“Pegawai Dari Aceh Utara Ya…Kok Tahu, Baju Dinasnya Pudar”

  • Bagikan
“Pegawai Dari Aceh Utara Ya…Kok Tahu, Baju Dinasnya Pudar”

LEBIH dari 10 tahun, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas di Kabupaten Aceh Utara tidak mendapatkan pemberian baju dinas (tidak diadakan dalam anggaran) dari Pemerintah Daerah (Pemda) tempat mereka bekerja. Sebagian ASN atau PNS yang memiliki kemampuan dalam sisi ekonomi terpaksa membeli sendiri keperluan baju tersebut.

Sebagian yang lain terpaksa harus membeli baju dinas secara kredit (angsuran) dengan perjanjian beberapa kali pembayaran dengan harga di atas harga pasaran. Tetapi sebagian yang lain, terpaksa harus rela memakai pakaian dinas hingga warna memudar karena tidak memiliki uang untuk membeli baju dinas yang baru.

Melati,45, (bukan nama sebenarnya) salah seorang PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, gara-gara memakai pakaian dinas berwarna pudar, harus tersipu malu karena mendapat sindiran halus dari salah seorang PNS yang bertugas di Lingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe. Mereka berdua bertemu saat sama-sama pulang kerja dalam sebuah bus angkutan umum yang kebetulan duduk berdampingan dalam mobil tersebut.

“Ibu PNS dari Aceh Utara ya,” tanya PNS asal Kota Lhokseumawe itu. Merasa senang dan dikenali, Melati, sambil tersenyum hangat menjawab, “Iya…Benar…Ko tahu,” ucap Melati balik bertanya. “Bajunya pudar,” jawab PNS asal Lhokseumawe itu. Setelah mendengar jawaban tersebut, Melati terdiam.

Mereka berdua bertemu dalam mobil angkutan yang sama, karena rumah mereka satu arah, PNS asal Aceh Utara pulang ke Krueng Geukueh, Kecamatan Dewantara. Sedangkan PNS Lhokseumawe pulang ke Batuphat, Kecamatan Muara Satu.

Cerita lucu sekaligus menyedihkan ini Waspada dapatkan saat bercerita dengan beberapa teman PNS mitra kerja Waspada tentang baju dinas PNS dan ASN yang sudah 10 tahun tidak pernah dianggarkan oleh pemerintah setempat, beberapa waktu lalu di kantin Kantor Bupati Aceh Utara di Landing Kecamatan Lhoksukon.

Melati yang ikut mendengar bahasan Waspada bersama beberapa PNS ikut nimbrung dan menceritakan kisah di atas. “Kesal sekali saya sama PNS dari Lhokseumawe itu. Awalnya saya senang dia bisa mengenali diri saya, tapi ternyata, saya dikenali karena baju dinas berwarna pudar yang saya pakai,” kata Melati dengan raut sedih. Padahal cerita itu telah setahun berlalu.

Dari cerita tersebut, terkuak informasi, selain Melati ada ribuan PNS dan ASN yang lain enggan dan harus rela memakai pakaian dinas berwarna pudar. Namun cerita sedih itu terpaksa ditelan sendiri karena tidak mungkin menuntut baju dinas kepada atasan dengan berbagai pertimbangan. “Kita memilih diam daripada nanti dinilai macam-macam oleh atasan,” sebut beberapa ASN sambil menyeruput kopi panas di kantin itu.

Untuk mendapatkan kebenaran informasi yang disampaikan Melati dan beberapa PNS serta ASN lainnya di lingkungan Pemda Aceh Utara itu, Waspada berupaya mengkonfirmasi Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Aceh Utara, DR A Murtala, M.Si, (foto) Kamis (20/1) pukul 14:00 di lantai II Kantor Bupati Aceh Utara itu.

“Selalu kita usulkan tetapi pada saat pembahasan anggaran ternyata ada kepentingan lain yang lebih mendesak, sehingga pengadaan baju dinas itu selalu ditunda. Itu yang pertama, dan yang ke dua, kita melakukan atau memberikan solusi lain kepada PNS dengan memberikan tambahan penghasilan (TPP). TPP sudah kita naikkan dari sebelumnya Rp250 ribu menjadi Rp300 ribu. Ada peningkatanlah,” sebut bos ASN di lingkungan Aceh Utara itu.

Dan TPP, kata A Murtala, dibayar untuk setiap PNS dan ASN setiap bulan. Sedangkan kalau diberikan baju dinas, satu baju dinas per satu PNS untuk satu tahun. “Sedangkan TPP diberikan setiap bulan, mungkin setiap bulan mereka bisa beli baju baru. Kalau kita berikan baju dinas, sekali diadakan selesai di situ, ” katanya lagi.

Mendapat jawaban seperti itu, Waspada kembali bertanya, apakah pemberian TPP dengan baju dinas itu merupakan masalah yang sama atau memang ke dua-duanya merupakan dua hal yang berbeda dan berhak diterima oleh PNS dan ASN. “Hak PNS dan ASN itu setahu saya cuti dan gaji. Kalau pakaian dinas sepanjang yang saya tahu tidak masuk dalam kaetegori hak mereka,” katanya.

Ditanya berapa kebutuhan anggaran untuk pengadaan baju dinas di Aceh Utara, A Murtala menyebutkan, setiap tahun membutuhkan Rp8 miliar untuk 11 ribu pegawai yang harus menggunakan pakaian dinas.

Pada kesempatan itu, Waspada mencoba menyandingkan dua kebutuhan antara baju dinas dengan pengadaan mobil dinas yang berjumlah 7 unit yang tergolong mewah untuk kebutuhan pejabat di Lingkungan Kabupaten Aceh Utara dan DPRK Aceh Utara.

“Kebutuhan anggaran untuk pengadaan mobil dinas per unit itu Rp500 juta tapi untuk pengadaan baju dinas membutuhkan Rp8 miliar per tahun. Kemudian, seseorang yang tidak memiliki mobil dinas pasti tidak akan menggunakan mobil pribadi untuk kepentingan kantor, tapi kalau baju, setiap hari mereka harus pakai baju,” demikian penjelasan DR A Murtala.

WASPADA.id/Maimun Asnawi, SH.I.,M.Kom.I

  • Bagikan