Cita Rasa Khas Gulai Chue Abdya

  • Bagikan

GULAI chue (siput), merupakan salah satu kuliner yang tidak asing lagi bagi warga Provinsi Aceh, khususnya di wilayah pantai Barat Selatan Aceh (Barsela). Dimana, gulai berbahankan siput air tawar yang berdasarkan kajian medis sangat tinggi kolesterol itu, sangat digandrungi penikmat kuliner, baik kalangan muda, dewasa hingga anak.

Gulai chue, menjadi ciri khas warga Barsela, yang mudah ditemukan di berbagai pelosok. Bahkan, di kawasan pegunungan Kulu, Kabupaten Aceh Besar, ditemukan dua restoran besar yang khusus bermenukan gulai chue. Dua restoran besar itu langsung menamakan restoran dengan nama ‘Kuah Chue’.

Demikian juga halnya di wilayah ‘Nanggroe Breuh Sigupai’ Aceh Barat Daya (Abdya). Di Abdya, gulai chue yang dalam bahasa minang disebut dengan gulai kalangkitang menjadi kuliner legendaris. Disamping nikmat disantap saat makan siang maupun malam, gulai chue juga dijadikan bisnis rumah tangga yang menjanjikan.

Sebagaimana dilakoni Erlinawati, ibu rumah tangga warga Desa Kuta Tinggi, Kecamatan Blangpidie. Sejak kurang lebih setahun terakhir ini, ibu paruh baya ini menggeluti usaha mikro gulai chue.

Kepada Waspada Senin (7/3), pemilik wajah oval hitam manis ini mengaku, dalam meracik bumbu gulai chue tersebut, dirinya punya resep tersendiri, yang merupakan warisan turun temurun. Sehingga, gulai chue olahannya memiliki daya tarik tersendiri. Daya tarik itu berupa ciri khas dan cita rasa yang terkandung dalam bumbu gulai. Sehingga konsumen khususnya warga Abdya, ketagihan untuk menikmati gulai siput ini.

Usaha gulai chue ini lanjutnya, terkadang juga disorder ataupun dipesan dalam skala besar oleh warga yang mengadakan pesta, dengan menjadikan gulai chue sebagai hidangan khusus.

Sedangkan untuk usaha rumah tangga sehari-hari, tambahnya, dia bisa mengolah chue sebanyak dua karung beras. Setelah diolah bisa menghasilkan gulai chue sebanyak 180 porsi. Per porsi dibandrol senilai Rp10.000.

Erlinawati juga mengatakan, dalam sehari omzet penjualan yang diperolehnya mencapai Rp1 juta lebih. “Siput kami peroleh dari pedagang yang khusus mengambilnya di kawasan Pantai Lama Muda, Kecamatan Kuala Batee. Kualitas siput disana sangat terjamin, apalagi kondisi alamnya masih sangat asri dan terjaga,” ujarnya.

Diuraikan, awalnya usaha berjualan gulai chue ini dari hobinya memasak masakan local, untuk kebutuhan sehari-hari. Dikarenakan banyak masukan dan motivasi dari keluarga, dirinya berani untuk memulai usaha mikro itu.

Hasilnya, gulai chue masakannya mulai ramai diminati, hingga memiliki langganan tetap. Tidak jarang juga dia harus menambah jumlah porsi, karena banyaknya permintaan konsumen yang telah menjadi langganan tetap.

Sekedar gambaran, sekilas bentuk chue (siput) ini, mirip dengan keong ataupun siput bakau. Namun, cangkang chue ini berwarna hitam dengan bentuk memanjang seukuran jari kelingking dan lebih ramping. Isi di dalam cangkangnya yang akan disantap sebagai kudapan lezat, setelah diolah dengan racikan bumbu khusus.

Cara makannya adalah disedot menggunakan mulut. Inilah keseruan menyantap kuliner lokal ini. Kemahiran dalam menghisap isinya, sangat menentukan seseorang dapat menikmati gulai tersebut hingga tak bersisa.

Gulai ini memiliki cita rasa yang tidak terlalu pedas namun gurih saat disantap dengan nasi hangat. Cita rasa ini berasal dari komposisi bumbu pada kuah gulai yang digunakan untuk menyajikan kalangkitang. Cita rasa tersebut lantas berpadu dengan tekstur kenyal dari isi kalangkitang di dalam cangkang.

Syafrizal

  • Bagikan