Ramadhan Syarut Tarbiyah

  • Bagikan

Oleh Zulkarnain Lubis

Ringkasnya, bulan Ramadhan akan betul-betul menjadi bulan pendidikan (syahrut tarbiyah) bagi kita, apabila kita menjalaninya dengan ikhlas, melakoninya dengan penuh kesabaran dan ketabahan, bersikap jujur terhadap apa yang kita lakukan…

Bulan Ramadhan memiliki banyak nama seperti syahrul Qur’an, syahrul qiyam, syahru ad du’a, syahru ar rahmah, syahrul maghfirah, syahrul ash shodaqah, syahrul baraqah, dan syahrut tarbiyah, namun pada kesempatan ini, yang akan dibahas adalah maknanya sebagai syahrut tarbiyah atau bulan pendidikan.

Bulan Ramadhan dikatakan sebagai bulan pendidikan karena di bulan ini, Allah SWT memberi kesempatan menjalani pendidikan kepada setiap Muslim beriman untuk menjadi pribadi tangguh dan handal secara langsung melalui ibadah puasa dan ibadah lainnya. Di akhir proses pendidikan tersebut, bagi yang dinyatakan lulus ujian, akan “diwisuda” dan akan mendapatkan gelar takwa. 

Mungkin juga bisa diibaratkan selama Ramadhan, mereka yang beriman ini diibaratkan “kepompong” yang di akhir Ramadhan nanti In Sha Allah akan bermetamorfosa menjadi kupu-kupu yang indah, identik dengan cerita di atas In Sha Allah kita akan dianugerahi gelar takwa. Sebuah predikat indah yang tidak semua orang mampu mendapatkannya.

Dengan ibadah di bulan Ramadhan ini, melalui proses pendidikan yang dijalani mestinya setidaknya akan kita dapatkan peningkatan kecerdasan emosional dan tentu saja peningkatan kecerdasan spritual. Dalam bulan suci Ramadhan, salah satu hasil dari proses pendidikan yang dapat kita peroleh adalah peningkatan kecerdasan emosional yaitu meningkatnya kesadaran diri sendiri, meningkatnya kemampuan mengelola diri sendiri, kesadaran sosial, dan meningkatnya keterampilan sosial.

Dengan latihan mengendalikan diri untuk tidak makan dan minum, serta istiqamah untuk mengendalikan nafsu amarah dan menghindari fitnah, ghibah, kedengkian, keangkuhan, kesombongan dan ucapan kebencian, diharapkan akan memupuk kecerdasan emosional yang lebih baik dalam diri kita. Ramadhan juga mendidik untuk jujur dan amanah. Kita dididik jujur untuk tidak makan dan minum meskipun bisa lakukan diam-diam. Sikap jujur, berintergritas, dan amanah inilah yang membuat kita lebih mampu mengendalikan diri dan apabila kita istiqamah dalam kejujuran dan integritas sampai selesai Ramadhan, hal ini menjadi salah satu indikator kecerdasan emosional kita yang telah menjadi lebih baik.

Ibadah Ramadhan, khususnya puasa, juga melatih sabar dan tabah menghadapi godaan, terpaan, dan cobaan. Kita sabar dan tabah merasakan lapar dan haus serta berbagai godaan yang mungkin datang, kita tetap bertahan sampai saatnya tiba untuk berbuka. Jika motivasi, rasa optimis, dan karakter kuat ini mampu dipertahankan sesudah habis bulan puasa, hal ini juga merupakan pertanda bahwa kita telah berhasil meningkatkan kecerdasan emosional kita.

Ketabahan dan kesabaran dalam menahan lapar dan dahaga, serta menjaga suasana hati sampai saatnya berbuka, tidak diartikan bahwa saat berbuka menjadikan diri kita lepas kendali dengan membiarkan diri kita melampiaskan nafsu dengan makan dan minum seakan tanpa batas serta membiarkan mulut dan hati kita berbuat hal-hal tercela. Justru menjaga diri dan hati ini harus istiqamah dengan terus dipertahankan baik sedang berpuasa, ketika sesudah berbuka, maupun sesudah berada di luar bulan Ramadhan, dimana makan dan minum cukup sewajarnya saja dan hati terus terpelihara. 

Satu lagi pendidikan yang dipetik saat setiap berbuka adalah meningkatnya rasa syukur. Sabda Rasulullah SAW, bagi orang yang melaksanakan ibadah puasa ada dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Allah. Atas kebahagiaan tersebut, kita patut bersyukur dan terus bersyukur, sehingga nikmat Allah terus kita dapatkan, karena Allah menjanjikan akan menambah nikmat-NYA, apabila kita bersyukur.

Dalam bulan Ramadhan, kita diperintahkan meningkatkan kepedulian dengan saling berbagi. Berbagai pendidikan melalui kepedulian ini diharapkan tentunya akan meningkatkan empati kita terhadap sesama ummat manusia, bahkan dengan merasakan lapar dan dahaga yang kita alami diharapkan menumbuhkan kesadaran kita betapa menderitanya orang kurang beruntung yang hari-harinya dihiasi dengan lapar dan dahaga. Sehingga hal ini diharapkan akan mendidik kita untuk lebih berempati dan peka terhadap masalah dan kesusahan orang lain. 

 Kita akan menjadi lebih mampu merasakan emosi orang lain, berusaha ikut membantu memecahkan persoalan orang lain, dan menjadikan kita lebih senang melayani daripada selalu minta dilayani orang lain. Dengan meningkatnya empati terhadap orang lain, akan semakin mendorong kita untuk ringan tangan membantu orang lain, semakin meningkatkan gairah kita untuk bersedekah, berinfak, maupun menunaikan zakat kita, baik zakat mal maupun zakat fitrah. 

Tingginya empati, meningkatnya gairah untuk menolong dan memberi, serta kentalnya sikap kepelayananan adalah perwujudan membaiknya kecerdasan emosional kita yang diperoleh melalui pendidikan setiap bulan Ramadhan, yang diharapkan akan terus istiqamah dilakoni sesudah Ramadhan berlalu. 

Selain merupakan proses pendidikan untuk pengembangan kecerdasan emosional, bulan Ramadhan juga menjadi momen yang tepat untuk meningkatan kecerdasan spiritual yaitu kemampuan seseorang untuk dapat mengenal dan memahami dirinya sepenuhnya sebagai makhluk spiritual maupun sebagai bagian dari alam semesta. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual sadar bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan alam semesta dan merasakan adanya kekuatan yang lebih besar dan Mahabesar dibanding jagad raya dan seluruh isinya. 

Dengan berkembangnya kecerdasan spiritual, seseorang dapat merasakan bagaimana berhubungan dan merasakan ketergantungannya terhadap “Sesuatu” Yang Maha Besar, yaitu Allah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk memperoleh makna dari kehidupan dan menghubungkan seseorang dengan Allah SWT, yang Maha Tanpa Batas, Maha Tak Terhingga, dan Mahakuasa. Dengan memahami makna kehidupan dan hubungan dengan Allah, seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual bisa memahami sepenuhnya hakikat kehidupan yang dijalaninya dan ke mana akan pergi selanjutnya.

Dalam upaya mendapatkan gelar takwa, sebagai orang-orang beriman yang diwajibkan untuk berpuasa sebagaimana perintah Allah, kita berusaha meningkatkan ketaatan kita kepada Allah untuk menghiasi bulan Ramadhan ini dengan berbagai kegiatan ibadah secara intensif, mulai dari berpuasa, memperbanyak dzikir, melakukan shalat tarawih dan witir, membaca Al-Qur’an dan kegiatan lainnya yang substansinya adalah mendidik kita untuk berkembangnya kecerdasan spiritual secara baik.

Berbagai kegiatan ibadah tersebut akan membuat kita lebih banyak merenungi diri, mengenali diri siapa kita sesungguhnya, dan meresapi apa sesungguhnya yang dicari dan apa sesungguhnya tugas dan fungsi kita hidup di dunia ini, sehingga membuat mampu memberikan penilaian yang lebih objektif terhadap diri sendiri, makin merasakan kehadiran Allah dalam setiap gerak langkah bahkan dalam setiap detak jantung, aliran darah, dan tarikan nafas kita.

Dengan melaksanakan berbagai ibadah di bulan Ramadhan ini secara intensif, yang dilakukan dengan istiqamah, yang dibarengi dengan keikhlasan, dan ketulusan semata-mata untuk mencari ridho Allah, maka makin kuat keyakinan kita akan ketidakberdayaan kita di hadapan Allah dan makin menyadarkan kita dengan segala Ke-Maha-an yang dimiliki Allah.

Ringkasnya, bulan Ramadhan akan betul-betul menjadi bulan pendidikan (syahrut tarbiyah) bagi kita, apabila kita menjalaninya dengan ikhlas, melakoninya dengan penuh kesabaran dan ketabahan, bersikap jujur terhadap apa yang kita lakukan dan lalui, amanah dalam menerima tugas untuk menunaikannya, serta terus istiqamah ketika kita sudah mampu melaluinya dengan sebaik-baiknya, baik selama Ramadhan maupun sesudah Ramadhan. 

Kecerdasaran emosional dan kecerdasan spiritual kita akan menjadi lebih baik yang tergambar dalam kehidupan kita sehari-hari, yaitu semakin meningkat kesadaran diri, semakin meningkat kemampuan mengelola diri sendiri, kesadaran sosial, dan keterampilan sosial, serta semakin merasakan kehadiran Allah dalam segala aspek kehidupannya. 

Penulis adalah Guru Besar UMA dan Rektor Institut Bisnis IT&B.

  • Bagikan