Top Daboh, Tradisi Aceh Sejak Dulu…

  • Bagikan
Ribuan pengunjung memadati lokasi Seni Rapai Daboh di Lapangan Sepakbola Idi Cut, Darul Aman, Aceh Timur, Jumat (18/9) malam. Waspada/Muhammad Ishak
Ribuan pengunjung memadati lokasi Seni Rapai Daboh di Lapangan Sepakbola Idi Cut, Darul Aman, Aceh Timur, Jumat (18/9) malam. Waspada/Muhammad Ishak

ACEH diakui dengan kekayaan seni budaya sejak zaman dahulu. Bahkan, tiap daerah memiliki budaya tersendiri. Keanekaragaman dan keunikan seni dan budaya menjadi Aceh lebih dikenal di luar.

Salah satu seni budaya Aceh yang terus dilestarikan sampai sekarang adalah adalah Rapai Daboh. Seni yang dimainkan kalangan dewasa tersebut dikenal erat kaitannya dengan mistis, karena berhubungan dengan benda tajam, seperti pisau dan rincong.

Jumlah pemain dalam tradisi tersebut biasanya 10-12 orang. Permainannya dipimpin seseorang yang diberi nama Khalifah atau Pawang, dimana sang Pawang akan mengendalikan Peh Daboh (Pukul Rapai—red), sehingga terhindar dari hal-hal yang membahayakan timnya.

Disaat ditonton masyarakat luar Aceh atau luar negeri, seni Peh Daboh itu seperti tidak percaya dan tidak sedikit yang menduga bahwa hal tersebut hanya sebuah setingan. Padahal, senjata tajam yang digunakannya benar-benar senjata yang terbuat dari besi dan sangat berbahaya disaat dimainkan anak-anak muda yang tidak menguasai permainannya.

Seperti halnya yang ditampilkan beberapa tim Seni Rapai Daboh atau Debus yang digelar dalam rangka HUT ke-78 RI Tahun 2023 di Lapangan Sepakbola Idi Cut, Kecamatan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur, Jumat (18/8) malam. Kegiatan Seni Seudati digelar di lokasi yang sama, Sabtu (19/8) malam.

Ribuan warga dari berbagai pelosok turun menyaksikan Rapai Top Daboh. Kesenian yang dimulai sejak pukul 21:00 Wib itu berakhir sekira pukul 23:45 Wib. “Sudah lama kami tidak melihat Top Daboh ini, jadi kami sama-sama datang khusus menyaksikan kesenian ini,” kata Rahmah, gadis asal Idi Cut.

Awalnya penampilan Top Daboh menegangkan, karena senjata tajam ditancapkan ke paha, perut dan memotong lidah serta menggores wajah, tetapi tidak mengapa dan sama sekali tidak tergores dan tertusuk. “Pemain-pemain ini seperti memiliki ilmu kebal disaat Rapai Daboh dibunyikan,” tambah Ihsan, warga lain.

Camat Darul Aman, Azani SE, didampingi Imam Mukim Kuta, Syauki, dan Keuchik Alue Gadeng, Matlain, kepada Waspada, Minggu (20/8) mengatakan, kesenian Rapai Daboh itu digelar sebagai bentuk hiburan untuk masyarakat dalam rangka HUT ke-78 RI tahun ini.

“Selain Rapai Daboh, kita juga menggelar Tari Seudati. Tujuannya untuk melestarikan budaya bangsa kita sendiri, apalagi tarian seudati dan top daboh ini mulai langka ditampilkan,” kata Azani.

Atraksi ketangkasan dan kekebalan tubuh yang dipadukan dengan alunan music rapai menjadi unik ketika ditonton. Bahkan tidak sedikit dari pemain membuka baju dan menampilkan kebolehannya menusuk senjata tajam ke lengan, badan dan paha.

Tradisi yang mulai langka ditampilkan di Aceh itu belakangan kembali dilestarikan. Bahkan beberapa kecamatan mulai melatih kembali Rapai Daboh itu. Semoga kesenian Aceh yang unik ini terus dilestarikan dan menjadi awal mempererat ukhuwah islamiyah. WASPADA.id/Muhammad Ishak

  • Bagikan