Mendapat Naungan Allah SWT

  • Bagikan

“Maka apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua). pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dan dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkan” (QS. ‘Abasa: 33-37)

Mendapat naungan Allah SWT. Tiada keabadian dalam hidup ini, saatnya akan berakhir dan punah, tiada lagi tempat untuk berteduh, tidak tahu juga harus pergi kemana untuk menyelematkan diri, apalagi nanti saat kehancuran bumi telah tiba.

Sungguh hari itu mengkhawatirkan dan menakutkan, kecuali bagi orang-orang yang diistimewakan Allah SWT, yaitu orang-orang yang mendapatkan naungan Allah SWT sebagai hamba pilihan-NYA, disebutkan dalam hadis:

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tujuh golongan yang dinaungi Allâh dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allâh.’ Dan (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya” (HR. Bukhari).

Dari hadis tersebut dapat dijelaskan bahwa tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah SWT; Pertama, imam yang adil. Imam (seorang pemimpin) dalam makna yang luas, jika berlaku adil dalam kepemimpinannya dan tidak  melakukan kezhaliman, kecurangan dan pengkhianatan, maka Allah Swt akan memberi naungan baginya.

Nilai-nilai keadilan sangat penting bagi seorang pemimpin, karena sesuatu yang dipimpin jika dilakukan dengan adil, maka akan sukses, aman dan sejahtera, serta menghasilkan kebahagiaan. Kewajiban berlaku adil sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an:

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (QS. An Nahl: 90).

Seorang pemimpin akan mempertanggungjawabkan apa yang sudah dipimpinnya, karena kepemimpinan tersebut adalah amanah yang dititipkan Allah SWT, ia tidak boleh semena-mena saat berkuasa, apalagi menyusahkan dan menyengsarakan yang dipimpinnya, jika ia menyalahkangunakan kekuasaannya, sebenarnya ia telah berkhianat kepada Allah SWT sebagai pemilik kekuasaan:

“Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS.Ali-Imran : 26).

Kedua, seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah SWT. Hidup adalah ibadah, hidup didunia ini adalah jalan untuk menuju Allah SWT, maka dari itu perlu mempersiapkan diri melalui ibadah. Beribadah bukan ketika sudah tua, di saat tidak berdaya kemudian baru mau beribadah.

Tetapi dalam setiap denyut nadi dan nafas hidup ini selalu harus beribadah kepada Allah swt, sejak kecil, remaja, apalagi disaat menjadi pemuda yang istiqamah dalam kesholihannya sampai akhir hidupnya untuk ibadah, Allah SWT akan memberikan naungan baginya.

Dalam sebuah hadis diriwayatkan: Dari Muadz bin Jabal dia berkata; Rasulullah Shalallah Alaihi Wa Sallam memegang tanganku sambil berkata kepadaku: Aku mencintaimu wahai Muadz!” Lalu aku juga berkata: Aku juga mencintai Engkau wahai Rasulullah Shalallah Alaihi Wa Sallam! Lalu beliau Shallallallahualaihi wasallam bersabda: Janganlah kau meninggalkan bacaan berikut ini setelah usai shalat.”Ya Allah, tolonglah aku untuk ingat dan bersyukur kepada-Mu, serta beribadah kepada-Mu dengan baik” (HR. Abu Dawud).

Ketiga, seseorang yang hatinya terpaut (cinta) kepada masjid. Masjid adalah rumah Allah sebagai pusat peradaban umat, seseorang yang hatinya terpaut ke Masjid artinya memakmurkan masjid, menghidupkan shalat berjamaah lima waktu, masjid menjadi pusat kajian ilmu-ilmu al-Quran dan keislaman, dan menjadi energi kekuatan shilaturrahim umat melalui syiar-syiar Islam.

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. At-Taubah: 18).

Keempat, dua orang yang mencintai karena Allah SWT. Dua orang yang mencintai karena Allah SWT, bertemu dan berpisah karena Allah SWT. Mencintai karena Allah adalah anugerah yang terindah bagi manusia. Karena jika mencintai karena Allah, akan dicintai Allah, maka Allah akan memberikan kebahagiaan, kemudahan dan kemuliaaan bagi hamba-NYA.

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (QS.Ar-Rum: 21).

Disebutkan dalam satu riwayat, “Dari Anas, dari Nabi SAW Beliau bersabda: “Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman, (yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api Neraka” (HR. Bukhari).

Kelima, seorang pemuda yang diajak berzina lalu menolaknya. Kisah Nabi Yusuf as, ketika diajak berzina oleh zulaikha wanita cantik jelita dan kaya raya, maka Nabi Yusuf as menolaknya, sekalipun ada kesempatan, karena takutnya kepada Allah SWT, ini isyarat agar para pemuda-pemudi dan siapa saja di zaman sekarang ini dapat menjadikan Nabi Yusuf as sebagai contoh keteladanan, apapun bentuk perzinahan itu wajib untuk menjauhinya.

Karena hal tersebut sangat dibenci Allah Swt, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Israa’ : 32).

Nabi SAW bersabda:”Wahai golongan orang-orang Islam, takutlah kalian pada perbuatan zina, sesungguhnya dalam zina ada enam akibat, tiga akibat di dunia dan tiga akibat di akhirat. Adapun yang di dunia adalah hilangnya kewibawaan, pendeknya umur dan kekalnya kefakiran. Adapun yang diakhirat adalah murka Allah yang Maha Barokah dan Maha Luhur, jeleknya hisab dan siksa Neraka” (HR. Baihaqi).

Keenam, seseorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi. Bersedekah dengan sembunyi-sembunyi  adalah ketika bersedekah dengan tangan kanannya, maka tangan kirinya tidak tahu. Ketika memberi cukup hanya Allah yang tahu tentang pemberian tersebut, karena riya’ atau memamerkan sedekah dapat merusak nilai sedekah itu sendiri.

Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Baqarah: 271).

Kebahagiaan yang sesungguhnya bukan seberapa banyak harta dan keuntungan yang kita miliki, tetapi seberapa banyak orang yang mendapatkan kebaikan dan manfaat dari apa yang kita miliki.

Ketujuh, seseorang yang berzikir kepada Allah lalu menitik air matanya. Orang yang berzikir kepada Allah dalam keadaan sendiri, teristimewa di keheningan malam kemudian menangis, merasakan bahwa Allah itu selalu ada bersamanya, terasa dekat, setiap berzikir menyebut Asma Allah mampu menggoncangkan kalbu, menggetarkan rasa dan meraga sukma, sehingga menyadarkan manusia akan kebesaran Allah dan kekecilan dirinya di hadapan Allah SWT, sehingga rasa bahagia dan harunya dalam berzikir itu dapat meneteskan air mata.

Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. (At-Taubah: 82). Semoga kita adalah orang-orang yang akan mendapatkan naungan Allah SWT Aamiin.

(Guru Besar Fakultas Ushuluddin Dan Studi Islam UIN SU)

  • Bagikan