Penguatan Alutsista Harus Dibarengi Peningkatan SDM TNI AU

  • Bagikan

JAKARTA,- Ketua DPR RI Puan Maharani bertandang ke Lapangan Udara Iswahjudi Magetan Jawa Timur kemarin, untuk menyaksikan peresmian Gedung Kapten Penerbang (Pnb) Anumerta Surindro Supjarso. Dalam kesempatan tersebut

Ketua DPR RI Puan Maharani mendukung upaya penguatan armada TNI Angkatan Udara (AU) untuk mengatasi ancaman kedaulatan di sektor udara.

“Jika angkatan perang kita hendak berdiri setaraf, setinggi, sederajat dengan angkatan perang dunia internasional, kita harus mempunyai Angkatan Udara sebaik-baiknya,” kata Puan .

Sebelumnya Ketua DPR RI Puan Maharani bertandang ke Lapangan Udara Iswahjudi Magetan Jawa Timur kemarin, untuk menyaksikan peresmian Gedung Kapten Penerbang (Pnb) Anumerta Surindro Supjarso.

Untuk memenuhi minimum essential force (MEF) tahap III periode 2020-2024, TNI AU menargetkan bisa memiliki 344 unit pesawat, 32 unit radar, 72 rudal, dan 64 unit penangkis serangan udara

MEF sendiri adalah standar kekuatan pokok dan minimum TNI yang mutlak disiapkan sebagai prasyarat utama terlaksananya efektivitas tugas pokok dan fungsi TNI dalam menghadapi ancaman aktual.

Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, menilai jika capaian MEF TNI AU saat ini masih kecil.

“Kekuatan udara kita masih belum memadai. Dari capaian masih paling bawah. Katakan sekitar 80 persen TNI AU baru separuh capaian baru 50 persen dari MEF. Itu artinya masih tertinggal dengan matra lain sehingga tentu saja perlu menjadi perhatian supaya peremajaan maupun pengembangan kekuatan ini tetap proporsional dan simultan dinatanta tiga matra,” kata Khairul, dalam relis yang diterima Sabtu (18/6/2022) di Jakarta.

Padahal peremajaan maupun pengembangan mutlak dilakukan untuk menjaga wilayah Indonesia yang luas, dari sisi udara.

“Tentu saja dibutuhkan alutsista udara yang kuat dan mampu menjaga itu, bukan hanya yang sifatnya untuk kepentingan patroli, tetapi pengawasan misalnya radar, itu harus mumpuni,” jelas Khairul.

Belanja alutsista untuk TNI AU memang terbilang mahal dibandingkan dua matra lain, yaitu TNI AD dan TNI AL. Dikatakan Khairul, alutsista untuk TNI AU berasal dari impor yang memang mahal dan sulit perawatannya.

“Tantangan lain yang kita hadapi, pengembangan sumber daya manusia (SDM) itu juga harus benar benar serius dijalankan. Termasuk juga kemampuan dalam melakukan pemeliharaan dan perawatan alutsista dan pengembangan strategi atau operasi,” jelas Khairul.

Dia menyontohkan, korelasi antara perang Rusia – Ukraina dan pertahanan Indonesia. Banyak alutsista yang berasal dari Rusia, misalnya Pesawat Sukhoi, ada ketergantungan untuk pemeliharaan dan perawatannya.

Pada awal tahun ini, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mengemukakan konsep Plan Bobcat, yaitu TNI AU berupaya membangun airpower-nya demi menjaga kedaulatan nasional dan meningkatkan peran Indonesia di Asia Tenggara dan kawasan Indo Pasifik.

Ada tiga variabel untuk mendukung pembangunan airpower yang dijabarkan dalam Plan Bobcat. Ketiganya mencakup organisasi, teknologi dan kesiapan operasi.

  Buatan Dalam Negeri

Sementara itu, Anastasia, kepala riset pertahanan dari Semar Sentinel mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia telah memiliki, Defend.id yaitu holding dan program strategis Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Industri Pertahanan.

Terdiri dari 5 BUMN yang bergerak dalam bidang alutsista yaitu PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, PT Len Industri, PT Pindad, dan PT Dahana. Keterlibatan perusahaan plat merah dalam bisnis pertahanan ini akan menggerakkan ekonomi dalam negeri.

Perusahaan BUMN dinilai bisa dimaksimalkan untuk pengadaan alutsista. Jika dikerjakan dalam negeri, maka perekonomian nasional bisa ikut tergerak dari bisnis pertahanan ini.

“Indonesia punya dasar hukum untuk mendukung dampak sektor pertahanan dalam perekonomian, terkhusus mendorong perekonomian,” katanya.

Dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2012 mengenai Industri Pertahanan, secara lengkap dituliskan, bahwa Industri Pertahanan adalah industri nasional yang terdiri atas badan usaha milik negara dan badan usaha milik swasta baik secara sendiri maupun berkelompok yang ditetapkan oleh pemerintah untuk sebagian atau seluruhnya menghasilkan alat peralatan pertahanan dan keamanan, jasa pemeliharaan untuk memenuhi kepentingan strategis di bidang pertahanan dan keamanan yang berlokasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Pemerintah perlu memilih semacam supplier yang tidak hanya menjual tetapi juga program offset yang ditawarkan mendukung pemulihan ekonomi di Indonesia, dalam hal ini menguntungkan,” ungkap Anastasia.

Pemerintah tidak hanya membeli alutsista dari luar negeri, namun juga ada transfer teknologi yang mana nantinya teknisi dalam negeri bisa belajar dari sana.

“Ada macam – macam sumber, namun mereka hanya menjual alutsistanya, padahal yang kita butuhkan teknologinya, selain bisa menyerap dan juga bisa engineer kita bisa belajar dari pembuatan alutsista itu sendiri,” jelas Anastasia. (J05)

  • Bagikan