Larangan Menyembah Selain Allah SWT

Oleh Prof Dr Faisar A. Arfa, MA - Dosen Pascasarjana UINSU & UMSU

  • Bagikan
Larangan Menyembah Selain Allah SWT

Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Qur’an, (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa. Katakanlah, “Sesungguhnya aku dilarang menyembah tuhan-tuhan yang kalian sembah selain Allah.” Katakanlah, “Aku tidak akan mengikuti hawa nafsu kalian, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.” Katakanlah, “Sesungguhnya aku (berada) di atas hujah yang nyata (Al-Qur’an) dari Tuhanku, sedangkan kalian mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kalian minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah, Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.” Katakanlah, “Kalau sekiranya ada padaku apa (azab) yang kalian minta supaya disegerakan kedatangannya, tentu telah diselesaikan Allah urusan yang ada antara aku dan kalian. Dan Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang zalim. Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (QS. Al An’am: 55-59)

Al-Qur’an menjelaskan bahwa sebagaimana Allah telah menjelaskan hal-hal yang telah lalu keterangannya, yaitu hujah-hujah dan daliJ-dalil sebagai jalan petunjuk dan bimbingan, dan telah dicela sikap membantah dan ingkar demikian pula Allah telah terangkan ayat-ayat Al-Qur’an yakni ayat-ayat diperlukan oleh orang-orang yang diajak bicara keterangannya secara jelas.

dan  supaya jelas jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang berdosa yang menentang para rasul supaya kamu jelas terhadap jalan orang-orang yang berdosa.
Artinya, agar kamu jelas, hai Muhammad; atau hai orang yang diajak bicara terhadap jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang berdosa.

(Dan demikianlah) sebagaimana yang telah Kami jelaskan sebelumnya (Kami terangkan) Kami jelaskan (ayat-ayat) Al-Qur’an untuk menampakkan yang hak kemudian diamalkan (supaya jelas) supaya menjadi terang (jalan) kelakuan (orang-orang yang berdosa) kemudian engkau menjauhinya. Dalam suatu qiraat dibaca litubayyina; menurut qiraat lainnya dibaca litastabiina. Bila lafal sabiil dibaca nashab maka pembicaraannya ditujukan kepada Nabi SAW.

Katakanlah, “Sesungguhnya aku berada di atas hujah yang nyata dari Tuhanku”.
Nabi Muhammad SAW disuruh untuk menyatakan bahwa dia  berada dalam pengetahuan dari syariat Allah yang telah diwahyukan oleh-Nya kepada Rasulullah. sedangkan Sebagian besar manusia  mendustakan perkara perkara hak yang disampaikan kepada Rasul dari Allah. Tidak ada padaku apa yang kalian minta supaya disegerakannya siksaan atau azab.

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Artinya, sesungguhnya rujukan mengenai hal tersebut hanyalah kepada Allah. Dengan kata lain, jika dia menghendaki untuk menyegerakannya kepada kalian, niscaya Dia akan menyegerakan azab yang kalian minta itu. Dan jika Dia menghendaki penangguhannya terhadap kalian, niscaya Dia menangguhkannya karena dalam penangguhan itu terkandung hikmah yang besar yang hanya Dia saja yang mengetahuinya. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik Yakni Dia adalah sebaik-baik Pemberi keputusan peradilan dan sebaik-baik Pemberi penyelesaian dalam memutuskan perkara di antara hamba-hamba-Nya.

Katakanlah, “Kalau sekiranya ada padaku apa (azab) yang Kalian minta supaya disegerakan kedatangannya, tentu telah diselesaikan Allah urusan yang ada di antara aku dan kalian. Yaitu seandainya keputusan mengenai azab itu berada di tanganku, niscaya aku benar-benar akan menimpakannya kepada kalian sesuai dengan kadar yang berhak kalian terima darinya”.

Katakanlah, “Kalau sekiranya ada padaku apa (azab) yang kalian minta supaya disegerakan kedatangannya, tentu telah diselesaikan Allah urusan yang ada antara aku dan kalian. Dan Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang zalim” (QS. Al-An’am: 58).
Sebagai jawabannya—hanya Allah yang lebih mengetahui—dapat dikatakan bahwa ayat ini menunjukkan pengertian ‘seandainya persoalan azab yang mereka minta itu berada di tangan Nabi SAW, niscaya Nabi SAW akan menimpakannya kepada mereka pada saat mereka memintanya’.

“dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan” (QS. Al-An’am: 59). Artinya, pengetahuan Allah Yang Mahamulia meliputi semua alam wujud ini, baik yang ada di daratan maupun yang ada di lautan, tidak ada sesuatu pun darinya yang samar bagi Allah, dan tidak ada yang samar bagi Allah sebesar zarrah pun di bumi ini, tidak pula yang ada di langit. Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh As-Sarsari dalam bait syairnya yang menyebutkan:

dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula)” (QS. Al-An’am: 59). Yakni Dia mengetahui semua gerak kehidupan seluruh benda, terlebih lagi hewan yang hidup, dan lebih lagi makhluk yang terkena taklif, baik dari kalangan jenis jin maupun manusia. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain:

“Dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (lauh mahfuz)”. Tidak ada suatu pohon pun di bumi, tidak pula sebuah biji pun yang ditanam melainkan padanya terdapat malaikat yang ditugaskan oleh Allah untuk melaporkan kepada-Nya apa yang terjadi pada pohon itu, yaitu mengenai masa lembabnya apabila mengalami kelembaban dan masa keringnya apabila mengalami kekeringan.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Abul Katthab Ziyad ibnu Abdullah Al-Hassani, dari Malik ibnu Sa’ir dengan lafaz yang sama. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Abu Huzaifah bahwa Sufyan telah menceritakan kepada kami, dari Amrah ibnu Qais, dari seorang lelaki, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah telah menciptakan Nun —yaitu tinta—dan lembaran-lembaran, lalu dicatatkan padanya perkara dunia hingga habis, yaitu mengenai penciptaan makhluk atau rezeki halal atau rezeki haram, atau amal baik atau amal buruk. Lalu Ibnu Abbas membacakan firman-Nya;  dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula) (QS. Al-An’am: 59).

(Dan pada sisi Allahlah) Yang Mahaluhur (kunci-kunci semua yang gaib) simpanan-simpanan ilmu gaib atau jalan-jalan yang mengantarkan kepada pengetahuan tentangnya (tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri) ilmu tentang kegaiban itu ada lima macam; mengenai penjelasannya telah dikemukakan dalam surah Luqman ayat 34, yaitu firman-Nya, “Sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat… sampai akhir ayat”.

Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari (dan Dia mengetahui apa) yang terjadi (di daratan) permukaan bumi (dan di lautan) perkampungan-perkampungan yang ada di atas sungai-sungai (dan tiada sehelai daun pun yang gugur) huruf min adalah zaidah/tambahan (melainkan Dia mengetahuinya pula, dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering) diathafkan kepada Lafal waraqatin (melainkan tertulis dalam kitab yang nyata) yakni Lohmahfuz. Al-Istitsna/pengecualian berkedudukan sebagai badal isytimal dari istitsna yang sebelumnya.

Keluasan ilmu Allah SWT digambarkan cukup jelas melalui QS Luqman: 27. Allah SWT memperumpamakan, jika seluruh pohon di dunia dijadikan pena, dan laut yang ditambah tujuh samudra disulap menjadi tinta, maka semuanya tidak akan sanggup menuliskan betapa agungnya pengetahuan yang dimiliki Allah SWT.

Yang menarik dari ayat tersebut, Allah tidak menyebut ‘pohon-pohon’ atau penjelasan sejenis dalam bentuk jamak atau menunjukkan makna bilangan yang banyak. Penggunaan kata syajaratin justru mengibaratkan seluruh pohon yang ada; tanpa sisa.

  • Bagikan