Netralitas Dalam Pilpres

  • Bagikan
Netralitas Dalam Pilpres

Oleh Budi Agustono

Dalam sejarah pemilihan presiden baru kali ini ada ASN (Dinas Pendidikan) yang menjadi instansi tempat bernaungnya guru sekolah negeri dan swasta ter (di)libatkan langsung dalam urusan dukung-mendukung calon presiden

Saban lima tahun sekali frasa netralitas selalu muncul dan dimunculkan. Setiap lima tahun sekali berlangsung sirkulasi kepemimpinan nasional melalui pemilihan presiden (pilpres). Setiap kali perhelatan akbar digelar frasa netralitas selalu dikumandangkan untuk menjaga agar Pilpres berjalan damai, jujur, adil dan tidak memihak. Pihak yang selalu dikaitkan dengan netralitas adalah pejabat negara, pegawai negeri atau Aparatur Sipil Negara (ASN) dan TNI/Polri. ASN dab TNI/Polri ada di mana-mana tersebar di seluruh instansi pemerintah mulai dari pusat, provinsi, kabupaten sampai ke kecamatan.

Kementerian, dinas atau universitas negeri para pekerjanya adalah ASN. Mereka ini yang selalu diarahkan agar netral alias tidak berpihak dalam pilpres. Pemerintah membuat regulasi tentang netralitas ASN termasuk membuat kode tertentu agar setiap kali berada di depan publik sikap dan tindakannya netral. Malah pemerintah membuat aturan akan memberi sangsi atau menghukum bila ASN tidak netral dalam berpolitik.

Meskipun ada aturan dan larangan keberpihakan ASN dalam Pilpres tetapi menegakkan netralitas tidak mudah. Begitu calon presiden diumumkan resmi terbentang luas ASN sebagai pribadi seperti halnya warga masyarakat akan menentukan dana memilih calon presiden. Ia memilih calon presiden dengan beragam alasan. Ada memilih berdasar agama, etnik, tali saudara, perkawanan, marga dan daerah.

Sebagai pribadi dan hak seorang ASN tidak bisa dilarang menentukan pilihan calon presiden. Yang dilarang adalah berkampanye di ruang publik mengarahkan memilih calon presiden sesuai dengan preferensi politiknya. Jika ini dilakukan ASN akan mendapat kecaman publik dan melakukan pelanggaran. Dalam sejarah pemilihan presiden belum ada pribadi ASN berkampanye mengarahkan pemilihan calon presiden sesuai pilihannya di depan publik apalagi disebar secara sengaja lewat media sosial.

Menyaksikan Pilpres sebelumnya tidak ada birokrasi pemerintah terang benderang dan terbuka berkampanye menyokong salah satu calon presiden. Birokrasi pemerintah (kementerian dan dinas) kalaupun ada yang mendukung tetap mengambil jarak agar tidak vulgar dekat dengan calon presiden. Setidaknya ini yang dapat dibaca dari kinerja birokrasi pemerintah setelah masa kejatuhan Orde Baru. Berbeda dengan Orde Baru lantaran penguasanya otoriter dan represif birokrasi pemerintah terang-terangan mendorong calon pemilihan presiden yang kala itu sebagai calon tunggal. Calon tunggal karena tidak ada calon yang berani menantang calon tunggal.

Beberapa bulan menjelang Pilpres 2024 netralitas kembali menghiasi jagad kepolitikan nasional. Makin menguatnya netralitas berkumandang menunjukkan ada kecenderungaan pejabat negara, ASN tidak netral dalam Pilpres mendatang. Kencangnya desakan netralitas pejabat negara dan ASN karena aroma keberpihakan menyengat dalam suasana politik Pilpres 2024.

Pejabat negara sangat mudah menggunakan pengaruhnya ke jajarannya dan ke publik berkampanye mengarahkan calon presiden pilihannya dengan memaksimalkan pengaruh kekuasaan. Juga ASN dengan jumlahnya cukup besar mulai pusat, kabupaten-kota dan kecamatan gampang memberi arahan dan berkampanye mendukung calon presiden tertentu. Demikian pula TNI/Polri yang memiliki jejaring intelijen dan keamanan mudah pula mengajak dan memengaruhi masyarakat sampai ke perkampungan memilih calon presiden sesuai instruksi institusinya.

Tidak Percaya

Jika pejabat negara, pejabat negara, ASN dan TNI/Polri tidak berpihak dan netral dalam pemilihan presiden akan menghasilkan Pilpres tidak jujur, adil dan tidak transparan. Hal ini akan membuat pelaksanaan Pilpres tidak netral, merugikan calon presiden lain dan hanya menguntung calon presiden yang didukung. Hal ini membuat pemilihan presiden berjalan pincang, tidak jujur dan tidak netral..

Mendekati Pilpres Februari 2024 netralitas pejabat negara dan ASN semakin disoal dan menjadi perbincangan politik sewaktu pejabat negara yang direpresentasikan sosok Menteri membagikan bantuan sosial (Bansos) dan program bantuan lainnya ke masyarakat. Bansos dipolitisasi untuk pemenangan calon presiden tertentu. Bansos menjadi instrumen politik membantu masyarakat miskin. Masyarakat miskin penerima Bansos beranggapan seolah pejabat negara yang menyelamatkan hidupnya dalam himpitan kemiskinan sehingga sebagai balas jasanya penerima bansos memilih calon presiden sesuai pilihan pemberi bansos.

Belum lama beredar di media sosial Dinas Pendidikan Medan berkampanye mengajak masyarakat memilih calon presiden tertentu. Dinas Pendidikan Medan menjadi pemberitaan nasional karena terang-terangan berkampanye mengajak masyarakat memilih calon presiden sesuai pilihannya. Menjadi perbincangan nasional karena mengalami viralisasi di media sosial. Dalam sejarah pemilihan presiden baru kali ini ada ASN (Dinas Pendidikan) yang menjadi instansi tempat bernaungnya guru sekolah negeri dan swasta ter (di)libatkan langsung dalam urusan dukung-mendukung calon presiden.

Dugaan pejabat negara dan ASN tidak netral dalam Pilpres 2024 semakin membesar sehingga semakin menaikkan ketegangan politik dan membuat penyelengaraan pemilihan Pilpres jauh dari jujur dan adil. Jika pemilihan Pilpres dilambari ketidakjujuran dan tidak ada keadilan akan mencoreng demokrasi. Pilpres adalah jalan pergantian sirkulasi kepemimpinan nasional yang diharapkan berjalan demokratis, jujur, adil dan aman. Pilpres juga merupakan indikasi pelaksanaan kematangan demokrasi. Jika Pilpres dicederai dengan ketidaknetralan pejabat negara dan ASN akan menurunkan kualitas demokrasi.

Pilpres mensyaratkan kejujuran dan keamanan untuk mengkreasi kematangan demokrasi. Jika pejabat negara, ASN dan TNI/Polri mengambil jarak dengan kekuasaan dan calon presiden yang akan berlaga dalam meraih suara rakyat, netralitas dalam Pilpres akan terpelihara dan terjaga sehingga Pilpres jauh dari kecurangan.

Kecurangan, ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam proses pemilihan presiden harus dihindari karena tidak saja mengurangi kualitas berdemokrasi juga dapat mengundang ketidakpercayaan rakyat terhadap pelaksanaan pemilihan presiden. Bilamana ini terjadi ujungnya rentan terhadap kerusuhan politik. Untuk menghindari kerusuhan politik pejabat negara, ASN dan TNI/Polri harus berada berada di garis depan menjaga pelaksanaan pemilihan calon presiden yang akan berlangsung pada Februari 2024 mendatang.

Penulis adalah Guru Besar Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

  • Bagikan