Calon “Raja” Baru Indonesia?

  • Bagikan

Oleh Shohibul Anshor Siregar

Meski Gibran masih 35 tahun lebih, karena sudah berpengalaman menjadi kepala daerah, demi putusan MK… Tak ada lagi yang bisa menghalangi langkah cepat Jokowi. Kecuali Prabowo Subianto sendiri yang memutuskan berpasangan dengan figur lain. Tetapi rasanya itu tak mungkin

Meski sudah ditugasi menjadi juru kampanye nasional Ganjar Pranowo-Mahfud MD, kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Joko Widodo, kemungkinan besar, dalam waktu amat dekat ini, akan segera ditetapkan menjadi bakal Calon Wakil Presiden Republik Indonesia, berpasangan dengan politisi senior Prabowo Subianto. Sebelum penetapan pada 13 November 2023 mendatang oleh Komisi Pemilihan Umum, pendaftaran berlangsung pada 19-25 Oktober 2023. Sedangkan pengundian dan penetapan nomor urut pasangan calon dijadwalkan 14 November 2023.

Tampaknya bukan hanya Prabowo Subianto saja yang benar-benar amat menginginkan. Sebuah kubu kekuatan politik, yang mengkristal di bawah dikte ayah Gibran Rakabuming Raka, berada di belakang fenomena politik ini. Setidaknya, Joko Widodo telah berhasil mengomandokan sejumlah partai yang akan berkoalisi untuk memenuhi ketentuan dukungan suara yang diperlukan (minimal 20 persen) sesuai regulasi yang berlaku.

Partai Gerindra (partai milik Prabowo Subianto sendiri), Partai Golongan Karya, Partai Amanat Nasional, Partai Bulan Bintang, dan Partai Garuda. Untuk niat ini di belakang Joko Widodo masih ada kekuatan nonpartai, tak hanya jejaring yang dibinanya selama berkuasa sejak tahun 2014. Suka atau tidak, pengaruh dikte Jokowi juga tak hanya efektif menggiring proses yang begitu cepat ini termasuk melalui penarasian media arusutama yang sudah amat terlatih tak begitu memerlukan kritisisme dalam misi politik kesehariannya mengisi kehidupan demokrasi.

Sebelum ini, Senin, 16 Oktober 2023, seorang mahasiswa dari Surakarta, yang menyatakan diri sebagai pengagum fanatik Gibran Rakabuming Raka, berhasil beroleh sukses dalam kerja politik luar biasa di Mahkamah Konstitusi. Ia meminta uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden. Dia tak sendirian.

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan, dari enam gugatan yang diajukan, tiga ditolak, dua tidak diterima, dan satu, dari mahasiswa pengagum Gibran Rakabuming Raka, diterima sebagian. Ketua MK Anwar Usman menyatakan putusan ini berlaku mulai Pemilu 2024. Masalahkah atau tidak ditinjau dari kedudukan seorang hakim yang menangani perkara yang bertalian dengan kepentingan anggota keluarga atau kerabat, faktanya Anwar Usman adalah paman Gibran Rakabuming Raka, adik ipar Joko Widodo.

Meski penuh kontroversi, namun sejauh ini MK telah berhasil mempersembahkan sebuah putusan untuk memberi karpet merah konstitusional amat khusus buat Gibran. Persyaratan usia pencalonan dalam ketentuan regulasi tetap saja 40 tahun. Kemampuan kreatif MK untuk mendukung hasrat besar Jokowi mempromosikan anak sulungnya Gibran ini terletak pada penambahan syarat pengecualian affirmatif, yakni “berpengalaman sebagai kepala daerah”.

Tidak ada yang salah ketika orang meminta syarat usia calon presiden diturunkan dari 40 tahun menjadi 35 tahun, 30 tahun atau bahkan 25 tahun. Negara-negara lain pun tak alergi dengan kemudaan usia meski pada praktiknya keberhasilan perebutan kekuasaan politik yang fair tak selalu memihak asa itu. Tetapi mengapa sebuah negara yang mengklaim berdemokrasi begitu canggung memahami kebutuhan hukum dan perundang-undangannya hingga ketentuan yang ada harus dirombak justru saat tahapan perhelatan Pemilu sudah berjalan. Mereka tak faham menyesuaikan rencana dengan kebutuhan masa depan.

Lebih anomali lagi ketika diketahui bahwa perombakan itu justru dimaksudkan untuk menggelar karpet merah bagi anak sulung seseorang yang sedang menjabat sebagai presiden dan yang segera akan turun dari panggung kekuasaan setelah usaha-usahanya gagal mengabadikan kekuasaannya. Suka atau tidak, terasa seperti mainan politik yang hanya lazim terdapat dalam kisah-kisah lama kerajaan yang belum mengenal nilai dan praktik demokrasi.

Sekarang, meski Gibran Rakabuming Raka masih berusia 35 tahun lebih, karena sudah berpengalaman menjadi kepala daerah (wali kota), demi putusan MK, ia dan orang seusianya yang berkeinginan harus diterima menjadi Calon Presiden atau Wakil Presiden. Tak ada lagi yang bisa menghalangi langkah cepat Jokowi. Kecuali Prabowo Subianto sendiri yang, misalnya, akhirnya memutuskan berpasangan dengan figur lain. Tetapi rasanya itu tak mungkin. Sebab optimisme atas perhitungan efek Jokowi-lah satu-satunya nilai penting di balik fenomena ini. Nilai yang sama diperebutkan di kubu lain, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan koalisinya yang sudah mendeklarasikan pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.

Prabowo Subianto berulangkali gagal dalam perhelatan serupa, di antaranya, dua perhelatan terakhir bahkan berhadapan langsung dengan Joko Widodo. Sebagai yang kini menyatakan diri menjadi penerus agenda Joko Widodo setidaknya (harapan) untuk Indonesia 2024-2029, tampaknya Prabowo Subianto benar-benar sangat berharap dukungan Joko Widodo. Sebuah prasyarat yang mungkin dianggap sebagai kunci utama proyeksi kemenangan.

Gibran lahir pada 1 Oktober 1987. Indonesia harus menyebutnya seorang pengusaha dan politisi Indonesia. Saat ini menjabat sebagai Wali Kota Surakarta. Sangat mudah mencari data narasi digital yang menyatakan bahwa Gibran ini seorang pebisnis, semudah pencarian data dirinya dan ayahnya, Joko Widodo, yang menyatakan tiada bakat dan ketertarikan ke dunia politik.

Gibran merintis usaha dengan membuka katering yang diberi nama Chilli Pari. Pemilik Markobar, sebuah usaha kuliner martabak yang dijalankan bersama adiknya Kaesang Pangarep, ini, juga dikenal menjalankan MangkokKu, sebuah usaha olahan kuliner Nusantara dengan konsep rice bowl yang dijalankan bersama dua orang temannya.

Gibran orang yang amat beruntung, memang. Pengusaha yang Wali Kota Surakarta, ini, memiliki total kekayaan Rp 26,03 miliar, per 31 Januari 2023. Tetapi meski pun seberuntung itu, Gibran Rakabuming Raka tak sepi dari dugaan pelanggaran hukum. Ia dan adik kandungnya yang beberapa hari lalu telah dinobatkan menjadi Ketua Umum Partasi Solidaritas Indonesia, Kaesang Pangarep, pernah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi, 10 Januari 2022 lalu.

Laporan dibuat seorang dosen Universitas Negeri Jakarta yang juga aktivis ’98, Ubedilah Badrun. Dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang bertalian dugaan Kolusi Korupsi dan Nepotisme relasi bisnis dengan grup bisnis yang ditengarai terlibat pembakaran hutan.

Menurut Ubedilah, dugaan itu sangat jelas melibatkan kedua anak Jokowi dan anak petinggi pemilik sebuah perusahaan besar karena adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura. Dalam laporan itu Ubedilah mengaku memiliki bukti-bukti data perusahaan serta pemberitaan terkait adanya pemberian penyertaan modal dari ventura. Tentu saja jika laporan Ubedillah berkategori fitnah, ia dapat dikenakan sanksi pidana melalui proses pengadilan.

Sekaitan itu mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Rizal Ramli, Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun, bersama sejumlah orang lainnya, telah mendatangi gedung KPK pada Senin, 21 Agustus 2023 untuk menanyakan kelanjutan laporan. Rizal Ramli menyatakan bahwa mereka awalnya meminta untuk bisa bertemu dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk meminta penjelasan. Namun, permintaan ditolak. Ubedillah memiliki bukti baru soal laporannya terhadap Gibran dan Kaesang dan ingin menyampaikan langsung kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Perkembangan terbaru pasca putusan MK begitu cepat. Partai Golongan Karya sudah menetapkan Gibran Rakabuming Raka melalui sebuah Rapat Pimpinan Nasional, Sabtu (21/10/2023). Begitu pun partai Garuda. Partai Amanat Nasional pastilah akan segera menyusul, tak mungkin berseberangan dengan Jokowi. Ini hanya menunggu sesuatu yang tak terkait dengan keberanekaan pilihan yang sudah dipatrikan dalam batin dan cita-cita.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra pun yakin Gibran akan segera disepakati dan akan segera dideklarasikan sebagai calon wakil presiden yang mendampingi Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto karena telah disahkan sebagai calon wakil presiden Koalisi Indonesia Maju. Ia pun telah mengucapkan selamat ketika anak sulung Presiden Jokowi itu berkunjung ke kediamannya, Sabtu (21/10/2023).

Menarik menyimak narasi dukungan para politisi terhadap Gibran. Alasan Partai Golongan Karya memilih Gibran ketimbang Erick Thohir dan Ridwan Kamil adalah pertimbangan representasi muda dan sangat penting memiliki perwakilan pemuda dalam kontestasi Pilpres 2024 mengingat populasi generasi milenial dan Z di Indonesia mencapai 120 juta atau 53 persen dari keseluruhan jumlah penduduk.

Partai Garuda beralasan karena partai itu banyak didukung kaum milenial, tokoh-tokoh muda, dan itu adalah kesamaan paling mencolok antara partainya dan Gibran yang banyak menyodorkan calon-calon wakil rakyat dari golongan anak muda. Alasan yang sama juga mengemuka dari Andre Rosiade, anggota Dewan Pembina Partai Gerindra. Ia bilang Gibran Rakabuming Raka diusulkan merepresentasikan wakil generasi muda dalam pemilihan presiden.

Tetapi komentar dukungan itu paradoks semua. Kebudayaan politik Indonesia tak begitu welcome terhadap anak muda, tak hanya ditunjukkan oleh dominasi orang sepuh usia dalam kepemimpinan partai dan keanggotaan legislatif mau pun kabinet. Karena itu tentu tak harus dimaknai bahwa Prabowo Subianto itu hanyalah sebuah jembatan yang perlu untuk memungkinkan seorang anak muda menjadi Presiden.

Jika seseorang keberatan atas rencana suksesi Indonesia ala Jokowi itu, sebaiknya berpikir keraslah untuk mencari mekanisme penentangannya. Sesiapa yang tak setuju boleh saja bersungut-sungut, mencomel, atau menggerutu. Boleh dengan mengeritik keras putusan MK atau dengan mengajukan alasan ketaksetujuan atas pencederaan nilai prinsip distribusi dan sirkulasi demokrasi. Juga boleh atas nama etika dan kepantasan. Namun, tampaknya, the show must go on.

Penulis adalah Dosen Fisip UMSU, Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBAIS).

  • Bagikan