Pj Bupati Aceh Utara Ancam Tarik Saham Dari Bank Aceh Syariah, Ini Sebabnya

  • Bagikan
Pj Bupati Aceh Utara Ancam Tarik Saham Dari Bank Aceh Syariah, Ini Sebabnya

ACEH UTARA (Waspada): Penjabat Bupati Aceh Utara, Dr Drs Mahyudar, M.Si kecewa dengan sikap PT. Bank Aceh Syariah yang tidak mau untuk penyertaan modal kepada PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Aceh Utara yang masih menganut sistem konvensional.

Opini tanpa solusi yang dikeluarkan oleh DPS dan Penasehat Hukum ini membuat Mahyuzar kecewa dan mengancam akan menarik seluruh saham dan kerjasama dengan PT. Bank Aceh Syariah.

Kekecewaan ini bermula pada saat Pemerintah Kabupaten Aceh Utara mengirimkan surat kepada PT Bank Aceh Syariah dengan nomor surat 500/94/2023 tanggal 13 Feberuari 2023 perihal Permohonan Penyertaan Modal pada PT BPR Aceh Utara. Berdasarkan surat tersebut, pihak Direksi PT. Bank Aceh mengirimkan surat nomor 3199/DIR/BA//VIII/2023 tanggal 15 Agustus 2023 perihal Penyertaan Modal Bank Aceh pada BPR Aceh Utara kepada Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Perwakilan Provinsi Aceh.

Selanjutnya, berdasarkan surat dari Direksi PT. Bank Aceh, Kepala OJK Kantor Perwakilan Provinsi Aceh di Jln. Prof Ali Hasyimi Pango Raya di Banda Aceh menyampaikan; berdasarkan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang telah efektif berlaku pada Januari 2002, namun hingga saat ini status PT BPR Aceh Utara masih tercatat sebagai Lembaga Keuangan Konvensional dan belum melakukan konversi menjadi Lembaga Keuangan Syariah.

Kedua, mengacu pada POJK Nomor 22 tahun 2022 tanggal 01 November 2022 perihal Kegiatan Penyertaan Modal oleh Bank Umum, bahwa “bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dilarang melakukan penyertaan modal selain kepada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan berdasarkan prinsip syariah”.

Ketiga, terhadap permohonan penyertaan modal pada PT. BPR Aceh Utara tersebut, bank Aceh memohon rekomendasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Perwakilan Provinsi Aceh sehingga kegiatan penyertaan modal tersebut nantinya tidak melanggar seluruh regulasi OJK, ketentuan perundangan dan memenuhi seluruh prinsip syariah yang berlaku.

Keempat, sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut turut disampaikan opini Dewan Pengawas Syariah (DPS) Bank Aceh Nomor 002/DPS/2024 tanggal 09 Desember 2024 perihal Permohonan Pernyetaan Modal Bank Aceh ke PT BPR Aceh Utara dan Pendapat Hukum (Legal Opinion) Kantor Penasehat Hukum Ampon Dani dan Partners Nomor 002/LF.AD/LO.BA.PM/I/2024 tanggal 10 Januari 2024 perihal Pendapat Hukum.

Surat Direksi PT. Bank Aceh Syariah nomor 179/DIR/BA/I/2024 seperti yang telah dituliskan oleh Waspada di atas ditandatangani oleh Direktur Utama PT. Bank Aceh Syariah Muhammad Syah dan dikeluarkan pada tanggal 10 Januari 2024 atau bertepatan dengan 28 Jumadil Akhir 1445 H.

Karena tidak kunjung penyertaan modal dari BAS, Maka OJK Provinsi menyerahkan BPS Aceh Utara kepada LPS Pada tanggal 12 Januari 2024. LPS pusat mengani aktifkan semua perangkat, dengan menempatkan beberapa personelnya ke BPR Acut.
Senin 15 Januari secara resmi beberapa staf LPS pusat sudah memasuki kantor BPR Aceh Utara.

Pengambilan alih ini dengan beberapa opsi yang ditawarkan. Opsi penyelamatan, opsi mengalihkan, opsi ditangani bank perantara, atau opsi likuidisai. Menurut hasil rapat dengan LPS Pusat opsi penyelematan merupakan solusi.

Sehingga Selasa LPS Pusat mengundang Pj Bupati Aceh Utara, Dirut BAS, DPS BAS, Komite Syariah LPS, Direktur non aktif BPR Acut, Pemegang Saham BPR Acut untuk Menghadiri meeting secara zoom.

Pj Bupati berkomitmen untuk menyelamatkan BPR Aceh Utara, dan akan mengkonversi ke syariah sekaligus akan mengembangkan BPR melalui jejaring BUMDES. Selain itu Komite Syariah LPS juga memberikan saran yang sama untuk menyelamatkan BPR Aceh Utara, mengingat suntikan dana dari BAS untuk proses konvesrsi dari konvensional ke syariah bukan untuk investasi di sektor ribawi. Yang menjadi permasalahan dan yang dikhawatirkan oleh DPS BAS jika dana tersebut dipakai untuk investasi sektor ribawi begitu penjelasan Prof. Syahrizal Abbas.

Menurut sejarah PT BPR Aceh Utara dididirkan pertama sekali untuk memperluas jejaring Bank Pembangunan Daerah pada saat itu, sehingga direktur yang ditunjuk adalah dari pihak Bank Aceh. Namun dalam kondisi tidak sehat dari tahun 2018. Untuk menyehatkan PT BPR Aceh Utara tersebut harus dikonversi menjadi perbankan syariah. Untuk melakukan hal tersebut, BPR Aceh Utara disyaratkan pada pertama harus memiliki modal Rp3 miliar dan untuk selanjutnya Rp6 miliar.

Pj Bupati Aceh Utara Dr Drs Mahyuzar, M.Si meminta penyertaan modal dari PT Bank Aceh bertujuan untuk menyelamatkan BPR Aceh Utara dan itu sudah dibahas dalam RUPS bahwa BPR Aceh Utara wajib untuk diselamatkan. “Persoalan yang dialami oleh PT BPR Aceh Utara ini dibawa ke ranah PT Bank Aceh. Ini dilakukan karena Kabupaten Aceh Utara merupakan pemilik modal terbesar ke dua setelah Pemerintah Provinsi Aceh. Selain itu pemerintah Aceh utara berencana merebah perbup tentang penyertaan modal untuk BPR Acut sehingga BAS dapat mengakuisisi BPR Aceh Utara menjadi jejaring BPRS terluas di nusantara,” jelasnya.

“Sekarang PT BPR Aceh Utara dalam kekuasaan LPS. BPR Aceh Utara dalam keadaan rekonsiliasi. Semua kewenangan sudah diambil alih oleh LPS, termasuk Direktur BPR Aceh Utara sudah tidak berfungsi lagi. Karyawan BPR Aceh Utara tetap bekerja seperti biasanya tetapi mereka di bawah kendali LPS,” sebutnya.

Tarik Saham Dan Batalkan Kerja Sama Dengan PT Bank Aceh

Jika BAS tidak bersedia menyehatkan PT BPR Aceh Utara, maka Penjabat Bupati Aceh Utara, Dr Drs Mahtuzar, M.Si telah menyampaikan rencana penarikan seluruh saham dan membatalkan kerja sama dengan PT Bank Aceh kepada Waspada melalui tenaga ahli tersebut.

Potensi Kabupaten Aceh Utara sangat besar dengan memiliki 852 gampong (desa) di dalam kabupaten tersebut. Setelah menerima surat penolakan penyertaan modal dari PT Bank Aceh kepada PT BPR Aceh Utara, maka Penjabat Bupati Aceh Utara, Dr Drs Mahyuzar, M.Si telah mendapatkan visi untuk pembangunan dan pengembangan Kabupaten Aceh Utara yang lebih maju ke depan dengan cara menempatkan dana desa yang jumlahnya mencapai Rp700 miliar pada PT BPR Aceh Utara. Kemudian dana tersebut ditempatkan pada Bumdes yang ada.

“Aceh Utara memiliki potensi besar, karena kabupaten ini memiliki 852 gampong (desa). Nantinya Bumdes akan dijadikan sebagai Lembaga Keuangan Desa (LKD). Ke depan BPR Aceh Utara memiliki cabang Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Kalau PT BPR Aceh Utara tidak diselamatkan, maka semuanya selesai, tapi kalau diselamatgkan, maka ke depan BPR Aceh Utara akan menjadi BPR Syariah dapat menyalurkan dana desa melalui BPRS tersebut dan program ini sangat dahsyat,” katanya.

“Seluruh saham ditarik, dana desa ditempatkan di bank lain, kerjasama dibatalkan, penempatan dana APBK yang jumlahnya setiap tahun mencapai Rp2,7 triliun juga dibawa ke bank lain. Semoga ini menjadi pertimbangan PT Bank Aceh dan jangan sampai dilakukan oleh Pemkab Aceh Utara,” terang tenaga ahli itu kepada Waspada panjang lebar. (b07)

  • Bagikan