Anak Cucu PKI

  • Bagikan

Oleh Dr Masri Sitanggang

Anak cucu PKI. Di sinilah arti penting dakwah. Mengisi secera intens pikiran dan hati manusia sehingga dipenuhi ajaran Islam. Membogkar pikiran keliru manusia (komunis) dan menggantikannya dengan ajaran Islam

Anak cucu PKI menjadi perbincangan panas. Ini gegara Panglima TNI, Jendral Andika Perkasa, mengunggah video di YouTube, akhir Maret lalu. Video itu berisi rekaman jalannya Rapat Koordinasi Penerimaan Prajurit TNI Tahun 2022.

Yang membuat heboh adalah : anak PKI boleh mengikuti seleksi! Reaksi pun bermunculan. Tak urung mantan Panglima ABRI Jend (Purn) Tri Sutrisno bersuara bernada “protes”. Bahkan ada yang berancana menggugat Panglima TNI.

Setidaknya ada tiga alasan mengapa isi video itu “digugat”. Pertama. Partai Komunis Indonesia (PKI) telah beberapa kali melakukan pemberontakan berdarah dan menimbulkan banyak kekacauan di seluruh wilayah Indonesia.

Trauma ini sulit (setidaknya perlu waktu) untuk disembuhkan, terutama di sebahagian kalangan Umat Islam. Sebab, umat Islam adalah korban utama keganasan PKI dan merupakan front terdepan rakyat melawan PKI.

Kedua. Sejak sekira sewindu terakhir, berbagai indikasi menunjukkan adanya kebangkitan (PKI) komumis di negeri ini. Tidak sedikit pengamat menilai situasi sekarang mirip dengan situasi menjelang pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965.

Rakyat terpecahbelah karena adu domba, penistaan agama merajalela, islamofobia menghebat, persekusi dan penangkapan sejumlah tokoh dan ulama, dibenturkannya Pancasila dan agama, adanya upaya gigih menggantikan Pancasila menjadi Trisila-Ekasila, kondisi ekonomi rakyat terpuruk, harga kebutuhan pokok terus melambung dan barang-barang langka. Situasi ini membuat umat Islam sensitif dan waspada komunis.

Ketiga. TNI –bersama umat Islam, adalah benteng utama dalam mempertahankan Pancasila dari rongrongan PKI. Dengan diizinkannya anak cucu PKI mengikuti seleksi, dikhawatirkan TNI akan disusupi faham komunis. Malah, telah muncul dugaan bahwa komunis sudah mampu mempengaruhi kebijakan TNI.

Tidak ada keteragan lebih lanjut dari TNI soal isi video itu. Tetapi Soleman Ponto, mantan Kepala Bais, memberi penjasalan tentang mekanisme penerimaan calon anggota TNI yang berlaku selama ini. Dikatakan, dengan serangkaian test yang dilakukan, seorang anak PKI tidak akan bisa lolos. Dia meyakinkan, bahwa yang dibolehkan Andika itu adalah mendaftar sebagai peserta seleksi penerimaan. Itu saja.

Terlepas dari perdebatan boleh tidaknya anak PKI menjadi prajurit TNI, bagi saya, yang menarik untuk dipertanyakan adalah : Ada apa, sehingga hal yang sensitif ini dipublikasi oleh Andika? Ini tidak lazim. Selama ini TNI termasuk instansi yang relatif tertutup, tidak banyak berita kecuali release kegiatan seremonial.

Kalau yang dimaksud Andika adalah (sekedar) boleh mendaftar sebagai peserta seleksi –sebagamai kata Soleman Ponto, maka apa urgensinya untuk di publikasi ? Tokh, yang demikian sudah berlagsung berpuluh tahun dan masyarakat pun maklum dalam keadaan damai.

Begitu juga kalau anak cucu PKI memang dapat diterima dan bukan sekedar ikut seleksi. Seberapa penting dan mendesak masalah ini sehingga harus dipublikasi dengan cara unggah jalannya rapat di saat orang memang sedang waspada komunis ?

Apalagi, atmosfer Indonesia sedang hiruk pikuk dengan sejuta persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara. Andika rasanya tidak mungkin tidak tahu kalau mengunggah video tersebut akan menuai respon keras dari masyarakat.

Apa yang diharapkan dari mengunggah video itu ? Tentu jawaban yang tepat ada di Andika. Yang pasti, telah muncul protes keras dari beberapa kalangan Islam. Entahlah, apakah memang itu yang diharapkan.

Siapa yang diuntungkan dari keributan soal anak cucu PKI ini? Dulu, menjelang tahun 1970, tepatnya beberapa tahun setelah G30S/PKI, beredar laporan di media asing dengan judul (kira-kira dalam bahasa Indonesia) ” Bagaimana Enam Juta Muslim Indonesia Beralih Agama ke …”. Setelah ditelusuri, ternyata yang murtad itu adalah orang-orang Islam yang terkait dengan PKI.

Di masa pembersihan “sisa-sisa PKI”, tokoh-tokoh Islam tidak sempat memila-memilah keanggotaan PKI. Padahal, yang terlibat itu kebanyakan tidak faham tentang ideologi komunis. Mereka ikut PKI (atau Ormas-oramas sayapnya) hanya karena, antara lain:

Nama besar tokoh yang diusung-usung selain Aidit; ikatan kedaerahan dan rasa senasib sepenanggungan sesama buruh kebun transmigran zaman kolonial (contoh kasus di Sumut); terkecoh dengan propaganda PKI.

Misalnya Barisan Tani Indonesia (BTI, salah satu sayap PKI) disebut sebagai Barisan Tani Islam; terdaftar sebagai penerima atau calon penerima bantuan dari PKI berupa lahan atau alat-alat pertanian; terpaksa karena penguasa di kampung tempat ia tinggal adalah PKI; dan lain lain.

Yang pasti, bila ditilik siapa mereka yang terlibat itu, paling tidak 90 per sen beragama Islam. Tetapi semua diperlakukan sama : bersihkan. Para tokoh umat lupa, bahwa senantiasa ada orang yang menangguk di air keruh, mengambil keuntungan di kekisruhan.

Mereka yang disebut terlibat, yang sebelum pecah G 30 S/PKI terbiasa datang ke mesjid, minta perlindungan ke mesjid. Tapi yang belum terbiasa, tidak berani karena tim perbersih justeru banyak dari kalangan mesjid. Maka ditampunglah oleh kelompok yang menjanjikan jalan “keselamatan”. Jadilah enam juta muslim murtad.

Para pemimpin Islam Indonesia kaget, terperangah ! Ini pukulan berat bagi gerakan Dakwah Islam di tanah air. Betapa tidak, sementara mereka bersemangat melakukan pembersihan, pihak lain malah menjadikannya sebagai lahan missi pemurtadan. Pihak lain itu panen raya.

Di masa Pemerintahan Orde Baru, anak atau cucu keturunan PKI dibatasi masuk perguruan tinggi, ditolak untuk jadi pegawai negeri, jadi polisi atau tentara apalagi. Bahkan, pegawai negeri yang ketahuan bahwa mertuanya atau saudara kandungnya terlibat PKI, pun harus berhenti.

Keadaan ini memupuk rasa senasib, sepenanggunan dan sependeritaan sekaligus dendam di kalangan anak dan keluarga PKI. Dengan sedikit saja sentuhan organizer, mereka bisa cepat menyatu dan solid. Pihak organizer, oleh keluarga PKI, dijadikan tumpuan harapan dan tempat bersandar. Maka, saksikanlah bgaimana sebuah partai cilik, kurus kerempeng, tiba-tiba menjadi gemuk setelah reformasi. Mereka panen raya.

Kenapa anak cucu PKI tidak masuk Partai Islam ? Pertanyaan ini memang membuat sedih. Tetapi apa boleh buat, masih banyak tokoh umat, apalagi petinggi partai, yang menilai bahwa anak PKI adalah PKI. Anak seorang komunis adalah komunis dan itu adalah musuh. Jika pun tidak sampai sedemikian rupa, tetapi dalam prakteknya, Isu anak PKI dijadikan alat pemukul dalam persaingan internal partai sehingga anak PKI tidak akan pernah nyaman di Partai Islam.

Kembali ke soal video Andika. Protes sebagian kalangan Islam terhadap Andika soal anak cucu PKI ini, sesungguhnya bisa dibaca sebagai pernyataan “bermusuhan” dengan anak cucu PKI. Atau, penegasan kembali sikap permusuhan itu : tidak ada maaf untuk anak-anak PKI.

Jadi, disengaja atau tidak, video ini telah membenturkan sebagian kalangan Islam dengan keturunan PKI; menjauhkan anak cucu PKI dari dakwah Islamiyah. Entah sampai keturunan ke berapa pula nanti ini akan berlanjut. Maka umat Islam semakin berkeping keping. Sudahlah dibentrokkan satu sama lain atas dasar organisasi, dibenturkan pula berdasarkan aliran pemikiran dan faham (seperti misalnya Aswaja dan Salafi); lalu sekarang diadu berdasarkan nasab : Islam anak santri vs Islam anak PKI.

Bagi pihak tertentu, ini jelas menguntungkan. Ini adalah bahagian dari upaya mempertahankan soliditas dan kesetiaan 16.38 persen (berpedoman pada perolehan suara PKI pada Pemilu 1955) dari penduduk Indonesia atau sekita 44 juta anak cucu PKI –yang nota bene 90 persen adalah beragama Islam. Di samping, tentu saja, membuat umat Islam tetap lemah karena terbelah-belah, bermusuhan satu dengan lain.

“Ikrimah bin Abu Jahal akan datang ke tengah-tengah kalian sebagai Mukmin dan Muhajir. Karena itu, janganlah kalian menghina ayahnya. Sebab memaki orang yang sudah meninggal berarti menyakiti orang yang hidup. Padahal hinaan itu tidak terdengar oleh orang yang sudah meninggal”. Begitu pesan Rasulullah SAW kepada para sahabat ketika Ikrimah ingin menemui Rasullah untuk bersyahadat.

Abu Jahal adalah dedengkot kafir Quraisy yang sangat keras memusuhi Rasulullah saw. Ikrimah, adalah putra sekaligus tangan kanan Abu Jahal dalam memerangi dan menyiksa orang-orang mukmin. Tetapi lihatlah, ketika Ikrimah menyatakan masuk Islam, Rasulullah tidak ingin ada sahabat yang mengungkit-ungkit, atau mengait-ngaitkan, kejahatan Abu Jahal di depan Ikrimah. Bahkan Rasulullah berdoa untuk kebaikan Ikrimah.

Terbukti Ikrimah memberi andil besar bagi dakwah Islamiyah. Dialah prajurit yang berteriak bagai halilintar–menyeru prajurit bergabung bersamanya menjadi pasukan berani mati, di saat tentara Islam diliputi rasa cemas karena dikepung setengah juta tentara Romawi di Yarmuk. Sampai-sampai Khalid bin Walid, Panglima Perang Tentara Islam, sangat khwatir dan mendekati Ikrimah berusaha mencegah agar Ikrimah tidak mengorbankan diri.

Tetapi Ikrimah berkata : “Biarkan aku mengambil keputusan ini wahai Khalid. Engkau telah lebih dahulu melakukan banyak kebaikan bersama Rasulullah. Sedangkan Aku dan Ayahku adalah orang yang paling keras menentang Rasulullah. Biarkan Aku menebus kesalahan masa laluku. Dahulu aku memerangi Rasulullah dalam berbagai peperangan, apakah hari ini aku harus lari dari kepungan Romawi ? Hal ini tidak boleh terjadi.”

Ikrimah dengan 400 tentara Islam berani mati menerabas kepungan hingga pasukan Romawi kocar-kacir dan berhasil dipukul mundur. Seusai perang, Ikrimah tergeleletak bersimbah darah di tengah korban yang bergelimpangan. Masih sempat bertemu Khalid bin Walid sebelum ia menghembuskan nafas terakhinyra.

Dapatkah kita ambil pelajaran dari sepenggal sejarah ini ? Tidakkah ada keinginan menjadikan anak cucu PKI menjadi Ikrimah-Ikrimah zaman sekarang ? Atau, setidaknya, tidakkah kita mengizinkan mereka untuk mengikuti jejak Ikrimah ?

Sebahagian orang ada yang beralasan demi kewaspadaan dan strategi menghindari serangan pihak lain. Entahlah, apakah orang yang berkata begini lebih hebat strateginya dari pada Rasulullah saw yang menempatkan mantan musuh besar Rasullulah Umar Bin Khattab sebagai salah satu sahabat yang paling dipercaya, Khalid bik walid menjadi Panglima Perang dan Ikrimah seperti telah dikisahkan. Partai politik Islam, atau gerakan Dakwah Islamiyah, macam apa pula yang akan dibangun bila justeru menyelisihi Allah dan Rasulullah-Nya ?

“Itulah umat yang telah lalu. Baginya apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Kamu tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan.”

Begitu Alah mengatakan dalam Albaqarah 134 setelah di ayat sebelumnya diterangkan bagaiman Nabi Yakub mendidik anaknya dengan tauhid (sebagai contoh generasi terdahulu yang baik). Kemudian diulang pada Albaqarah 141 setelah diterangkan pada ayat sebelumnya tentang orang yang mengajak kepada keyakinan Yahudi atau Nasrani (sebagai contoh generasi terdahulu yang salah).

Allah menegaskan, bahwa setiap generasi tidak dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan generasi sebelumnya (baik atau pun buruk). Anak tidak dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dikerjakan olrang tuanya. Jika Allah saja pun tidak minta pertanggungjawaban seorang anak atas apa yang diperbuat orang tuanya, maka layakkah seorang yang mengaku beriman menghukun sesorang karena dosa orang tuanya?

Komunisme itu paham, bukan organisasi dan bukan pula nasab. Orang bisa saja menjadi komunis tanpa harus terdaftar sebagai anggota organisasi komunis seperti PKI, atau tidak pula harus berasal dari keturunan orang tua komunis. Jadi, jangan salah sangka. Orang berfaham (lebih tepat berideologi) komunis bisa berada di organisasi apa saja–mulai dari organisasi sosial kemasyarakatan, profesi , keagamaan sampai organisasi partai politik. Begitu juga soal nasab, anak seorang yang alim bisa tumbuh jadi seorang komunis dan sebaliknya anak seorang komunis tidak otomatis komunis.

Sebab itu, untuk mengetahui seseorang berfaham komunis atau bukan, yang perlu dilakukan adalah test mental ideologi. Bukan berdasakan keturunan. Sikap pandang hidup seseorang (komunis atau bukan) dibentuk oleh pengajaran. Ajaran apa yang lebih intens diterima, lebih lama digeluti, lebih banyak memenuhi pikiran. Kalau itu adalah komunis, jadilah ia berpandangan komunis. Sampai ada ajaran lain yang dapat mematahkan ajaran yang menjadi pandangan hidupnya itu, barulah ia akan berubah.

Di sinilah arti penting dakwah. Mengisi secera intens pikiran dan hati manusia sehingga dipenuhi ajaran Islam. Membogkar pikiran keliru manusia (komunis) dan menggantikannya dengan ajaran Islam. Wallhu a’lam bisshawab.

Ya Allah, Zat yang menguasai segala yang ada di Langit dan di Bumi; berilah kekuatan lahir bathin kepada anak cucu PKI menghadapi cobaan berat ini. Ampuni kekliruan-kekeliruan kami. Satukan hati orang-orang beriman dalam kasih sayang-Mu. Mudahkan jalan bagi mereka untuk menjadi Ikrimah-Ikrimah yang akan membela dakwah yang mulia ini. Amin.

Penulis adalah Ketua Panitia Masyumi Reborn.

  • Bagikan