PMK Sapi Meluas Di 21 Provinsi, Pemerintah Gagal Mengantisipasi

  • Bagikan

JAKARTA (Waspada): Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakannya keprihatinnya pemerintah belum menyatakan keadaan darurat terhadap penanganan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) sapi. Menurut YLKI wabah PMK terbukti semakin meluas.

“Awalnya muncul dari Jawa Timur, kemudian Jawa Tengah kemudian sampai ke Aceh menjadi 9 provinsi. Sekarang sudah 21 provinsi,”ungkap Tulus dalam Dialektika Demokrasi, ‘Jelang Idul Adha 1443 H, Amankah Hewan Qurban Di Tengah PMK?’ di Jakarta Kamis (16/6).

Tulus mengatakan, pihaknya telah mengadakan diskusi secara intern untuk soal ini dengan pengamat peternak Indonesia untuk menyoroti hal PMK itu.

Dalam konteks menghadapi Idul Adha, MUI, kata Tulus sudah mengeluarkan fatwa walaupun fatwanya masih menurut saya fawa MUI itu tidak secara tegas melarang, sehingga masih membolehkan dengan catatan atau tidak boleh dengan catatan.

MUI di Jawa Tengah mengatakan boleh menjadi hewan kurban dan seterusnya.
Tulus mengatakan, kalau untuk melindungi secara keseluruhan sebenarnya binatang atau hewan kurban ini ketika akan di menjadi binatang qurban dalam kondisi PMK atau tidak sebenarnya harus tersertifikasi bahwa ternak itu sehat.

“Itu dinyatakan harus oleh Dinas Peternakan setempat atau dokter hewan yang ada di situ. Apalagi dengan dengan adanya wabah PMK maka binatang atau hewan ternak yang akan disembelih untuk keperluan hewan qurban harus di mendapatkan bukti sertifikasi bahwa dia bebas PMK,”ujarnya.

Hal tersebut dilakukan untuk instrumen pengendalian, karena sebenarnya penanganan wabah PMK sebenarnya sama persis dengan penanganan wabah covid di mana harus ada karantina terhadap binatang.

Artinya binatang itu tidak boleh bergerak atau tidak boleh keluar dari zonasi ataupun ada binatang yang masuk ke zonasi, jadi ketika dia keluar harus betul-betul di sertifikasi bahwa itu aman, sehingga tidak menularkan ke binatang ternak lainnya dan juga aman dikonsumsi.

Dari segi konsumsi secara umum kalau dari sisi penyakit yang di dideklear aman bagi manusia, yaa aman bagi konsumen.

“Tetapi yang saya baca dari berbagai pakar mengatakan sebaiknya tidak mengkonsumsi jeroannya. Jadi kita imbau agar dalam lebaran Idul Adha ini panitia Qurban tidak membagikan daging kurban yang berupa jeroannya kepada masyarakat. Jadi jeroannya mohon dibuang saja dimusnahkan sekalipun sudah ada sertifikasi dari bebas PMK. Apalagi kalau tidak ada. Masyarakat sebaiknya tidak mengkonsumsi jeroan dari binatang ternak pada saat musim wabah seperti ini,” kata Tulus Abadi.

Anggota Komisi IV DPR Fraksi PKB Hj. Luluk Nur Hamidah mengatakan, meluasnya wabah PMK akibat respon pemerintah lambat.

“Komisi IV melihat langsung dan hampir di beberapa daerah di Jawa Tengah juga beberapa kabupaten itu sudah semuanya ada. Jadi kita bisa katakan sebenarnya ini kejadian nasional karena menjangkit di provinsi-provinsi,”kata Luluk.

Hal itu akibat pengawasan yang relatif tidak cepat selain respon yang agak lambat. Seharusnya agar transporting ternak bisa dibatasi dari daerah yang semula ditemukan ada PMK.

“Ketika ada pembiaran kecil saja ternyata menjadi media penyebaran yang sangat cepat. Apalagi penyebarannya bisa melalui udara, sehingga jarak yang cukup jauh radiusnya, ternyata bisa menularkan. Ini yang menurut saya gagal diantisipasi, sehingga proses penyebarannya cepat,”ungkap Luluk.

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan H Muchamad Nabil Harun dalam diskusi itu mengingatkan, sebaiknya seluruh Pemerintah Daerah mensosialisasikan masalah PMK kepada masyarakat terutama peternak.

Menurut Gus Nabil, langkah sosialisasi bisa bekerja sama dengan ormas-ormas Islam setempat yerutama khusus menghadapi Idul Adha.

“Saya menyayangkan pembicara dari Kementerian Pertanian tidak hadir. Padahal Kementerian pertanianlah yang menjadi eksekutor di lapangan,”ujar Gus Nabil.(j04)

  • Bagikan