Satu Aset 2 Putusan, Ratusan Massa Tentang Eksekusi Lahan

  • Bagikan
Ratusan massa menolak eksekusi aset tanah yang di atasnya berdiri bangunan atau rumah khas Melayu. (Waspada/Ria Hamdani)
Ratusan massa menolak eksekusi aset tanah yang di atasnya berdiri bangunan atau rumah khas Melayu. (Waspada/Ria Hamdani)

BINJAI (Waspada): Ratusan massa menolak eksekusi lahan dengan luas 1.212 meter persegi di Jalan Jenderal Sudirman, Kelurahan Kartini, Kecamatan Binjai Kota, Rabu (22/11).

Penolakan ratusan massa ini bukan tanpa alasan. Mereka menilai, eksekusi cacat hukum karena memiliki dua putusan pengadilan yang sama-sama inkrah atau memiliki putusan tetap.

Dalam eksekusi yang dilakukan PN Binjai itu, ratusan massa yang melakukan penolakan dikawal petugas kepolisian, TNI, dan Satpol PP. Situasi sempat memanas, koordinator aksipun diamankan petugas kepolisian.

Tak lama berselang, situasi mereda dan pihak PN Binjai membacakan dasar eksekusi. Selanjutnya, eksekusipun dilakukan dengan pengawalan ketat aparat gabungan.

Menyikapi perkara ini, penasehat hukum dari pihak yang dieksekusi, Said Azhari, menegaskan, bahwa eksekusi yang dilakukan PN Binjai cacat hukum. Sebab, dalam perkara perdata ini memiliki dua surat putusan pengadilan yang sah.

Said menjelaskan, dalam perkara ini pihaknya sudah terlebih dahulu mengajukan gugatan dan PN Binjai mengeluarkan putusan nomor 39/PdtG/2015/PN-Bnj. “Dalam putusan itu sudah jelas, aset yang dieksekusi hari ini adalah milik klien kami yang merupakan keturunan raja-raja Melayu Binjai,” ucapnya.

Kemudian, lanjut Said, pihak tergugat dalam putusan 39/PdtG/2015/PN-Bnj dengan inisial LF, melakukan gugatan ke PN Binjai. Dalam gugatan itu, disertakan putusan 39/PdtG/2015/PN-Bnj untuk dibatalkan secara hukum.

“Gugatan untuk membatalkan putusan 39/PdtG/2015/PN-Bnj ditolak oleh majelis hakim. Majelis hakim beralasan tidak memiliki hak untuk membatalkan putusan dimaksud. Hanya saja, majelis mengabulkan permohonan LF terkait kepemilikan aset,” terangnya.

“Dengan demikian, muncul dua surat keputusan yang inkrah. Karena PN Binjai tidak membatalkan putusan 39/PdtG/2015/PN-Bnj yang kami miliki. Seharusnya, dengan putusan PN Binjai yang dimiliki LF, mereka melakukan peninjauan kembali (PK) agar putusan inkrah yang kami miliki dibatalkan. Sehingga tidak terjadi satu aset dua putusan inkrah,” tambahnya.

Said melanjutkan, dalam perkara ini juga terindikasi adanya tindak pidana. “Kami menduga SHM milik LF palsu. Kami sudah cek ke BPN dan lapangan, tidak ada dasar LF miliki SHM nomor 1/1969. Sedangkan klien kami jelas memiliki surat grand sultan tahun 1938. Bahkan, aset dalam SHM LF bukan aset yang kami miliki, tetapi berada tepat di belakang aset milik kami,” ungkapnya.

Terkait tindak pidana dugaan pemalsuan SHM itu, Said menyebutkan, bahwa sudah diproses di Polres Binjai dan dua kali gelar perkara di Poldasu. “Laporan pidana juga sudah sangat lama, sejak tahun 2016 tetapi tidak kunjung ditetapkan tersangka. Padahal menurut kami, dua alat bukti untuk menetapkan tersangka sudah terpenuhi. Ini akan kami kejar demi tegaknya hukum di negeri ini,” pungkasnya. (a34)

  • Bagikan