Chris Rock, Armando, Lelucon

  • Bagikan

Oleh Dr Arfanda Siregar, M.Si

Meskipun sama-sama korban pemukulan, namun nasib Ade lebih tragis ketimbang Chris. Jika Chris masih masih tegar dan sehat setelah dipukul oleh Will Smith. Berbeda dengan Dosen UI tersebut. Beliau babak belur dan nyaris tak berpakaian

Chris Rock (Chris) dan Ade Armando (Ade) bisa jadi tak saling mengenal. Chris Rock adalah seorang aktor, sekaligus komedian terkenal dunia yang lahir di South Caroline, 7 Februari 1965 silam. Sedangkan Ade Armando merupakan seorang akademisi Universitas Indonesia, sekaligus penggiat jejaring sosial yang terkenal di Indonesia.

Meskipun tak saling mengenal dan berbeda profesi, namun ke duanya memiliki kesamaan nasib, yakni sebagai korban pukulan yang tak di sangka-sangka akibat lelucon dan komentar yang mereka anggab mampu menarik perhatian pemirsa.

Awal muasal Chris menjadi korban pemukulan aktor ternama Will Smith diawali dari lelucon yang dibuatnya ketika menjadi pembaca nominasi Oscar 27 Maret 2022 untuk kategori Best Documentary Features. Tak ada yang aneh jika seorang komika memancing tawa pendengar dengan lelucon. Apalagi Chris sebagai komika kawakan pasti tak lepas dari canda.

Tapi hari itu, Chris mengalami nasib naas karena bahan leluconnya menyangkut penderitaan yang sedang dialami oleh istri Will Smith, yang merupakan salah satu nominasi Oscar untuk kategori Best Actor.

Bahan leluconnya adalah istri Will Smith, Jade Pinkett, yang tengah berjuang sembuh dari penyakit alopecia, yang menyerang folikel rambut sehingga penderitanya mengalami rambut rontok. Chris mengatakan pada leluconnya bahwa istri Will Smith itu mirip seperti bintang film G.I. Jane (1997) lantaran mencukur habis rambutnya.

“Jada aku mencintaimu, G.I. Jane 2, tak sabar untuk menontonnya. Wow, itu film yang bagus,” canda Chris kepada Jada Pinkett yang merujuk film G.I. Jane kala Demi Moore tampil dengan kepala botak.

Sebagian besar penonton tertawa mendengar leluconnya. Namun tidak bagi Will Smith. Ia malah bergegas naik ke atas panggung menghampiri Chris. Ketika berhadapannya Will Smith mendaratkan sebuah tamparan keras pada pipi kiri sang komika.

Para penonton terkejut dan terdiam. Candaan tersebut telah merobek harga Will dan menyakitki batin istrinya yang sedang berjuang sembuh dari penyakit.

Apapun alasannya, tindakan Will bersalah karena tidak mampu menahan emosi. Tidak pantas mengumbar emosi di depan publik, apalagi sampai melakukan tindak kekerasan. Namun, Chris juga bersalah karena seharusnya menyadari bahwa tidak pantas menggunakan penderitaan orang lain sebagai sumber tawa, tidak manusiawi.

Apalagi yang dijadikan lelucon seorang yang sedang berjuang antara hidup dan mati. Lelucon perlu etika yang tidak menyinggung perasaan orang lain, komunitas, dan masyarakat.

Meskipun sama-sama korban pemukulan, namun nasib Ade lebih tragis ketimbang Chris. Jika Chris masih masih tegar dan sehat setelah dipukul oleh Will Smith. Berbeda dengan Dosen UI tersebut.

Beliau babak belur dan nyaris tak berpakaian setelah dipukuli oleh massa saat terjadi demonstrasi di Gedung DPR RI. Wajah Ketua Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS) tersebut berlumuran darah akibat dikeroyok saat dirinya tengah memantau demo mahasiswa.

Ade Armando, selain terkenal sebagai buzzer dari Presiden Jokowi, juga termasyur karena komentar-komentarnya sering menyalahkan pemahaman dan tafsir Islam yang biasa digunakan oleh mayoritas umat Islam Indonesia.

Meskipun tidak mempunyai otoritas di bidang keislaman sebab latar belakang pendidikannya dari Ilmu Komunikasi UI, tapi selalu rajin membahas berbagai masalah Islam yang bukan bidang ilmunya. Komentarnya tentang Islam menjadi kontraversi dan menjadi candaan baginya.

Coba saja lihat sederet komentarnya Dia pernah menyebut perintah sholat 5 waktu tidak ada di Alquran, zaman sekarang para penghapal quran tidak diperlukan lagi, panggilan azan tidak suci, mengidentikkan Allah SWT seperti manusia yang mempunyai bangsa, LGBT tidak diharamkan dalam Islam, menghina ulama, dan masih banyak lagi komentarnya yang penuh kontroversi.

Komentar-komentarnya tersebut tentu saja membuat banyak umat Islam tersinggung dan menganggab Ade sebagai musuh dalam selimut umat Islam.

Di jagat maya musuhnya banyak. Hujatan dan makian sudah menjadi makanan keseharian Ade Armando dari para netizen. Beliau juga sudah beberapa kali dilaporkan ke Bareskim Polri ke Polda Metrojaya atas tuduhan tindak pelanggaran hukum, baik pelecehan agama maupun pelanggaran UU ITE atas berbagai komentarnya.

Tapi, sampai sekarang Ade aman-aman saja berkeliaran bebas di dunia maya terus memantik emosi elemen umat Islam dengan berbagai komentarnya tentang Islam.

Seperti kata pepatah tangan mencencang, bahu memikul. Sudahlah Ade banyak musuh dari elemen umat Islam, malah ikut-ikutan mendukung demo yang menolak Jokowi tiga periode.

Sudah jelas, massa aksi demo sebagian besar berasal dari penentang Jokowi malah berada di barisan yang berseberangan dengannya. Sebagai aktivis, seharusnya Ade memahami bahwa jiwanya terancam kapan saja di sana. Apapun alasan kehadirannya, jiwanya pasti terancam.

Di tengah kerumunan massa yang berseberangan, semua kemungkinan buruk bisa saja terjadi. Dia pasti tahu bahwa setiap aksi massa pasti selalu disusupi provokator. Ade akhirnya “bonyok” dikeroyok pada aksi mahasiswa “Menolak Presiden Tiga Periode”.

Ade yang satu kelompok dengan Denny Siregar dan Eko Kuntadhi, tidak mungkin tidak tahu bahwa dia memasuki sarang singa.

Tentu saja kita semua mengutuk pelaku pengeroyok Ade yang mengumbar kebencian dengan menyiksa dan mempermalukan Ade. Pastilah para pengeroyok saat ini sudah menjadi pesakitan di kantor polisi. Lebaran ini pasti terasa pahit bagi mereka karena tak bisa berkumpul dengan keluarga.Biar mereka menanggung buah perbuatannya.

Baik yang terjadi pada Chris maupun Ade seharusnya menjadi pelajaran bahwa ucapan dan komentar tak selamanya disukai pendengar. Meskipun sekadar mengundang tawa dan perhatian pemirsa, netizen.

Menjadikan gender, cacat tubuh, difabilitas, apalagi agama sebagai candaan dan meningkatkan pamor bukan saja tidak elok, terlebih lagi berbahaya. Hal-hal tersebut sangat sensitif, berakibat fatal, serta nyawa menjadi taruhan.

Semoga ke depan para tokoh atau siapapun dia berhati-hati menggunakan materi untuk sekadar bercanda atau menaikkan popularitas. Anda hanya tinggal menanti saat naas saja. Semoga.

Penulis adalah Dosen Politeknik Negeri Medan/Mudir Islamic Center Ali Bin Abi Tholib.

  • Bagikan