muda Husni melalui Kasi Binadik dan Giatja, Marlon Tarigan.

Bila dihitung kembali dengan data RJ sebanyak 281 orang. Maka 281 (orang) dikali Rp18.000 (biaya makan) dikali 547 hari (satu tahun enam bulan), hasilnya sebesar Rp 2,77 miliar. Di seluruh Indonesia terdapat 525 lapas dan rutan yang bila dikalikan rata-rata Rp 2 miliar saja, maka hasilnya sekitar Rp 1 triliun lebih.

Untuk penghitungan kasar global penghematan di tiga instansi selama satu tahun enam bulan sejak Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dilantik, maka Rp 1,3 triliun (Polri) ditambah Rp 173 miliar (Jaksa RI) dan Rp 1 Triliun (Lapas), maka hasilnya Rp 2,473 triliun rupiah telah dilakukan penghematan. Angka yang fantastis dari hanya 281 orang. Bila lebih lagi, tentu jumlah uangnya semakin besar.

Ruang Suap

Dalam produk hukum, selalu ada sela bagi para oknum untuk berbuat sesuatu melanggar hukum. Keadilan restoratif ini sendiri juga membuka ruang praktik suap dan pungutan liar karena kepolisian sebagai mediator mirip dengan ‘biro jasa’.

Alhasil, bila tidak diawasi dengan baik, maka ada celah memanfaatkan RJ untuk kepentingan memperkaya pribadi dengan menarik uang dari para pihak. Namun, bila aparat kepolisian bekerja dengan hati nurani dan profesioan, maka semua akan berjalan dengan baik.

“Kita tidak inginlah mendengar ada kutipan uang dalam pelaksanaan RJ, karena bukan keadilan sejati lagi nanti yang didapat, melainkan keadilan berbiaya tinggi,” ujar anggota DPRD Kota Tanjungbalai, Antoni Darwin alias Anton King yang optimis RJ akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan Kapolri.

Ana Temukan Keadilan Sejati Dalam Restorative Justice
Kapolres Tanjungbalai AKBP Triyadi SH SIK memberikan bantuan susu kepada bayi Ana. Waspada/Rasudin Sihotang

Keadilan Sejati

Pengamat hukum dari Universitas Asahan, Dani Hutabarat SH MH memahami bahwa RJ merupakan konsep terbaru yang dibuat untuk menanggulangi jumlah kejahatan di Indonesia. Sebab, saat ini tidak ada standar yang dimiliki termasuk KUHAP itu sendiri.

Ketika aparat penegak hukum tetap berpedoman pada KUHAP katanya, maka ada kemungkinan kejahatan itu semakin meningkat dan bisa pula menurun, sebab tidak bersifat pasti.

Dari segi ilmu hukumnya (kriminologi) tutur Dani, sistem peradilan lebih baik menggunakan RJ dengan mengkondisikan pelaku, korban, keluarga, lalu menyelesaikannya dengan cara musyawarah. Daripada memakai sistem biasanya, pelaku diproses penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penahanan, penuntutan, putusan, sampai eksekusi.

Dani mencontohkan kasus pemerkosaan. Pelaku dihukum sekian tahun penjara, namun hukuman itu belum tentu merubah pelaku menjadi lebih baik. Kemudian tidak ada dampak positif diperoleh korban karena tidak ada pertanggungjawaban yang diberikan. Inilah katanya prosedur hukum pada umumnya sesuai KUHAP.

Sedangkan dampak dari sisi biaya, dalam KUHAP jelas ada standar biayanya. Penyidikan 20 hari, bila tidak ditemukan alat bukti kuat, maka perlu ditambah menjadi tiga puluh hari, belum lagi naik ke kejaksaan, bila tidak cukup, ditambah lagi harinya, begitu pula di pengadilan.

Nah semua ini membutuhkan waktu dan biaya. Belum lagi tersangka atau terdakwa ditempatkan di rumah tahanan sebelum disidang, lagi-lagi ini semua memerlukan dana yang besar.

Dengan menerapkan sistem RJ ucap Dani, tentu ada terobosan terbaru. Mediasi antara pelaku, korban, keluarganya, tokoh masyarakat, akan berimplikasi perubahan pada diri pelaku. Dan secara psikologis, berdampak positif juga terhadap korban.

Ditinjau dari sisi kriminologinya papar Dani, selayaknya ada penggantian kerugian dan pertanggungjawaban dari pelaku kepada korban. Sementara, waktu yang diperlukan tidak begitu lama dan biayanya juga ringan. Dalam hukum pidana pungkas Dani, tidak mengenal istilah ganti rugi. RJ lah yang membuat terobosan adanya ganti rugi dari pelaku kepada korban.

“Menurut saya RJ harus dilanjutkan, jalan terus, dan tingkatkan. Cuma perlu desain terbaru agar bisa menurunkan tingkat kejahatan, memberikan manfaat sebesar-besarnya baik bagi negara maupun pelaku dan korban,” kata Dani.

Menurutnya, RJ itu sebaiknya dilakukan di tingkat kepolisian, meski di kejaksaan dan pengadilan juga ada aturannya. Bagaimana kepolisian mencoba memediasi para pihak sehingga tercipta pertanggungjawaban, kompromi, diskusi, musyawarah, dan keadilan.

Kesepakatan yang diambil itulah keadilan sejati, keadilan sesungguhnya. Keadilan dengan sama sama puas ini tidak akan diperoleh dari sistem peradilan umum di Indonesia yang saat ini berjalan sesuai KUHAP.

Faktanya. menanggapi putusan pengadilan, seringkali korban merasa adil, pelaku tidak, sebaliknya pelaku merasa adil, korban tidak, begitulah seterusnya mereka menolak. Padahal para hakim dalam memutuskan sudah seadil-adilnya sesuai fakta-fakta persidangan.

“Kenapa bisa seperti itu, karena sesungguhnya keadilan tidak bisa didefinisikan, masing-masing orang berbeda standar adilnya. Tetapi pada RJ, keadilan itu bisa didapatkan, karena para pihak telah berlapang dada menerima apa adanya keputusan perdamaian itu,” kata Dani.

Dani menyarankan kepada pemerintah agar merubah sistem peradilan yang ada di Indonesia saat ini karena masih menganut cara lama, tidak dinamis, dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Sistem yang paling bagus dan baik adalah peradilan restoratif (RJ), karena tidak lagi lambat dan mahal, melainkan cepat dan murah.

“Pemerintah dan DPR diharapkan merancang sistem peradilan terbaru yang berbiaya murah dan singkat, terobosannya ialah Restoratif Justice, dimatangkan lagi RJ itu, diperkuat lagi, kasus-kasus tidak terlalu berat bisa di RJ kan, demi efisiensi biaya, waktu, tenaga, dan tentunya para pihak puas dan menerima,” tutup Dani.

***

Hari itu, suasana gembira menyelimuti rumah sederhana Ana sekeluarga di Kelurahan Semulajadi Kota Tanjungbalai. Ana telah kembali ke kehidupan normalnya seperti semula, bersenda gurau bersama keluarga tanpa label narapidana.

Melalui Restorative Justice, ia dan korbannya telah menemukan keadilan bersama. Apresiasi pantas diberikan kepada Polri yang telah menghadirkan terobosan baru di wajah sistem Peradilan Indonesia.

Model penyelesaian ini diharapkan semakin banyak digunakan untuk membantu para pihak menemukan keadilan sekaligus memberi hati pada penegakan hukum. WASPADA/Rasudin Sihotang

(Tulisan ini diperlombakan dalam rangka Peringatan HUT ke 76 Bhayangkara. Semangat besar dari tulisan ini sebagai landasan bagi kepolisian dalam menghadirkan keadilan sejati di tengah masyarakat)

  • Bagikan