Usaha Ibu-Ibu Sering Bangkrut Karena Tak Bisa Memilah Uang Usaha Dan Dapur

  • Bagikan
Usaha Ibu-Ibu Sering Bangkrut Karena Tak Bisa Memilah Uang Usaha Dan Dapur
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi.(Ojk/ist)

JAKARTA (Waspada): Seringkali kebangkruran usaha ibu-ibu karena tidak bisa memilah mana uang hasil usaha dengan uang untuk kebutuhan rumah tangga atau uang dapur. Kondisi menejemen yang buruk yang menjadi penyebab kebangkrutan usaha ibu-ibu dalam kegagalan bisnisnya.

Demikian kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi dalam menyambut Hari Kartini di Gedung Perpustakaan Nasional Salemba, Selasa (23/4/2024).

“Hal menejemen inilah yang seringkali dihadapi para perempuan saat sedang menjalankan usahanya. Karena ibu-ibu tidak bisa memisahkan keuangan dari usahanya dan keuangan untuk keluarga, untuk pribadi. Itu harus dipisahkan,” ujar Friderica yang biasa di sapa Kiki.

Menurutnya, banyak ibu-ibu yang punya usaha atau sudah pakai produk jasa keuangan dapat kredit, dapat pembiayaan dari institusi keuangan Mekaar, bank, Pegadaian, dan lain-lain, tapi berakhirnya bukan bisnisnya maju, malah berakhir dengan utang. Itu dikarenakan penanganan keuangannya amburadul.

Oleh karenanya, penting untuk memahami bagaimana cara pengelolaan keuangan keuarga dan bisa memilah apa saja yang harus didahulukan. Hal terpenting lainnya adalah secara konsisten memisahkan keuangan bisnis dan rumah tangga.

“Ibu harus punya target dan disiplin juga. Karena itu salah satu ciri-ciri kita tidak mengelola uang dengan baik bukannya kita pikir investasikan ke mana, tapi kita mikirnya uangku habis kemana saja ya? Jangan sampai seperti itu,” tegas Kiki.

Perempuan, lanjutnya, harus terliterasi dengan baik karena akan menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya kelak. Oleh karenanya, OJK berkomitmen untuk mengembangkan ltierasi dan edukasi untuk masyarakat Indonesia khususnya perempuan.

“Karena ibu itu madrasah pertama untuk putra-putrinya. Jadi bagaimana ibu bisa menjadi pengajar yang baik untuk putra-putrinya kalau ibu sendiri belum teredukasi dengan baik,” imbuh Kiki.

Ia pun mendorong agar setiap perempuan mampu menggunakan produk dan layanan jasa keuangan secara bijak. Karena, pada akhirnya, keberhasilan peningkatan literasi dan inklusi keuangan akan mendorong pemberdayaan perekonomian melalui kesempatan berusaha bagi perempuan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan finansial di tingkat keluarga bahkan di daerahnya. (J03)

  • Bagikan