Tafakur Al ‘Illat Al Hadist Filter Keabsahan Dalil Hukum

Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)

  • Bagikan
Tafakur Al 'Illat Al Hadist Filter Keabsahan Dalil Hukum

Manba’ al Hukmi (Sumber dari segala sumber hukum) di dalam Islam ada dua,yaitu al Qur’an dan al Hadits. Kedua hal itu disebut nash atau dalil. Oleh karenanya, di dalam Islam tidak dikenal istilah Law Making (membuat hukum), melainkan dikenal istilah law Finding (menemukan hukum).

Umat Islam tidak membuat hukum, karena Al Syaari’ (pembuat syari’at) adalah Allah Swt. Dengan demikian, umat Islam hanya berupaya menemukan hukum yang telah Allah Swt firmankan di dalam Alquran dan di dalam petunjuk Nabi Saw yang termaktub pada kitab kitab induk hadits. Jika Alur’an terjamin dari upaya pemalsuan (Q.S.Al Hijr, ayat 9), maka tidak demikian halnya dengan hadits hadits Nabi Saw.

Untuk dapat digunakan sebagai dasar dalam istinbath (penetapan hukum), diperlukan kepastian tentang validitas dari eksistensi sebuah hadits, untuk selanjutnya dapat diterima (maqbul) atau ditolak (mardud). Salah satu cara untuk memfilter (menyaring) validitas hadits, adalah dengan cara mengkaji tentang apakah sebuah hadits mengandung ‘illat (العلة) atau tidak. Jika mengandung ‘illat (cacat) dan ‘illatnya itu al qaadhih (القاضح) atau mencederai hadits itu,maka hadits tersebut menjadi mardud (tertolak) sebagai dalil hukum.

Secara etimologi, ‘Illat (العلة) merupakn isim masdar yang berasal dari kata عل-يعل-علة, artinya cacat, samar, sakit tersembunyi. Secara terminologi, Ibnu Shalah menyebutkan bahwa ‘Illat pada hadits adalah “Ungkapan untuk sebab-sebab yang tersembunyi, yang dapat mencederai hadits.” (Mana’ Khalil Al Qathan,Mabahits Fi ‘Ulum Al Hadits).

Imam Al Nawawi menjelaskan, ” ‘illat pada hadits adalah ungkapan sebab sebab tersembunyi yang mencederai hadits, meskipun secara dzahir terlihat selamat dari cacat.” (Muhammad ‘Ajjaj al Khathib,Ushul al Hadits). ‘Illat pada terminologi hadits berbeda dengan ‘illat dalam terminologi fiqh atau ushul fiqh. ‘Illat dalam terminologi hadits, oleh para ulama, biasa disebut dengan al ‘illat al manshushat (العلة المنصوصة) atau cacat implisit pada teks sanad, matan, dan rawi, atau kombinasi cacat pada sanad dan matan.

Sedangkan ‘illat pada terminologi fiqh atau ushul fiqh,biasa disebut al ‘illat al mustanbathah (العلة المستنبطة) atau cacat eksplisit, dengan pemaknaan sebagai sebab hukum atau pemahaman hukum. ‘Illat hadits yang dipandang Al Qaadhih atau mencederai hadits, meliputi سوء الحفظ (hafalan yang buruk), غفلة (lalai), كذب (dusta), مجهول (tidak dikenal), dan lain lainnya.Dengan demikian, al ‘Illat di dalam ilmu hadits adalah membedah dan mengkaji hadits hadits yang tampaknya shahih, tetapi sebenarnya menyimpan cacat tersembunyi yang dapat mencederai eksistensi hadits sebagai dalil hukum.

‘Illat hadits dapat diklasifikasikan atas 6 hal. Pertama, ‘illat pada sanad yang tidak berdampak pada sanad dan matan. Contohnya hadits mu’an’an ditangguhkan sampai ditemukan jalur sanad lain yang sima’i (سماعي). Kedua, ‘illat pada sanad yang mencederai sanad, tetapi tidak mencederai matan. Contohnya, hadits tentang penjual dan pembeli memiliki hak khiyar (hak menawar).

Ketiga, ‘illat pada sanad yang mencederai sanad dan matan. Contohnya hadits munkar yang berasal dari Abdurrahma ibn Yazid ibn Tamim al Syami. Keempat, ‘illat pada matan yang tidak mencederai sanad dan matan. Contohnya, hadits Umar bin Khatab yang pernah nazar untuk ‘itikaf di Masjidil Haram.

Kelima, ‘illat pada matan yang mencederai sanad dan matan. Cotohnya,hadits maknawi tentang Nabi saw berwudhu’ dengan dua liter air dari sahabat Jabir ibn Yazid. Keenam, ‘illat pada matan yang hanya mencederai matan saja. Contohnya, matan hadits tidak membaca Bismillah pada surat Al Fatihah, padahal yang benar, membaca Bismillah meskipun tidak dijaharkan. Hal ini sebagaimana matan hadits riwayat imam Bukhari dan iman Muslim dari sahabat Anas bin Malik. Wallahu’alam. WASPADA.id

Penulis adalah Dosen Hadits Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa

  • Bagikan