Makna Ruku’

  • Bagikan
Makna Ruku’

Oleh Asep Safa’at Siregar, S.Sos.I, M.Pd

“Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’” (QS. Al-Baqarah: 43)

Ruku’ adalah salah satu rukun dalam shalat yang tentu memiliki makna untuk bisa kita fahami dan renungkan sebagai bahan i’tibar dalam kehidupan kita. Penting untuk dimaknai karena memang ruku’ adalah bagian penting dari shalat itu sendiri.

Ruku’ adalah menunduk dengan lahiriahnya kita sebagai hamba pada sang Pencipta, sebelum kemudian kita benar-benar bersujud di hadapan Allah SWT.

Maka kita meyakini setiap perintah Allah pasti ada hikmah yang besar didalamnya. Disamping itu, rukuk dapat menggugurkan dosa-dosa kita. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya apabila seseorang hamba berdiri untuk shalat maka diletakkan semua dosa-dosanya di atas kepala dan kedua bahunya. Setiap kali, ia rukuk atau sujud berjatuhanlah dosa-dosanya itu” (HR At-Tabrani).

Ruku’ adalah gerakan membungkukkan badan kedepan mulai dari pinggang hingga kepala dengan pandangan mata yang tertuju pada tempat ruku’ yaitu sajadah atau bumi atau tanah. Maknanya adalah bahwa kita harus mengakui sebagai mahkluk yang lemah yang tercipta dari tanah dan jangan sekali-kali sombong dihadapan Allah SWT. Sebab itu pula maka saat ruku’ kita dianjurkan mengagungkan Allah SWT.

Ruku’ bermakna untuk menghilangkan sifat sombong pada diri manusia, sebab sombong merupakan sifat yang tercela dan sangat sering menjerumuskan dan mencelakakan manusia. Sebagaimana kita ketahui bahwa sifat sombong adalah sifat iblis yang menyebabkannya dilaknat oleh Allah SWT hingga hari kiamat. Kesombongan iblis yang di abadikan di dalam Al-Qur’an yang juga menyebabknannya kekal didalam neraka mestinya menjadikan peringatan bagi kita agar membuang jauh-jauh sifat sombong dari dalam diri kita.

Maka dengan gerakan rukuk yang senantiasa kita lakukan dalam shalat menjadi pengingat dan simbol bahwa kita sangatlah lemah di hadapan Allah SWT. Ruku’ seolah memberikan pesan bahwa harta yang kita miliki, jabatan yang kita raih dan semua yang kita punyai merupakan pemberian dari Allah SWT yang tidak pantas untuk kita sombongkan.

Ruku’ mengingatkan kita bahwa kita berasal dari tanah yang kita injak dan suatu saat akan kembali menjadi tanah pula manakala waktunya telah tiba. Kita akan meninggalkan semua apa yang kita miliki dan akan kembali tidak berdaya saat pulang ke pangkuan Ilahi Rabbi.

Karena itu, kita semestinya melakukan rukuk dengan baik dan tenang serta meresapi makna yang terkandung didalamnya, sehingga ruku’ betul-betul meresap kedalam jiwa dan hati sanubari kita. Kita amatlah rendah dan hina di hadapan Allah Yang Mahasuci dan Mahaagung. Sebab itu dikatakan bahwa ruku sangat dibenci oleh orang-orang yang didalam hatinya bercokol rasa sombong atau angkuh.

Gerakan ruku’ harus mampu menampakkan kekhusukan dan ketawadhuan kita karena ruku’ bukan hanya ketundukan lahir saja tapi juga ketundukan rohani. Sebagai seorang hamba kita dituntut untuk patuh dan tunduk kepada Allah SWT. Maka sebisa mungkin kita harus mengupayakan agar ketundukan kita betul-betul sempruna di hadapan Allah SWT. terutama saat menajalankan ibadah. Sebab rukuk merupakan simbolisasi ketundukan seorang hamba yang rela dengan tulus merukukkan kepala sebagai mahkota paling tinggi manusia kepada Allah SWT. Rukuk sesungguhnya bukan hanya menundukkan kepala, melainkan yang lebih penting ialah merukukkan segenap potensi diri, mulai dari kepala sampai kepada seluruh organ spiritual kita, seperti kalbu, jiwa, dan akal pikiran.

Seseorang tidak akan mencapai hakikat dan tujuan rukuk jika yang rukuk hanya lahiriah tanpa disertai batin atau sebaliknya batin tanpa disertai lahiriah. Para ulama kita menjelaskan bahwa ruku merupakan wujud tata krama dan keadaban individu (al-adab) dan sujud adalah wujud keakraban (al-qurb). Ini menjadi isyarat bahwa barang siapa yang ingin mendapatkan kedekatan dan keakraban dengan Allah SWT maka terlebih dahulu ia harus melewati fase ketundukan dan keberadaban.

Pentingnya kesempurnaan rukuk menjadi penentu kesempurnaan sujud kita. Artinya, jika orang gagal membangun ketundukan dengan rukuk, biasanya juga akan gagal meraih kedekatan dalam sujud. Itulah sebabnya ruku didahulukan baru sujud. Kalangan ulama tasawuf menyebut ruku adalah kefanaan awal (al-fana’ al-awwal) dan sujud adalah kefanaan sempurna (al-fana’ al-kamil). Bermacam-macam orang mengapresiasi ruku. Seorang sufi bernama Rabi’ ibn Haitham diceritakan pernah ruku mulai tengah malam sampai Subuh dalam satu ruku. Ia sangat menikmati indahnya ruku.

Bila juga kita membaca riwayat yang terkandung dalam peristiwa Mi’raj Nabi Muhammad SAW, ketika sedang ruku ia menyaksikan makam paling tinggi, yakni ‘Arasy yang menakjubkan, lalu di dalam ruku’nya ia mengucapkan Subhana Rabbiyal ‘Adhim wa bihamdih (Mahasuci Tuhan Yang Mahabesar dan segala pujian hanya untuk-Nya).

Tentu ucapan ini dipahami betul saat melihat ‘Arasy karena di tempat itulah ia menerima perintah shalat. Ketika bangkit dari ruku melihat cahaya ‘Arasy meliputi dirinya dan pada saat itu ia membaca Sami’allahu liman hamidah, kemudian ia tersungkur di dalam sujud di hadapan Tuhannya Yang Mahaagung.

Jika ruku dilakukan dengan benar-benar membersihkan diri dari berbagai sifat egois dan ketakjuban diri, kemudian menghilangkan berbagai imajinasi di dalam pikiran dan sepenuhnya kepasrahan diri memuncak kepada Allah SWT, maka keadaan inilah yang mengantarkan diri seseorang merasakan kefanaan jiwa.

Hidayah dan petunjuk Allah SWT akan menunggu bagi siapa pun yang mencapai puncak kekhusyukan di dalam rukuk. Dengan rukuk maka Allah SWT akan memberikan kita kemenangan. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, sembahlah Tuhanmu, dan perbuatlah kebaikan, supaya kamu mendapat kemenangan” (QS. Al-Hajj:77). Semoga kita termasuk ahli ruku’ yang diterima Allah SWT. Amin. Wallohu a’lam.

(Guru di Pesantren Modern Unggulan Terpadu Darul Mursyid/PDM, Tapanuli Selatan)

.

Penulis: Oleh Asep Safa’at Siregar, S.Sos.I, M.Pd
  • Bagikan