Mudik Bersama Pandemi Global

  • Bagikan

Oleh Budi Agustono

Dalam waktu hitungan hari tiket kereta api, pesawat dan bus habis terjual. Walau pandemi global belum menghilang masyarakat tak bisa dibendung mudik. Pemudik perorangan dan keluarga akan mengalir mudik di keempat April 2022

Memasuki minggu keempat April 2022 perantau dari kota besar melakukan persiapan mudik. Mudik kata lain dari pulang kampung. Tradisi mudik berlangsung saban tahun setelah menunaikan ibadah puasa selama tiga puluh dengan shalat Idul Fitri bersama keluarga di tempat kelahiran.

Ada yang lama tidak mudik, ada yang sudah beberapa kali pulang kampung dua belas bulan atau lebih, lalu kembali mudik berkumpul bersama keluarga bermaafan dengan orang tua, saudara dan kerabat lainnya.

Kuatnya tradisi mudik pertanda pemudik dari manapun asalnya setelah sekian lama tak bersua dan berkumpul dengan keluarga rindu kepada orang tua dan tempat kelahirannya. Di tempat kelahirannya inilah mereka beroleh pendidikan, berinteraksi hangat dengan orang tua dan keluarga, bersekolah, berkawan dengan kawan sebaya, saling sapa dengan tetangga setelah pulang sekolah.

Sepulang sekolah untuk menambah pengetahuan agama belajar di madrasah. Ada yang melanjutkan ke pesantren atau perguruan tinggi. Setelah menyelesaikan pendidikan mereka merantau mencari peruntungan hidup.

Di daerah rantau (kota besar) mereka bertarung mencari pekerjaan sesuai pendidikannya. Setelah bekerja mencari tempat tinggal kemudian menikah dan mempunyai anak. Terbentuklah keluarga. Di daerah rantau perantau bekerja sepanjang hari, malam tiba di rumah, berkumpul bersama keluarga.

Tidak ada waktu untuk bertemu siapapun lantaran sesampai di rumah istirahat, tidur, disambung pagi hari menyiapkan keperluan keluarga dan kembali bekerja. Begitulah rutinitas hidup di kota besar. Hari bertukar hari sampai akhirnya tanpa disadari berbilang bulan dan tahun tidak berjumpa dengan orang tua dan sanak keluarga di kampung halaman.

Itulah sebabnya sewaktu akhir Ramadhan dan merayakan Idul Fitri mereka memaksakan diri mudik untuk bertemu orang tua, saudara dan kawan-kawan di kampung halaman. Sewaktu berkumpul bersama orang tua, saudara dan kawan sekampung mereka bercerita suka duka, pekerjaan dan peluang perbaikan hidup dan tentu saja cerita sukses kerja (hidup).

Mereka saling berbagi informasi dan saling bertukar pengalaman. Yang sukses hidup menjadi orang berbagi dan memberi rezeki kepada yang membutuhkan. Berbagi dan memberi kepada keluarga, bertemu sanak saudara dan terpanggil melihat kampung halaman membuat mereka menjadi fitri, suci dan bersih layaknya seorang bayi.

Bersih hati, bersih pikiran dan bersih dari rutinitas pekerjaan yang mendera hidup saat berada di daerah rantau. Itulah suasana tradisi mudik sebelum dunia dihantam Covid-19 (pandemi global).

Hampir tiga puluh bulan lamanya bangsa kita digebuk pandemi global yang menggilas bangsa membuat sektor ekonomi terpukul berat sehingga banyak usaha ekonomi bangkrut. Bangkrutnya sektor ekonomi menjalar hilangnya pekerjaan.

Pandemi global yang mengenalkan budaya baru jaga jarak, pakai masker, membatasi pergerakan dengan selalu membawa pembersih tangan. Ditambah dilarang mendekat keramaian di ruang publik membuat terbangunnya budaya bersih di masyarakat sebagai upaya memutus rantai penularan Covid-19 yang telah menewaskan ribuan orang.

Virus dunia mematikan ini telah mengubah relasi tatap muka manusia di planet bumi. Berbagai kebijakan kesehatan diintroduksi guna mencegah masyarakat tertular virus yang mulanya dari China ini.

Kota-kota besar lantaran menerapkan kebijakan kesehatan menjadi sepi. Lalu lalang berkendaraan di jalanan makin sedikit, tempat perbelanjaan lengang, sekolah menerapkan pertemuan daring, tidak tatap muka seperti sebelumnya. Jika melakukan perjalanan darat, laut dan udara harus memiliki bukti tes kesehatan.

Di masa pandemi global penggunaan aplikasi digital melalui telepon seluler (ponsel) untuk memesan keperluan sehari-hari kian menaik tajam guna menghindari pertemuan fisik dengan orang. Setiap orang siapapun itu dicurigai tidak bersih diri lantaran dianggap membawa virus mematikan di tubuhnya.

Banyak lagi kebijakan Covid-19 yang menghalangi pergerakan manusia akibat merajalelanya virus yang berubah-ubah variannya ini.

Ikatan

Ponsel dengan bermacam aplikasi digitalnya semakin akrab digunakan memesan makanan, minuman, barang elektronik, buku, dan keperluan sehari-hari lainnya. Dengan menggunakan aplikasi digital apa saja yang dipesan dalam hitungan jam tiba di rumah.

Pengantar barang (ojek) daring sewaktu mengantarkan pesanan ke rumah tidak bisa langsung bertemu pemesannya karena menghindar bertemu orang luar . Khawatir tertular virus pemesan meminta pengantar barang meletakkannya di halaman rumah atau tempat yang disediakan untuk barang pesanan.

Setelah pengantar barang meninggalkan rumah, pemesan keluar mengambil barangnya. Barang pesanan tidak langsung dibuka tetapi harus disemprot lebih dulu dengan penyemprot kuman untuk membunuh “musuh” di kemasan barang.

Aplikasi teknologi di ponsel setiap waktu digunakan untuk bertatap muka semisal zoom, whatsapp, telpon atau panggilan video. Panggilan video memerpendek jarak antara satu kota dengan kota lainnya dan satu negara dengan negara lainnya seolah sedekat genggaman tangan di ponsel.

Di masa menaiknya pandemi global panggilan video atau zoom menjadi media komunikasi tatap muka untuk berbagai aktivitas. Meski teknologi digital di genggam dalam tangan tetapi ini tak dapat mengganti sepenuhnya kerinduan bertemu tatap muka pulang ke kampung halaman sewaktu di akhir Ramadhan dan merayakan Idul Fitri.

Seperti terlihat di minggu keempat April 2022 saat pemerintah melepas peraturan tentang mudik yang dua tahun belakangan ada pelarangan mudik lantaran menaiknya pandemi global, masyarakat telah menyiapkan diri mudik ke kampung halamannya.

Dalam waktu hitungan hari tiket kereta api, pesawat dan bus habis terjual. Walau pandemi global belum menghilang masyarakat tak bisa dibendung mudik. Pemudik perorangan dan keluarga akan mengalir mudik di keempat April 2022.

Jika dua tahun belakangan kampung halaman sepi pemudik pada April – Mei 2022 desa, kampung, kecamatan, dan kabupaten akan dibanjiri pemudik dari kota-kota besar. Sudah dua tahun mereka tidak bertemu orang tua dan keluarga. Kerinduan bertemu keluarga dan ingin menjadi manusia suci atau fitri tidak bisa terbendung sehingga mudik ke kampung halamannya.

Aplikasi teknologi digital meski l rupanya tidak bisa mencegah orang hanya bertemu dan berbicara di telepon, panggilan video dan zoom. Tradisi tatap muka, bertemu dan berkumpul dengan kerabat dan sanak saudara untuk memerkuat ikatan batin yang merupakan ciri masyarakat agraris atau meminjam bahasanya sosiolog Ferdinand Tonnies sebagai gemeinschaft tak hilang digempur golobalisasi dan digitalisasi teknologi ke perdesaan dan perkampungan.

Pemudik ingin pulang ke tanah lahirnya untuk mempertautkan dan merekatkan kembali katan batin, ikatan emosi dan ikatan kekerabatan kembali emosi dan kekerabatannya di tempat asal usul kelahirannya.

Mudik bersama pandemi global tidak terhindarkan walaupun terjadi penurunan penularan. Pemudik mengerti jika ingin terhindar dari serangan virus mematikan saat bertemu sanak saudara di kampung tetap memakai masker dan selalu cuci tangan agar tubuhnya bersih agari Covid-19 menjauh dari tubuhnya.

Semoga pemudik bersama pandemi global setelah usai libur bersama Idul Fitri tidak menyebabkan kenaikan penularan Covid 19 sewaktu pulang ke daerah rantau tempat pemudik menenggelamkan waktunya untuk meneruskan survivalias hidup.

Penulis adalah Guru Besar Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

  • Bagikan