Tafakur Kemuliaan: Palestina Dan Nalar Sehat Humanistik Israel

Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)

  • Bagikan
Tafakur Kemuliaan: Palestina Dan Nalar Sehat Humanistik Israel

Yahya Abdul Aziz Jemus Junkung Jammeh, mantan kepala negara Gambia (1994-2017) mengatakan, Every Westerner is jubilating that the Berlin wall has fallen. Something worst than the Berlin wall is in Palestine; and nobody is talking about it.

Artinya, setiap orang Barat bergembira karena tembok Berlin telah runtuh. Sesuatu yang lebih buruk dari tembok Berlin, terjadi di Palestina. Namun tidak ada yang membicarakannya.

Apa yang disampaikan Yahya Jammeh di atas adalah kegelisahannya terhadap tidak munculnya nilai humanistik Barat terhadap nasib Palestina, yang di dalamnya ada masjidil Aqsha, salah satu dari tiga masjid yang sangat dimuliakan oleh umat Islam.

Edward W Said penulis buku Orientslism (1978) mengatakan, You cannot continue to victimize someone else, just because you yourself were a victim once. Artinya, Kamu (Israel) tidak bisa terus-menerus menjadikan orang lain (Palestina) sebagai korban, hanya karena alasan kamu (Israel) sendiri pernah menjadi korban.

Yahudi Israel sebenarnya harus tahu diri, karena mereka pernah merasakan sakit dan menderita dalam peristiwa Holocaust, dimana Yahudi Israel dibantai oleh Nazi Jerman. Seharusnya Yahudi Israel lebih tahu diuntung, karena mereka pernah disakiti. Bahkan akan dimusnahkan rasnya oleh Nazi Adolf Hitler, melalui upaya genosida atau pembantaian besar besaran secara berencana terhadap ras Yahudi.

Apakah Yahudi Israel sudah lupa terhadap peristiwa Holocaust (1933-1945), apakah mereka telah lupa dengan Adolf Hitler dan Partai Nazi dengan konsepnya, Final solution to the Jewish Qoestion (Solusi Akhir untuk Persoalan Yahudi).

Solusi akhir yang dimaksud Adolf Hitler adalah pembantaian massal yang terorganisir dan sistemik terhadap kaum Yahudi Eropa. Masihkah kaum Yahudi Israel ingat tentang Kamp Auschwitz di Polandia? Kamp itulah yang digunakan oleh Adolf Hitler pada bulan Mei 1940 untuk melakukan pemusnahan masal terhadap Yahudi.

Sementara kamp Auschwitz adalah kamp terbesar yang terletak sekitar 37 mil sebelah Barat Krakow, dekat perbatasan Praperang Jerman-Polandia di Upper Silesia, sebuah daerah yang direbut Nazi Jerman pada tahun 1939, setelah menginvasi dan menaklukkan Polandia.

Tiga kamp utama Auschwitz adalah: 1. Auschwitz I, berdiri pada bulan Mei tahun 1940. 2. Auschwitz Birkenau, didirikan awal tahun 1942. 3. Auschwitz Monowitz, didirikan pada bulan Oktober tahun 1942. Pada tanggal 27 Januari 1945, tentara Rusia memasuki Auschwitz, Birkenau, dan Monowitz untuk membebaskan 7.000 tahanan Yahudi, yang pada saat itu kebanyakan dalam kondisi sekarat dan sakit berat.

Ada sekitar 1,1 juta orang Yahudi dibunuh massal oleh pihak penguasa kamp Auschwitz. Atas dasar itulah, Majelis Umum PBB mengesahkan Resolusi 60/7 pada tanggal 1 November 2005 dan menetapkan hari peringatan Holocaust Internasional pada tanggal 27 Januari, dengan maksud untuk mengenang pembebasan Yahudi dari pembantaian Nazi di kamp Auschwitz oleh pasukan Rusia.

Realitas sejarah pembantaian Yahudi oleh Nazi Adolf Hitler, seharusnya menjadi cermin bening bagi Yahudi Israel, agar mereka punya hati nurani humanistik (kemanusian) terhadap Palestina. Palestina adalah negeri merdeka yang punya kemuliaan.

Salahuddin Al Ayubi sudah membebaskan Palestina dari penjajahan pasukan Salib Eropa pada tanggal 2 Oktober 1187, setelah kurang lebih 90 tahun Yerusalem di bawah kekuasaan penjajahan Salib Eropa (Knights of Templar) yang memasuki Yerussalem pada tahun 1099 Masehi. Klaim Israel terhdap tanah Palestina atas dasar ‘tanah yang dijanjikan’ berdasarkan Alkitab, ditentang oleh banyak ahli dan juga ditentang oleh para sejarawan, karena tidak didukung oleh bukti sejarah yang kuat.

Para sejarawan mengatakan, tidak ada bukti bahwa Yahudi menjadi mayoritas sebelum tahun 1948 di Palestina. Pakar hukum internasional berpendapat bahwa hak sejarah, tidak dapat digunakan untuk membenarkan pendudukan atau penjajahan. Pendudukan suatu negara atas wilayah lain tanpa persetujuan dari negara yang diduduki, adalah pelanggaran hukum internasional. Atas dasar itu, klaim Israel atas wilayah Palestina adalah klaim yang lemah, tuna sejarah dan bertentangan dengan hukum internasional.

Lebih dari itu, Israel tidak realistis dan tidak memiliki hati humanistik, karena tidak ada pembenaran yang sah secara kemanusiaan untuk menjajah orang atau bangsa lain. Thomas Franck Profesor hukum internasional di Columbia Law School, berpendapat bahwa, hak sejarah tidak dapat digunakan untuk membenarkan pendudukan.

Ruth Wedgwood, profesor hukum internasional di Yale law School mengatakan, klaim hak sejarah Israel tidak didukung oleh bukti sejarah yang kuat. Klaim hak sejarah Israel, didasarkan pada interprestasi yang bias dan tidak akurat dari Alkitab.

Begitu juga Richard Falk, profesor hukum internasional di Princeton University berpandangan, bahwa pendudukan Israel atas tanah Palestina adalah pelanggaran hukum internasional dan klaim hak sejarah Israel tidak dapat digunakan untuk membenarkan pelanggaran tersebut. Wallahu’alam. WASPADA.id

Penulis adalah Dosen Hadits Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa

  • Bagikan