Walhi: Korban Pencemaran Limbah Medco Ikut Menyasar Perempuan Dan Anak

- Aceh
  • Bagikan
TUTUP MULUT: Warga menutup mulut sebagai isyarat bau busuk di kawasan Blok A yang dikelola PT Medco EP Malaka, Indra Makmu, Aceh Timur, Kamis (5/1). Waspada/Ist.
TUTUP MULUT: Warga menutup mulut sebagai isyarat bau busuk di kawasan Blok A yang dikelola PT Medco EP Malaka, Indra Makmu, Aceh Timur, Kamis (5/1). Waspada/Ist.

IDI (Waspada): Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, mengingatkan PT Medco E&P Melaka, bahwa pencemaran limbah udara yang diduga bersumber dari proses produk minyak dan gas telah menyasar kalangan perempuan, anak-anak dan ibu hamil serta para lansia.

Mereka yang menjadi sasaran bau tak sedap itu berdomisili dalam kawasan lingkar tambang Blok A dan berada di Ring-1 seperti Gampong Blang Nisam, Alue Ie Mirah, Suka Makmur dan Jambo Lubok. “Lebih empat tahun mencium bau tak sedap dan warga mulai resah,” kata Direktur WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, dalam siaran pers yang diterima Waspada, Selasa (10/1).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, berbagai protes telah berulang kali dilayangkan warga sejak 2019 lalu, tetapi hingga awal 2023 belum lahir titik temu. “Malah dampaknya saat ini semakin meluas,” tulisnya.

Menurutnya, sebelumnya warga hanya mencium bau busuk dan membuat warga mual, muntah, pusing dan sebagian pingsan hingga harus dilarikan ke rumah sakit. “Sekarang diperparah hingga berdampak terhadap kualitas air sumur yang mulai berubah rasa dan kandungannya,” timpa Ahmad Sholihin.

Setelah mendapat laporan warga, tim WALHI Aceh berkunjung ke Desa Blang Nisam, Kamis (5/1) lalu dan melakukan pertemuan dengan kelompok perempuan di sekitar lingkar tambang. “Dalam pertemuan itu mereka bercerita banyak diantara korban dari bau tak sedap itu dari kalangan perempuan dan anak hingga lansia,” tuturnya.

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari keterangan warga, sejak 2019 hingga akhir 2022 terhitung 13 warga harus dirawat di puskesmas. Bahkan sebagian besar korban harus dilarikan ke RSUD Dr Zubir Mahmud Aceh Timur. “Keluhannya sesak nafas, mual, muntah-muntah, pusing, lemas hingga ada yang pingsan setelah menghirup bau busuk dari limbah proses produksi PT Medco E&P Malaka,” terang Ahmad Sholihin.

Berdasarkan pengakuan yang diterima WALHI Aceh, warga telah melaporkan kasus pencemaran tersebut ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Timur, tetapi solusi yang ditawarkan belum menyentuh akar masalah. “Malah warga yang diminta untuk beradaptasi saat bau busuk terjadi. Ini kan lucu, solusi yang ditawarkan kok warga yang harus beradaptasi, seharusnya PT Medco lah yang harus cari solusi dan bertanggungjawab,” tulis Ahmad Shalihin.

Ditambahkan, kasus pencemaran tersebut telah berlangsung lama dan dirasakan warga yang mendiami kawasan lingkar tambang Blok A. Bahkan pada 9 April 2021 lalu sebanyak 250 jiwa warga Gampong Panton Rayeuk (Banda Alam) terpaksa mengungsi ke kantor camat setempat akibat bau busuk.

Hingga kini, dampaknya masih terus dirasakan dan dialami warga yang menetap di kawasan lingkar tambang. Bahkan baru-baru ini, tanggal 2 Januari 2023 salah satu anak usia dua tahun dari Gampong Alue Patong, Indra Makmu, harus dilarikan ke Puskesmas Alue Ie Mirah.

Begitu juga dengan salah seorang warga lain usia dewasa mengalami sesak, mual-mual, muntah dan pusing. Bahkan hari itu juga pihak Puskesmas merujuk anak usia dua tahun itu ke Rumah Sakit Zubir Mahmud di Idi. Hingga 5 Januari 2023 masih dirawat di rumah sakit.

Bahkan WALHI Aceh saat berada di Gampong Blang Nisam, menemukan dua anak terbaring lemas di rumah. “Informasi yang diperoleh dari orang tuanya, anaknya lemas dan muntah-muntah setelah menghirup bau busuk beberapa waktu lalu,” ujar Ahmad Sholihin.

Informasi yang disampaikan orang tuanya, lanjutnya, anaknya sudah satu pekan tidak masuk sekolah karena kondisi yang masih lemas, pusing dan bahkan muntah. Sehingga hanya bisa berbaring di rumahnya.

“Mirisnya berdasarkan keterangan dari orang tuanya, obat yang dibeli itu menggunakan BPJS, pihak perusahaan hanya berikan satu tabung oksigen, itu pun setelah diurus oleh ayahnya baru dikasih,” jelas Om Sol, sapaan Ahmad Sholihin.

Selain terjadi pencemaran udara, saat ini warga juga mulai merasakan dampak lainnya, seperti menurunnya kualitas air bersih dan ada warga yang mulai terjangkit penyakit kulit berupa gatal-gatal. “Kualitas air sumur sebelum perusahaan tambang itu beroperasi dapat dikonsumsi setelah dimasak. Tetapi sekarang kendati sudah dipanaskan terjadi perubahan rasa dan berkeruh, sehingga warga harus membeli air isi ulang untuk konsumsi,” urai Om Sol.

Ini persoalan serius yang harus segera ditangani oleh pemerintah, karena ini menyangkut hak dasar masyarakat dan hak atas hidup sehat masyarakat. “Pencemaran lingkungan akibat beroperasinya PT Medco juga sudah mulai berdampak terhadap perekonomian warga. Akibat bau tak sedap menyebabkan warga tidak bisa berkebun, karena tidak tahan menghirup udara yang bau menyengat,” tulisnya lagi.

Persoalan ini, sebut Om Sol, sudah berulang kali warga melaporkan ke pihak perusahaan dan pemerintah. Tetapi hingga sekarang tidak ada upaya perbaikan, agar bau tak sedap hilang dan aktivitas warga dapat normal kembali. (b11).

  • Bagikan