“Aku Terpaksa Om”

  • Bagikan

SIAPA sangka, Kota Lhokseumawe dengan luas wilayah hanya 181,06 kilometer persegi, 4 kecamatan dan 68 gampong (desa) memilik beragam cerita di dalamnya. Salah satu cerita tersebut adalah maraknya praktek prostitusi online melalui salah satu aplikasi yang kerap dimanfaatkan oleh penjaja seks komersial dan pelanggan.

Mereka yang menjual jasa tersebut memiliki usia antara 25 hingga 40 tahun. Sebut saja I, 32, salah seorang penjaja seks komersial di salah satu aplikasi online yang berdomisili di salah satu kecamatan di bekas Kota Petro Dolar itu. Kepada Waspada I bercerita sebelum terjun dalam dunia gelap tersebut dia mengaku menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia.

Beberapa tahun di sana, I menikah dengan pria Banglades. Setelah memiliki seorang anak, I berpisah dengan suaminya dan kemudian pulang ke kampung halaman di salah satu kecamatan dalam wilayah Kota Lhokseumawe. Sampai di tanah kelahiran, I mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Atas bantuan teman, akhirnya I mendapatkan pekerjaan sebagai penjaga warung internet. Gaji yang diperoleh di tempat dia bekerja belum mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan akhirnya terjerumus ke dalam dunia gelap dengan penghasilan yang terbilang sangat lumayan.

“Semua transaksi kami lakukan melalui aplikasi itu dan pembayarannya boleh dilakukan saat berjumpa dan jika pelanggan melihat gadis tidak sesuai dengan foto maka boleh dicancel. Tarif tergantung sih antara Rp350 ribu hingga Rp1 juta lebih,” sebut I ceplas ceplos.

Menjawab Waspada, I menyebutkan untuk melakukan perbuatan itu tidak pernah memanfaatkan penginapan atau hotel tapi selalu memanfaatkan kosan atau rumah yang sudah dijamin keamanannya oleh yang punya rumah dengan tarif kamar Rp100 ribu. “Aman dan nyaman om,” jawabnya.

Kepada Waspada I juga menceritakan, dirinya terjun ke dunia gelap tersebut belum begitu lama dan tergolong baru. Namun memiliki pelanggan yang terbilang cukup banyak dan pelanggannya adalah remaja usia SMP dan SMA. “Kami lebih suka remaja dan mereka tidak bisa bertahan lama. Jadi ga capek layani. Target kami hanya uang om,” jelas I.

Sesekali I terlihat menghisap dan menghembuskan asap rokok ke udara. Lalu mengatakan. “Kalau pelanggannya banyak, maka saya kasih ke kawan. Ada banyak kawan kayak aku di Lhokseumawe ini om. Mereka bukan hanya warga Lhokseumawe. Kayak kemarin kami kedatangan tamu dari Aceh Tengah saya kasih kawan. Saya kebagian tipsnya saja,” kata I tersenyum.

Menjawab Waspada, I mengaku ada banyak remaja usia SMP dan SMA yang megajak dirinya untuk melakukan itu setelah boking pertama. “Mereka mungkin ketagihan ya om,” tanya I dengan kerlingan mata menggoda, seraya menyebutkan, hasil pembicaraan I dengan pelanggan remaja, mereka mengaku kepadanya bahwa mereka ingin berhubungan karena terobsesi video pornografi di berbegai situs dewasa di internet.

Saat ditanya apakah I menyesal mencari nafkah dengan cara yang dilarang agamanya. “Menyesal sih om. Kami tahu ini tidak baik, tapi mau gimana lagi. Saya terpaksa om. Kami butuh uang untuk hidup. Kalau ga begini, dari mana uang untuk beli berbagai kebutuhan anak saya om. Sementara keluarga saya miskin. Jangankan untuk membantu saya, membantu diri mereka sendiri kesusahan. Jujur sekarang saya malah keasyikan dalam pekerjaan ini om. Kawan saya itu kebanyakan janda om,” akunya tanpa penyelesalan sambil tertawa kecil.

Selain remaja, I juga mengaku kerap melayani pria dewasa dan bahkan I mengaku bisa diboking untuk diajak jalan ke kabupaten/kota lain dalam jangka waktu tertentu. Dan tentunya dengan tarif yang berbeda dari biasanya.

“Kayak kemarin itu ada tamu ngajak jalan ke Takengon,” katanya menutup pembicaraan dengan Waspada di salah satu warung kopi di Lhokseumawe. Semua cerita itu disampaikan I setelah menerima bayaran Rp200 ribu dengan perjanjian tidak mengambil foto, menyebut nama dan identitasnya. “Walaupun pekerjaan saya begini, saya masih punya rasa malu om,” lanjutnya.

Cerita ini Waspada sampaikan kepada salah seorang pimpinan dayah di Kota Lhokseumawe, Waled Jamaluddin. Usai mendengar cerita itu, pimpinan dayah tersebut mengaku tidak percaya bahwa pelanggan seks komersial dari kalangan remaja.

“Masalah ini harus segera diatasi oleh semua warga Kota Lhokseumawe terutama pemimpin di kota kecil ini. Jika tidak, akan lebih banyak lagi remaja yang terjerumus dalam perbuatan maksiat tersebut. Moral generasi kita akan hancur. Lhokseumawe dan Aceh pada umumnya akan dilanda bencana dahsyat. Bencana itu bisa bermacam jenisnya. Sebelum ini terjadi dan sebelum moral remaja kita hancur berkeping, mari melakukan sesuatu demi anak bangsa dan cucu kita yang lebih baik ke depan,” ajak Waled Jamaluddin. (b07)

  • Bagikan