Pemerintah Didesak Maksimalkan Penanganan Pengungsi Rohingya

- Aceh
  • Bagikan
Pemerintah Didesak Maksimalkan Penanganan Pengungsi Rohingya

LANGSA (Waspada): Koalisi masyarakat sipil mendesak Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh dan berbagai pihak segera memberikan perlindungan terbaik bagi para pengungsi Rohingya yang berlabuh di berbagai wilayah di Aceh.

Coordinator Yayasan Geutanyoe (YG) Nasruddin kepada Waspada, Senin (9/1) malam menyatakan, desakan itu mewakili Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), KontraS Aceh, Perkumpulan SUAKA, Amnesty International Indonesia dan Sandya Institute.

Pemerintah Didesak Maksimalkan Penanganan Pengungsi Rohingya
Coordinator Yayasan Geutanyoe (YG) Nasruddin. Waspada/Munawar

Menurutnya, kedatangan pengungsi Rohingya akhir-akhir ini diakibatkan situasi di Myanmar yang belum membaik. Mayoritas pengungsi Rohingya masuk ke Indonesia melalui Aceh yang terletak di ujung utara Indonesia sehingga merupakan tempat strategis bagi para pengungsi untuk berlabuh.

Seperti yang terjadi pada Minggu, 8 Januari 2023, kapal yang membawa sebanyak 184 pengungsi Rohingya dari
Bangladesh mendarat di Pantai Kuala Gigieng, Desa Lamnga, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Kapal itu merupakan kapal kelima yang tiba di Aceh selama kurun waktu dua bulan terakhir.

Dikatakan Nasrudin lagi, sejak November 2022 hingga hari ini, tercatat lebih dari 600
pengungsi Rohingya tiba dan ditampung di wilayah Aceh. Mereka berhasil diselamatkan setelah berminggu-minggu melewati perjalanan laut di tengah kondisi yang buruk.

Diungkapkannya, Indonesia telah menerima pengungsi meskipun belum mengadopsi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol Pengungsi 1967. Indonesia sendiri telah memiliki Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, namun penanganan pengungsimasih perlu ditingkatkan.

Dalam hal ini, setidaknya perlu ada jaminan kesejahteraan bagi pengungsi di
Indonesia. Mereka harus diberi akses pekerjaan, kesehatan, dan pendidikan agar bisa mandiri di Indonesia atau di negara ketiga di masa depan.

Dengan demikian, ke depan tidak akan ada
lagi pengungsi yang mempertaruhkan keselamatan fisik dan mentalnya dalam mencari kehidupan yang lebih baik di Indonesia karena hak untuk hidup dengan aman dan layak dan juga perlindungan pengungsi merupakan kewajiban Negara yang harus dipenuhi.

“Aksesi konvensi dan protokol merupakan tindak lanjut penting dari integrasi lokal melalui revisi peraturan penanganan pengungsi asing agar penentuan status pengungsi dan penanganan pengungsi dapat dilaksanakan secara efisien dan adil,” ujar Nasruddin.

Koalisi masyarakat sipil mengapresiasi pembentukan Satuan Tugas Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat dalam penanganan pengungsi. Kedepannya, harus ada penekanan yang tegas terkait kewenangan Pemerintah Daerah dalam menangani pengungsi dan peran masyarakat agar penanganan pengungsi lebih efisien.

Di sisi lain, lanjut Nasrudin, pemerintah harus menghentikan kriminalisasi
terhadap nelayan dan masyarakat sipil yang menolong pengungsi untuk dapat berlabuh secaraaman. Penyelamatan pengungsi Rohingya sering berbuntut bui karena dianggap menyelundupkan orang asing ke wilayah Indonesia.

Hal ini, sebutnya, berlawanan dengan semangat perlindungan pengungsi internasional dan gagal dalam menegakkan keadilan karena tidak mampu melihat upaya kemanusiaan dari masyarakat. Padahal peran masyarakat berkaitan erat dengan adat istiadat Aceh.

Selain itu, Panglima Laot berkontribusi besar dalam penyelamatan orang yang
terdampar di lautan, termasuk para pengungsi. Kami menyayangkan pernyataan Pemerintah baru-baru ini yang sama sekali tidak mencerminkan pendekatan/konteks kemanusiaan dalam penerimaan dan penanganan pengungsi Rohingya di Aceh.

Pemerintah juga menghentikan
adanya standar ganda dalam kebijakan HAM luar negerinya. Pemenuhan HAM harus berlaku bagi setiap kalangan.
Indonesia yang sedang memegang posisi ASEAN Chairmanship harus lebih tegas untuk merespon permasalahan yang terjadi di Myanmar.

“Jadi, berbagai isu kemanusiaan dan konflik yang terjadi di Myanmar sampai saat ini belum mendapat respon tegas dari negara-negara anggota ASEAN termasuk Indonesia. Hal ini menyebabkan masih banyak pengungsi Rohingya yang terus berdatangan ke Indonesia,” ujarnya.

Apabila situasi di Myanmar makin memburuk, lanjutnya, ke depan
kemungkinan akan lebih banyak pengungsi yang terombang-ambing di lautan, jelas Nasrudin.

Pemerintah Didesak Maksimalkan Penanganan Pengungsi Rohingya
Pengungsi etnis Rohingya yang berlabuh di Provinsi Aceh. Waspada/ist

Untuk itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh diantaranya, Maksimalkan peran Satuan Tugas dalam penanganan pengungsi Rohingya.
Memastikan kebutuhan dasar, keamanan, dan keselamatan pengungsi terpenuhi,
termasuk memastikan bahwa mereka ditempatkan di penampungan yang layak dan memadai serta tidak mengalami pengusiran paksa.

Selanjutnya, Pemerintah Pusat segera merevisi Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri dengan memperhatikan perlindungan
pengungsi yang lebih komprehensif.

“Pemerintah Aceh segera mengesahkan Qanun Aceh terkait Penanganan Pengungsi Luar Negeri dengan memperhatikan perlindungan pengungsi yang lebih komprehensif. Pemerintah Pusat segera mengadopsi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol Pengungsi 1967,” imbuh Nasruddin. (b24)

Baca juga;



  • Bagikan