Potret Warga Miskin Yang Hanya Menonton Bansos Di Tengah Situasi Krisis

  • Bagikan

USAI melaksanakan sholat Ashar berjamaah di Masjid Baitul Khair, Sahrun dan Ishak, duduk sambil ngobrol di bawah pohon palm di depan rumah seorang warga. Kedua warga miskin ini berbincang serius dengan seorang petugas pendamping Program Keluarga Harapan.

Kedua kepala rumah tangga yang bekerja sebagai nelayan tradisional dan penjual ikan keliling ini merasa seperti dianaktirikan karena mereka tidak mendapatkan bansos (bantuan sosial) dari pemerintah sebagai konpensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Padahal, bansos menjadi salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk membantu rakyat kecil di tengah krisis dan kenaikkan BBM dengan harapan bisa menyetabilkan daya beli masyarakat di tengah harga bahan kebutuhan pokok yang kian hari terus melejit.

Sahrun, 59, mengatakan, dari sebelum masa pandemi Covid-19 hingga sampai sekarang, ia belum pernah sekali pun menerima bantuan, baik dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), KIS, dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Ayah dari tiga orang anak ini kecewa, sebab sebagai seorang nelayan kecil ia merasa kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Yang membuat Sahrun bertambah kecewa, warga yang ekonominya jauh lebih baik, bahkan terbilang mapan mendapat bansos, sedangkan ia hanya menjadi penonton.

“Terkadang, sebagai rakyat kecil saya merasa sedih saat melihat warga menerima berbagai macam bansos dari pemerintah, sementara saya hanya dipaksa sebagai penonton,” imbuh nelayan spesial pemancing ikan itu dengan ekspresi wajah yang tampak kecewa berat.

Ia berujar, dampak dari kenaikan harga BBM membuat beban hidupannya terasa semakin bertambah berat. Bagaimana tidak, biaya operasional melaut meningkat, sementara penghasilan melaut tak menentu, bahkan tak jarang ia pulang dengan tangan hampa.

Pria yang akrab disapa Ucok ini mengaku, rute melaut sekarang terpaksa diperpendek untuk menghemat BBM. “Biasanya saya membeli 2 s.d 3 liter pertalite. Tapi, dengan kenaikan BBM, kebutuhan minyak terpaksa dikurangi,” katanya.

Potret ketidak adilan juga dirasakan oleh Ishak, warga Lingk IX, Kel. Bukit Kubu, Kec. Besitang. Penjual ikan dan sayuran yang selama bertahun-tahun berkeliling kampung dengan sepeda motor bototnya mengeluhkan hal serupa.

Pedagang kecil yang juga imam dan khatib Masjid Baitul Khair ini kepada Waspada, Selasa (21/9), mengatakan ia sudah 3 tahun lebih tidak mendapat bansos, baik berupa PKH, maupun berbagai jenis bantuan lainnya, padahal ia termasuk klaster warga miskin.

Ishak masih memiliki tanggungan di mana puteri bungsu sedang menuntut ilmu di salah satu pesantren (dayah) di Aceh Tamiang. Dengan hanya berjualan ikan dan sayur, ia merasa beban hidup yang harus dipikul di pundaknya yang sudah mulai rapuh terasa kian berat.

Sama dengan Ucok, Ishak memprotes proses pendataan warga miskin. Banyak warga miskin yang tak terdata sebagai penerima bansos, karenanya warga meminta Plt Bupati Langkat Syah Afandin, SH menanggapi protes rakyat jelata yang menuntut haknya. *Asrriras

Potret Warga Miskin Yang Hanya Menonton Bansos Di Tengah Situasi Krisis

SAHRUM, salah seorang nelayan tradisonal menumpahkan uneg-unegnya atas ketidakadilan dalam proses pendataan KPM. Waspada/Asrirrais

  • Bagikan