Sederet Mantan Napi Warnai Bursa Calon Kades Abdya

  • Bagikan

BLANGPIDIE (Waspada): Sederet mantan narapidana (napi), dari beragam kasus, mewarnai bursa calon Kepala Desa (Kades), di Aceh Barat Daya (Abdya), yang akan memeriahkan Pemilihan Langsung Kepala Desa (Pilkades) serentak, pada pertengahan Maret mendatang.

Demikian Suhaimi SH, Kepala Yayasan Advocasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Abdya. Kepada Waspada Minggu (6/3), lelaki yang biasa disapa Semy itu mengungkapkan, ada sejumlah nama calon Kades se-antero Abdya, yang dulunya pernah bermasalah dengan hukum. Dimana katanya, para calon Kades dimaksud, sudah pernah dihukum penjara, karena sudah memiliki kekuatan hokum tetap (inkrah), dari beragam kasus yang menjerat mereka. “Hal itu perlu dibongkar ke publik, agar publik mengetahui dan tidak ada yang dirahasiakan,” katanya.

Langkah ini diambil YARA Abdya lanjutnya, menyusul adanya warga yang mengadu atau meminta bantuan hukum YARA, karena dicoret dari bursa calon Kades, dengan alasan camat beranggapan kliennya itu tidak memenuhi syarat, karena pernah divonis penjara. “Kita sudah mempelajari dasar kasus ini. Di mana, Camat Kuala Batee memerintahkan P2K untuk mencoret nama klien kita dari bursa calon. Dasarnya tidak kuat. Hal ini dapat kita simpulkan, karena kita sudah tela’ah Qanun Aceh tentang hukum seseorang yang sudah pernah divonis masih simpang siur,” ungkapnya.

Semy mengaku, sejauh yang diketahui pihaknya, bahkan kalangan umum, banyak calon yang diloloskan juga sebelumnya pernah bermasalah dengan hokum, atau pernah divonis penjara karena kejahatan. “Tapi mengapa hanya klien kami yang digagalkan. Sedangkan mantan napi lainnya, diloloskan,” sebutnya.

Lawyer muda ini juga menyebutkan, seharusnya pemerintah lebih selektif memeriksa berkas dan riwayat hidup seorang calon. Ini dimaksudkan, agar semua calon mendapat keadilan yang sama dan kepastian hukum yang sama. “Sehingga tidak terkesan pilih kasih yang dapat menyebabkan seseorang terzalimi dan terjadi konflik di tegah masyarakat,” ujarnya.

Semy menambahkan, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 4/PUU-VII/2009 tanggal 24 Maret 2009, seorang mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah, bila memenuhi syarat tertentu. Diantaranya, mengumumkan secara terbuka di hadapan umum, bahwa yang bersangkutan pernah dihukum penjara.

Dari putusan itu katanya, dapat disimpulkan bahwa setiap napi boleh mencalonkan. Putusan Camat Kuala Batee yang meminta P2K mencoret Iskandar, adalah sikap menzalimi hak politik seseorang secara sepihak. “Ini tidak bisa dibiarkan, karena bertentangan dengan UUD 1945. Karena menghalangi seseorang yang berniat mencalonkan diri sebagai kepala daerah, serta menghambat seseorang untuk berpartisifasi aktif, dalam suatu angenda demokrasi,” tegasnya.

Sebelumnya, Iskandar, salah seorang calon Kades Geulanggang Gajah, Kecamatan Kuala Batee, Abdya merasa terzalimi atas keputusan Camat Kuala Batee, yang meminta P2K untuk mengugurkannya dirinya dari bursa calon Kades. Untuk mendapat keadilan, Iskandar meminta pendampingan hukum kepada YARA Perwakilan Abdya.

Dari surat camat terkait pencoretan Iskandar dari salah satu calon berimbas P2K sebelumnya mengundurkan diri. Kemudian dipilih P2K baru oleh Tuha Peut desa Geulanggang Gajah, Kecamatan Kuala Batee. “P2K saat itu tidak berani mengambil kebijakan mencoret Iskandar sesuai surat camat. P2K kemudian mengundurkan diri. Dalam waktu singkat, sudah dibentuk P2K baru dan Iskandar dicoret dari bursa calon,” ungkap Semy.

Alasan camat yang mencoretnya dari daftar calon adalah atas dasar Qanun Aceh tentang Nomor 4 tahun 2009, tentang cara pemilihan dan pemberhentian Kades di Aceh. Di mana, pada Pasal 13 huruf J, yang berbunyi tidak pernah dijatuhi pidana penjara, karena melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara paling singkat 5 tahun, berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali tindak pidana makar atau politik, yang telah mendapat amnesti/rehabilitasi. “Kalau itu alasannya, Iskandar tidak bisa dicoret karena Iskandar tidak pernah dihukum seperti dalam Qanun itu,” urai Semy.

Semy mengatakan, kliennya merasa hak politiknya dicabut sepihak oleh camat dan pihak terkait. Kliennya juga merasa namanya baiknya tercemar atas putusan Camat, yang terkesan mengada. “Klien kami merasa dirugikan. Nama baiknya tercemar,” pungkasnya. (b21)

  • Bagikan