Usaha Family Cincau, Enak Dirasa Tak Terjamah Bantuan Pemerintah

  • Bagikan

SIANG itu matahari begitu terik, kulit terasa terbakar dan deru anginpun tak berhembus semestinya. Penulis menyusuri jalan setapak menuju sebuah tempat pengolahan pembuatan lengkong biasa disebut cincau di sekitaran bantaran krueng/sungai Langsa.

Ya, di sana berdiri sebuah usaha Family Cincau yang berada persis bersisian di bibir Krueng Langsa milik Sartono, 45, warga Dusun Tanjung Putus, Gampong Jawa Belakang I, Kecamatan Langsa Kota.

Usaha lengkong atau cincau yang ditekuni Sartono berdiri sejak lima tahun silam yang telah memiliki lebel usaha Family Cincau, dimana untuk semua pekerjanya merupakan para kerabatnya Sartono.

Sartono, pria gempal berkulit sawo matang itu bertelanjang dada begitu yakin akan usahanya yang dirintis sejak lima tahun silam itu tanpa mengenal lelah.

Usaha Family Cincau, Enak Dirasa Tak Terjamah Bantuan Pemerintah

Dianya, mengawali debut usaha berbekal mengikuti pelatihan di Medan dan lalu menerapkannya secara konvensional.

“Saya bisa buat lengkong ini pernah belajar di Medan dan kini saya geluti usaha ini sebagai penopang hidup,” ujar Sartono, kepada wartawan, Senin (31/1) siang.

Menurutnya, lengkong atau cincau adalah makanan sebagai campuran pada minuman maupun makanan pencuci mulut pelengkap, kebanyakan pada minuman es atau juga sebagai pelengkap aneka minuman dingin.

Lengkong atau Cincau berwarna hitam pekat ini berbahan baku dari daun cincau yang merupakan ekstrak tanaman janggelan (mesona palutris) yang telah dikeringkan dan didatangkan dari Binjai-Sumut seperti daun kacang-kacangan yang biasa hidup dihamparan perkebunan kelapa sawit dan juga tambahannya tepung kanji atau tapioka.

Di mana sebelumnya, daun cincau ini direbus selama dua jam, lalu disaring airnya rebusan supaya tidak berpasir dan terbebas dari kotoran. Setelah itu air yang tadinya sudah disaring direbus kembali dan diaduk dengan tepung selama 30 menit. Kemudian dicetak dengan cetakan yang kaleng ukuran 1 kilo, dan didiamkan agar mengeras selama 15 menit.

Usaha cincau yang ditekuni Sartono ini terbilang sangat tradisional sekali hanya ada satu alat pengaduk yang menggunakan mesin selebihnya mengandalkan tenaga manusia.

Dalam sehari Sartono, mampu mencetak sekitar 400 kaleng yang siap dipasarkan ke tingkat pedagang pengecer di Pusat Pasar Langsa dengan harga 1 kaleng ukuran 1 kg Rp5.000 saja.

“Satu hari saya bisa membuat dua drum atau sekitar 400 kaleng siap jadi,” terang Sartono suami dari Syamsidar itu.

Sartono didampingi para pekerjaannya yakni Indra dan Mbak Giran, menukilkan bahwa usaha cincau ini merupakan usaha yang memang butuh keuletan dan sejauh ini tetap mandiri.

Disingung berapa omsetnya setiap hari, Sartono menyatakan hampir Rp2 juta perhari yang merupakan pendapatan kotor dan belum dipotong bahan baku serta upah tenaga kerja.

“Alhamdulillah cukuplah untuk menopang ekonomi keluarga,” ujar Sartono ayah dari Mita Dafani, 13, dan Raska, 1,5 tahun ini.

Diutarakan Sartono lagi, terkait harga daun cincau yang diorder dari Binjai per kilogramnya berkisar Rp20.000 dan tidak ada di daerah sini.

Meskipun untuk bahan daun cincau hitam atau janggelan (mesona palutris begitu sulit, soal mutu lengkong buatan Sartono tak perlu diragukan lagi selain hasil cetakan lengkongnya kenyal juga tahan lama, beda dengan buatan yang lainnya.

Namun begitu, usaha cincau ini nyaris hampir kolaps di saat pertama badai Covid 19 melanda Aceh yakni di sekitaran tahun 2020 silam, praktis usaha cincau ini melemah pangsa pasarnya kerena orderan kurang sekali.

Namun, berbekal keyakinan dan keuletan Sartono tetap bersikukuh mempertahankan usaha ini, sekarang kondisinya sudah mulai membaik seiring penerapan PPKM pun kian pudar.

Usaha Family Cincau, Enak Dirasa Tak Terjamah Bantuan Pemerintah

Hal lain, sebut Sartono usaha lengkong ini meningkat tajam dikala memasuki bulan suci Ramadhan, maka bulan-bulan inilah yang akan menutupi 11 bulan lainnya, bahkan ketika Ramadhan tiba keberkahan itupun menghampirinya.

“Kalau bulan puasa kami bisa menghasilkan lengkong hingga 10 drum atau sekitar 2.000 kaleng dalam sehari,” kata Sartono sembari menyapu keringat yang bercucuran di badannya.

Sejatinya, ujar Sartono diujung kalimatnya, usaha Family Cincau ini enak rasanya, namun tak pernah terjamah dari bantuan pemerintah daerah maupun pemerintah gampong untuk menjadikan usaha yang modern, tapi kami tak pernah patah arang dalam melakoni usaha ini.

“Semoga kiranya Pemerintah Kota Langsa dan Pemerintah Gampong mau peduli dengan usaha kecil masyarakat, sehingga usaha home industri ini bisa mandiri dan bersaing di tengah-tengah pangsa pasar perekonomian,” pungkasnya mengakhiri. Semoga… WASPADA/Rapian

Teks foto : Sartono dan dua pekerjanya, Indra dan Mbak Giran saat mengolah daun cincau untuk dijadikan Lengkong di Dusun Tanjung Putus, Gampong Jawa Belakang I, Kecamatan Langsa Kota, foto diabadikan, Senin (31/1).Waspada/Rapian

  • Bagikan