Save Orangutan

  • Bagikan
<strong><em>Save</em></strong><strong> Orangutan</strong>

Oleh Evansus Renandi Manalu

Sejatinya ancaman utama  adalah kerusakan dan fragmentasi hutan akibat penebangan kayu baik legal maupun illegal serta konversi lahan untuk pertanian, perkebunan, pertambangan atau pemukiman

Save orangutan. Orangutan atau dikenal pula dengan sebutan mawas, merupakan satu-satunya jenis kera besar yang dijumpai di asia. Orangutan berperilaku arboreal, yaitu menghabiskan sebagian besar waktu hidupnya di atas pohon dan jarang sekali turun ke tanah.

Mereka bergerak dengan bergantungan dari satu dahan ke dahan yang lain. Hal ini berbeda dengan tiga primata besar (suku pongidae)  lainnya, Bonobo Afrika (Pan panicus), Simpanse (Pan troglodytes) dan Gorilla (Pan gorilla), yang semuanya hidup di atas tanah.

Di Indonesia, berdasarkan tempat hidupnya secara alami, orangutan dapat dibedakan ke dalam 3 jenis, yaitu : Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis).

Orangutan Sumatera hidup tersebar di hutan-hutan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, khususnya di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.

Sedangkan Orangutan Tapanuli hanya ditemukan di ekosistem Batang Toru, yang meliputi hutan dataran tinggi yang tersebar di tiga kabupaten Tapanuli di Provinsi Sumatera Utara, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah.

Hasil berbagai penelitian memperlihatkan bahwa makanan pokok orangutan adalah buah (50 %). Selain buah, sumber makanan lainnya adalah daun, termasuk tunas muda, kulit pohon, beberapa jenis serangga seperti semut, rayap dan belalang. Karena sumber pakan inilah, orangutan sangat tergantung kepada keberadaan hutan dataran rendah.

Sebaliknya hutan juga memerlukan orangutan untuk kelestarian ekosistemnya. Dalam rantai ekosistem hutan tropis, orangutan berfungsi sebagai penyebar bibit sekaligus membantu pembukaan kanopi hutan sehingga memungkinkan sinar matahari mencapai lantai hutan untuk proses fotosintesis dan regenerasi hutan.

Catatan Tahun 2022

Orangutan menjadi  perhatian di tahun 2022 ini, khususnya di Provinsi Sumatera Utara. Sejumlah peristiwa menghiasi pemberitaan media. Habitatnya seolah-olah tidak lagi menarik, sehingga dalam banyak kasus orangutan terlihat “berkeliaran” di areal perkebunan dan perladangan.

Belum lagi pemilikan (pemeliharaan) serta perdagangan illegal satwa ini masih saja terus terjadi. Seperti apa catatannya di tahun 2022 ini,  berikut data-datanya.

Sepanjang bulan Mei sampai dengan bulan September 2022, tidak kurang dari 7 kasus rescue (penyelamatan) Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dilakukan oleh institusi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang perlindungan satwa liar di areal perkebunan yang berada di Desa Makmur, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat;

Areal perkebunan di Desa Bukit Selamat, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat dan perkebunan masyarakat di Dusun Pardomuan Nauli, Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat. Dari hasil rescue tersebut, ada sebanyak sembilan individu, 4 jantan dan 5 betina,  yang kemudian di translokasi (dilepasliarkan).

Selain itu, di bulan September 2022, nasib yang sama juga dialami oleh Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), dimana ada 3 (tiga) individu orangutan yang berada di Desa Bulumario, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, kemudian di kebun masyarakat di Desa Mardame, Kecamatan Sitahuis;

Kabupaten Tapanuli Tengah dan di lahan masyarakat di Desa Sitoluoppu, Kecamatan Pahae Jae, Kabupaten Tapanuli Utara, berhasil direscue oleh  institusi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama dengan Kepolisian Resort  (Polres) Tapanuli Utara dan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang perlindungan satwa liar.

Sedangkan berkaitan dengan pemeliharaan (pemilikan) serta perdagangan orangutan, tercatat ada 3 kasus yang terjadi sepanjang bulan Januari sampai dengan bulan September 2022, yaitu :

Pemilikan sejumlah satwa liar dilindungi undang-undang, termasuk di dalamnya 1 individu Orangutan Sumatera di kediaman (rumah) Bupati Langkat non aktif Terbit Rencana Perangin-angin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat;

Perdagangan 1 individu Orangutan Sumatera di Kota Binjai, dan perdagangan 1 individu Orangutan Sumatera di kawasan Perumahan Cemara Asri,  Jalan Haji Anif, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang.

Ancaman Terhadap Orangutan

Sejatinya ancaman utama  adalah kerusakan dan fragmentasi hutan akibat penebangan kayu baik legal maupun illegal serta konversi lahan untuk pertanian, perkebunan, pertambangan atau pemukiman.

Kerusakan hutan akibat kegiatan-kegiatan tersebut menyebabkan regenerasi hutan tidak mungkin berlangsung sehingga kualitas habitat alami orangutan menurun.

Fragmentasi habitat adalah proses yang menyebabkan kawasan hutan primer yang semula saling bersambungan berubah menjadi “pulau-pulau” kecil yang terpencar.

Fragmentasi menyebabkan populasi orangutan terpecah menjadi unit-unit kecil yang dalam jangka panjang mengancam kelangsungan hidup orangutan karena migrasi dan perkawinan antar kelompok terhambat sehingga keragaman genetis pada spesies ini tidak terjadi.

Kerusakan hutan dan fragmentasi habitat, masing-masing atau secara bersamaan menyebabkan populasi orangutan di alam semakin menurun. 

Di sisi lain, perburuan dan perdagangan satwa yang dilindungi undang-undang ini  masih terus berlangsung, sehingga ikut juga mempengaruhi  penurunan angka populasi orangutan.

Apa Yang Harus Dilakukan ?

Hari Orangutan Sedunia (World Orangutan Day) Tahun 2022, mengusung tema : “Orangutan Hidupnya di Hutan”.

Tema ini semestinya menjadi momentum penting dan krusial tidak hanya sekedar untuk menyadarkan tetapi juga menggerakkan seluruh komponen bangsa  bersama-sama berbuat dan bertindak nyata menyelamatkan satwa liar ini serta menempatkannya di tempat yang layak, di rumah kehidupannya, yaitu hutan habitatnya.

Semua tentunya paham dan mengerti bahwa orangutan semestinya hidup dan berkembang biak di habitat alaminya. Karena itu tema Orangutan Hidupnya di Hutan jangan hanya dijadikan sekedar jargon yang ujung-ujungnya pepesan kosong belaka, tanpa ada aplikasinya di lapangan.

Yang dinantikan saat ini adalah langkah konkrit dari para pengambil kebijakan, pemangku kawasan serta pemangku wilayah dalam mengatasi permasalahan kerusakan habitat yang terlanjur sudah terjadi, serta jaminan terjaganya keutuhan habitat yang masih virgin.

Di samping itu, pembenahan law enforcement juga menjadi kebutuhan mutlak. Selama ini hukum belum berpihak dan belum menjamin perlindungan dan pelestarian satwa liar, termasuk di dalamnya orangutan.

Dalam banyak kasus, hukum yang katanya berkeadilan pada kenyataannya masih jauh dari kepastian. Sehingga tidak heran bila penegakkan hukum jauh juga dari efek jera bagi pelaku maupun calon pelaku potensial lainnya.

Langkah-langkah atau upaya-upaya ekstrim dalam perlindungan satwa liar terutama jenis yang dilindungi undang-undang, masih harus intens dilakukan dan ditingkatkan.

Penanganan tidak bisa hanya dibebankan kepada institusi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang perlindungan satwa liar semata, tetapi juga melibatkan banyak pihak termasuk aparat penegak hukum, tokoh-tokoh masyarakat dan media massa.

Bahkan peran dari tokoh-tokoh agama serta dunia pendidikan pun tak kalah pentingnya dalam mengedukasi dan menyadarkan masyarakat.

Ekspektasinya, tentunya melalui  gerakan massal ini  akan menyadarkan umat, bahwa ada makhluk hidup ciptaan Tuhan lainnya yang juga perlu dan layak hidup berdampingan dengan manusia di bumi Indonesia tercinta ini. Save Orangutan.                                                                      

Penulis adalah Pemerhati Masalah Konservasi Alam.

  • Bagikan