HI UPU Kuliah Umum Urgensi Penanganan Pengungsi Rohingya

  • Bagikan
HI UPU Kuliah Umum Urgensi Penanganan Pengungsi Rohingya
Narasumber kuliah umum bertajuk “Peranan UNHCR Indonesia Terhadap Penanganan dan Perlindungan Pengungsi Rohingya, Khususnya Di Wilayah Sumatera Utara” menerima piagam penghargaan. Waspada/ist

MEDAN (Waspada): Program Studi Hubungan Internasional Universitas Potensi Utama (HI UPU) Medan menyelenggarakan kuliah umum bertajuk “Peranan UNHCR Indonesia Terhadap Penanganan dan Perlindungan Pengungsi Rohingya, Khususnya Di Wilayah Sumatera Utara”, Senin (20/2).

Hadir sebagai narasumber dari UNHCR Indonesia yaitu Rebecca Sinaga selaku Senior Protection Assistant (Community-Based) of UNHCR Indonesia dan dimoderatori Helga Yohana Simatupang MA yang merupakan Ketua Program Studi HI UPU dengan dihadiri dosen, mahasiswa, praktisi serta masyarakat umum.

Rebecca Sinaga menyampaikan, Indonesia merupakan salah satu negara transit para pengungsi yang ingin menuju negara maju seperti Australia. Hingga saat ini, Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Pencari Suaka dan Pengungsi.

Hal ini, lanjutnya, membuat Indonesia tidak berkewajiban untuk memberi perlindungan terhadap para pencari suaka dan pengungsi yang datang ke Indonesia. Meskipun belum meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967, Indonesia telah lama memiliki tradisi untuk menerima pengungsi dan orang- orang yang membutuhkan perlindungan internasional atas dasar kemanusiaan.

Pemerintah Indonesia banyak menuai pujian dari komunitas internasional atas inisiatif ini. Saat ini, terdapat sekira 12.616 pengungsi terdaftar di Kantor UNHCR di Indonesia. Hingga akhir November 2022, kebanyakan pengungsi di Indonesia berasal dari Afghanistan, Somalia, dan Myanmar.

Selama ini, tutur Rebecca, penanganan untuk pencari suaka dan pengungsi di Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM RI. Lembaga ini dibantu oleh organisasi internasional seperti United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dan International Organization for Migration (IOM).

Indonesia memberikan penampungan sementara bagi pencari suaka dan pengungsi, selagi UNHCR mencari solusi dan penempatan di negara ketiga. UNHCR tidak memiliki kapasitas untuk menentukan penempatan pengungsi, oleh karena itu lembaga ini harus berkoordinasi dengan Satgas Penanganan Pengungsi di Indonesia yang berasal dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pengungsi dan pencari suaka yang sudah terdaftar dan mendapatkan sertifikat dari UNHCR berhak untuk tinggal di Indonesia, namun tidak untuk menjadi Warga Negara Indonesia karena Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951.

Indonesia saat ini berstatus sebagai negara transit bagi para pengungsi dan Provinsi Sumatera Utara juga merupakan salah satu daerah persinggahan para pengungsi, termasuk dari etnis Rohingya.

HI UPU Kuliah Umum Urgensi Penanganan Pengungsi Rohingya

Menurut data Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI, terdapat sekira 437 pengungsi Rohingya yang ditampung di lokasi-lokasi pengungsian di Medan dan Deliserdang sembari menunggu kepastian dari negara tujuan suaka.

Sebagian besar pengungsi Rohingya menargetkan Australia sebagai negara tujuannya. Tetapi belakangan negara tersebut menerapkan kebijakan lebih keras dengan mengusir perahu-perahu pengungsi dan menutup pintu bagi pengungsi yang tiba lewat laut.

“Kasus terbaru terkait pengungsi Rohingya di tahun 2023 ini, para pengungsi terdampar di Aceh pada bulan Januari lalu dengan jumlah pengungsi sebanyak 184 orang, terdiri atas orang dewasa dan anak-anak. Yang memprihatikan, kehadiran mereka mendapat penolakan dari sejumlah masyarakat yang mengaku terganggu,” sebutnya.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Kependidikan yang menaungi Prodi HI UPU, Ashari P. Swondo MHum dan Dekan Fakultas Hukum yang menaungi Prodi Hukum UPU, Fani Budi Kartika MH menyampaikan, seluruh peserta terkait urgensi topik yang dibahas dalam kuliah umum dan peluang pengembangan kajian akademik yang tentunya akan sejalan dengan perwujudan visi misi di prodi dan fakultas masing-masing.

Harapannya, melalui kuliah umum ini mahasiswa mendapatkan wawasan terkait pengalaman para praktisi di lapangan terkait penanganan isu-isu internasional dimana salah satu profil lulusan Hubungan Internasional adalah bekerja di lembaga atau organisasi internasional.

Menurut Kaprodi HI UPU, Helga Yohana Simatupang MA, sebagai satu-satunya Prodi Hubungan Internasional di Sumatera, ke depannya Prodi HI UPU perlu membangun kerjasama berkelanjutan dengan para stakeholder, termasuk dengan pihak UNHCR khususnya terkait isu-isu pengungsi dimana Sumatera Utara merupakan pintu masuk para pengungsi dari berbagai negara.

Dimana, lanjutnya, kuliah umum ini bertujuan agar civitas akademika dan masyarakat umum dapat memahami bahwa isu keamanan tidak lagi hanya berpusat pada peningkatan keamanan negara (state security), namun juga terhadap keamanan manusia (human security) karena kedaulatan yang dimiliki negara menjadi dipertanyakan ketika negara gagal dalam melindungi warga yang bermukim di wilayahnya.

“Dalam kuliah umum ini, Prodi HI UPU juga berkolaborasi dengan Prodi Hukum UPU dalam mengkaji persoalan pengungsi ditinjau dari perspektif hukum internasional,” tutupnya. (rel)


  • Bagikan