Mengumbar Dosa

  • Bagikan
<strong>Mengumbar Dosa</strong>

Oleh Tantomi Simamora

“Sesungguhnya orang yang beriman melihat dosa-dosanya seperti ketika duduk di bawah gunung, dia takut kalau gunung tersebut jatuh menimpanya. Adapun orang yang fajir melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang lewat (terbang) di depan hidungnya” (HR. Bukhari)

Mengumbar dosa. Dosa adalah nilai-nilai buruk karena telah melanggar aturan Tuhan, dimana sebagai seorang hamba ketika melakukan perbuatan dosa, mestinya segera memohon ampun kepada  Allah SWT dengan menyesali semua perbuatan yang salah dan berjanji tidak akan mengulanginya.

Inilah sesungguhnya yang disebut dengan istilah taubat. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT: “Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang” (Q.S Annisa:110).

Ada banyak sekali Kasih sayangnya Allah SWT kepada hambanya sehingga tidak ada yang bisa menandinginya. Karena itu, orang yang meminta ampun dengan hati yang tulus, pastinya akan mendapati Allah SWT dengan kasih sayang yang sesungguhnya.  Karena itu kita tidak boleh bosan untuk meminta ampun sampai kita benar-benar orang yang bertaqwa. 

Manusia penuh khilaf dan salah, karena itu setiap saat kita dianjurkan untuk memohon ampun kepada Allah SWT serta menjaga perkataan dan prilaku yang berakibat buruk, baik kepada diri kita maupun kepada orang lain.

Tidak ada manusia yang dapat memastikan bahwa dosa kita telah terampuni atau tidak, namun sebagai tanda orang yang diterima taubatnya adalah ketika seseorang bisa berubah yang sebelumnya kurang baik menjadi lebih baikyang sebelum makan dan minum dari yang haram menjadi makan yang halal, yang sebelumnya suka mencela menjadi manusia yang lebih Arif dan bijaksana dan tanda-tanda kebaikan lainnya. 

Namun seiring dengan perjalanan waktu, acap kali kita bangga dengan perbuatan dosa yang sudah kita lakukan mengumbarkannya kepada orang lain. Terkadang kita merasa bahwa cerita tentang kejahatan dan dosa yang pernah dilakukan bisa menggugah hati orang lain untuk tidak mengulangi perbuatan dosa yang pernah kita lakukan.

Tapi rasa bangga terhadap pelaksanaan perbuatan dosa itu bisa saja merusak keimanan kita sehingga rasa bangga itu menjadi rasa sombong karena kejahatannya lebih hebat dari orang lain. Bukankah rasa bangga dan sombong yang mengakibatkan iblis tergolong makhluk yang sesat. 

Kita tidak tahu, apakah dosa-dosa yang telah lalu sudah terampuni atau tidak. Dengan menceritakannya kepada orang lain, berarti kita sudah mengungkitnya kembali di hadapan orang lain. Perbuatan seperti ini tentunya  bisa saja berdampak positif dan bisa juga berdampak negatif.

Sebab orang lain yang mendengarkan cerita tentang dosa akan memiliki perbedaan pendapat. Menceritakan dosa kepada orang lain juga bisa menjadi penambah kesaksian sehingga orang yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu. 

Cukuplah kita mengungkit perbuatan dosa di hadapan Allah SWT dengan disertai perasaan menyesal dengan memohon ampun dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Namun dalam memohon ampun kepada Allah SWT tidaklah mudah, terlebih dahulu membersihkan hati dan membentenginya dengan kekokohan iman sehingga tidak mudah terpedaya dengan perbuatan Iblis.

Memang tidak dapat dipungkiri sesuai dengan tujuan setan untuk menggoda manusia ke jalan yang sesat, mereka akan selalu mengintai hamba-Nya untuk melakukan dosa. Mungkin inilah sebabnya kita banyak yang mewarisi sifat sombong dari setan.

Sering kali hati kita merasa bangga dengan pencapaian prestasi baik dan buruk, terlena dengan pujian yang berujung kepada sombong. Ketika sudah sampai pada level sombong, maka dengan sendirinya ia akan mulai bangga dan merendahkan orang lain.

Angkuh dan sombong adalah penyakit hati yang sangat sulit untuk diobati. Penyakit hati seperti sombong tidak akan pernah sembuh selama kita tidak mau mensucikan hati serta mengembalikan semuanya hanya kepada Allah SWT.

Bahayanya penyakit ini salah satunya bisa lupa diri dalam waktu yang cukup lama sehingga ketika sudah wafat baru benar-benar sadar bahwa manusia tidak berdaya. Maka sebelum menyesal  hendaknya kita bisa mengobati diri dengan obat hati seperti membaca Al-Qur’an, berzikir, beribadah dan memohon ampun kepada Allah SWT.

(Guru Pesantren Modern Unggulan Terpadu Darul Mursyid/PDM Kab. Tapanuli Selatan)

  • Bagikan