Epidemiologi Penyakit Tidak Menular: Radang Telinga (Otitis Media Akut)

Penulis : Nadya Gusva,S.Kep.,Ns., & Dr.Siti Zahara Nasution, S.Kp.MNS (Program Studi Magister Ilmu Keperawatan USU)

  • Bagikan
Epidemiologi Penyakit Tidak Menular: Radang Telinga (Otitis Media Akut)

Epidemiologi penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit penyakit yang proses penularnya tidak bisa ditularkan langsung dari satu orang ke orang lainnya, yang perjalanan proses penyakitnya berkembang secara perlahan dan dalam jangka waktu yang panjang (kronis) dan pada gejala awalnya tidak disadari atau diketahui oleh penderita, hal tersebut membuat kesadaran untuk memeriksa atau deteksi dini kurang dilakukan.

Semakin pesatnya Perkembangan ilmu kesehatan dan teknologi dalam bidang kesehatan mendorong para ahli ahli untuk lebih mendalami lagi tentang penyakit penyakit yang bisa menyebabkan kematian ataupun penyakit yang tidak di kenali gejala pada awalnya seperti penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan generative, karna penyakit PTM ini mulai meningkat bersamaan dengan pola hidup dalam masyarakat.

Ada beberapa contoh penyakit tidak menular yang sering kita temui dalam kehidupan masyarakat, seperti penyakit jantung, penyakit stroke, penyakit asma, penyakit paru dan masih ada beberapa lain nya yang sering terjadi, penyakit tidak menular bisa bersifat akut maupun kronis, makanya deteksi pemeriksaan dini sangat dianjurkan untuk dilakukan.

Faktor resiko untuk penyakit tidak menular ini belum diketahui dengan pasti penyebabnya, karena untuk setiap faktor resiko nya bisa berbeda beda, untuk sebagian penyakit faktor resiko yang di sebutkan hanya untuk menerangkan sebagian kecil dari etiologi kejadian penyakit tersebut.

Salah satu penyakit tidak menular yang akan di paparkan di dalam artikel ini adalah
radang telinga atau otitis media akut (OMA), karna biasanya otitis media ini sangat lazim menyerang kalangan anak anak dan sering kali tidak diprediksi atau terditeksi secara awal.

Otitis media akut atau OMA adalah suatu penyakit yang menyerang system pendengaran atau telinga bagian tengah dan menyebabbkan area gendang telinga tengah meradang yang disebabkan oleh virus Haemophilus influenza ataupun bakteri Streptococcus pneumonia dengan gejala demam, nyeri, pendengaran berkurang, dan keluarnya cairan.

Apabila penderita OMA kurang mendapatkan penanganan yang baik maka akan mengalami komplikasi lanjutan yaitu Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) yaitu peradangan pada mukosa telinga tengah yang disertai keluarnya cairan melalui perforasi membran timpani selama lebih dari 2 bulan.

Menurut sebuah studi yang dipublikasikan pada National Library of Medicine, OMA ini bisa menyerang semua kalangan usia, tetapi yang lebih banyak atau dominan penyakit ini terjadi pada kalangan anak anak yaitu 80 persen saat memasuki usia 3 tahun.

Meskipun ada beberapa penelitian yang menyebutkan penyakit ini sering terjadi pada anak anak, tetapi tidak bisa di pungkiri bahwasanya OMA ini juga terjadi pada kalangan orang dewasa, walapun frekuensi angka kejadianya tidak setinggi pada anak anak.

Semakin sering seseorang terserang ISPA, maka semakin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi dan anak terjadinya OMA di sebabkan karena morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal, sistem imunitas tubuh masih dalam perkembangan serta adenoid pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi bakteri maupun virus dapat menyebar ke telinga bagian tengah.

Pada remaja, infeksi telinga ini sering disebabkan oleh Haemophilus influenza, dan virus yang menyebabkan common cold juga dapat menyebabkan otitis media karena mereka merusak sel-sel epitel sistem pernapasan bagian atas.
Prevalensi otitis media akut di setiap negara berbeda-beda, namun biasanya berada pada kisaran 2,3 % – 20 %. Salah satu laporan Active Bacterial Core Surveilance (ABCs) dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan kasus OMA terjadi sebanyak enam juta kasus per tahun.
Ada pun prevalensi secara global otitis media akut lebih banyak terjadi pada lelaki dari pada perempuan, pada laki laki yaitu 53% dan 77% pada wanita, Puncak terjadinya otitis media adalah usia 6‒12 bulan pertama kehidupan, dan menurun setelah usia 5 tahun.

Sebanyak 80% anak-anak menderita otitis media, dan 80‒ 90% anak-anak menderita otitis media efusi sebelum usia sekolah.

Di usia dewasa, otitis media lebih jarang terjadi kecuali pada dewasa dengan
keadaan defisiensi imun. Secara rasa tau pun suku ada beberapa negara yang frekuensi terjadinya OMA di katakan dalam katagori tertinggi yaitu (pada suku Inuits dari Alaska, Aborigin Australia, dan orang asli Amerika yaitu ( 12- 46 % ), kemudian Maori di Selandia Baru, Nepal, dan Malaysia (4‒8%), diikuti oleh Korea, India, dan Saudi Arabia (1,4‒2%), dan frekuensi terendah di Amerika, Inggris, Denmark, dan Finlandia (<1%).Di Asia Tenggara, Indonesia termasuk keempat negara dengan prevalensi gangguan telinga tertinggi (4,6%).

Tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%).
Di Indonesia ada 6 wilayah yang dikatakan menduduki angka tertinggi penyakit OMA yaitu (Bandung, Semarang, Balikpapan, Makasar, Palembang, Denpasar), Prevalensi otitis media kronis di Indonesia adalah di Bali dan Bandung, Otitis media kronis aktif di pedesaan Bali tertinggi ditemukan pada usia 10‒12 tahun sebanyak 23,5 per 1000 anak, Sedangkan otitis media kronis inaktif tertinggi pada anak usia 6‒9 tahun sebanyak 62,9 per 1000 anak. Prevalensi di pedesaan Bali pada anak usia 13‒15 tahun sebesar 26 per 1000 anak.

Penyakit Otitis media akut tidak menyebabkan kematian langsung, akan tetapi otitis media akut yang tidak ditangani secara tepat dapat menyebabkan komplikasi, seperti gangguan pendengaran seperti tuli konduktif maupun sensorineural, Gangguan pendengaran pada anak bisa berdampak buruk pada tumbuh kembang anak, misalnya pada aspek bahasa dan bicara dan dalam kegiatan berinteraksi sehari-hari.

engobatan radang telinga tengah akan didasari pada usia, tingkat keparahan gejala dan Infeksi, hingga penyebab yang mendasarinya. Sebagai contoh, jika radang telinga tengah disebabkan oleh bakteri, metode pengobatannya bisa dengan pemberian antibiotic, Sementara itu, bila disebabkan oleh jamur, dokter biasanya akan memberikan antifungal.

Namun, bila otitis media disebabkan oleh virus, pengobatannya berbeda. Di sini, dokter akan melakukan pengobatan suportif seperti pemberian obat anti nyeri dan obat penurun demam. Kemudian lakukan pencegahan pencegahan pada anak agar tidak terjadinya penyakit OMA yaitu dengan cara lakukan vaksinasi pada nak, menjaga kebersihan telingga anak dan selalu memeriksa kesehatan setiap anak mulai demam, Bila memang ditemukan anak mengalami beberapa gejala otitis media, segeralah memeriksakan diri ke dokter, Penanganan yang tepat dan cepat bisa meningkatkan peluang kesembuhan, dan mencegah komplikasi
berbahaya.

  • Bagikan