Menggapai Ridha Allah

Oleh Murni

  • Bagikan
Menggapai Ridha Allah

Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami telah beriman’, dan mereka tidak diuji? Sungguh! Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta” (QS. Al-Ankabut, 2-3)

Dia-lah Allah Tuhan yang Mahapengasih, Mahapenyayang dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Tidak ada satupun perkara di Langit dan di Bumi yang luput dari pengetahuan-Nya. Bahkan kebaikan atau keburukan sebesar biji zarrah yang terselip di dalam dada manusia.

Semua perkara tersebut pasti tercatat dalam kitab yang nyata. Firman Allah SWT, Dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-buku catatan (yang ada di tangan Malaikat). Dan segala (urusan) yang kecil maupun yang besar adalah tertulis” (QS. Qomar: 52-53).

Di hari perhitungan semua catatan kebaikan atau keburukan ini akan diperlihatkan untuk diberikan balasan yang sepadan kepada semua hamba. Termasuk ketika seorang hamba merasa lelah untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Jika ini diniatkan karena mengharap untuk menggapai ridha-Nya.

Maka kelak semua akan dibalas dengan kebaikan yang sempurna disisi  Allah. Allah sangat mensyukuri kepada hambanya yang selalu berbuat baik dan pandai bersyukur. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahamensykuri” (QS. Asy-Syura : 23).

Demikian pula Allah Yang Mahabaik sangat meridhai setiap hamba yang tertidur di malam hari dengan pulasnya karena lelah bekerja di siang hari untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Keringat dan lelahnya dalam bekerja tersebut akan menjadi catatan kebaikan dan menjadi penyebab permohonan ampun yang tiada henti-hentinya dari malaikat kepadanya.  Firman Allah SWT: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka Bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS. Al-Jumuah: 10)

Setiap orang memiliki peran masing-masing dalam menggapai ridha Allah. Orang kaya bisa membantu fakir miskin untuk menggapai ridho Allah dengan harta yang dikarunikan Allah kepadanya. Orang yang kuat dan berkuasa bisa membantu atau membela orang-orang yang lemah atau tertindas. Seorang anak bisa berbakti kepada kedua orangtuanya. Seorang istri bisa berbakti dan patuh kepada suaminya. Demikianlah Allah memberikan peluang atau kemampuan kepada setiap hamba untuk mampu berbuat baik sebagai wasilah untuk menggapai keridhoan Allah.

Maka seorang suami atau kepala keluarga yang bekerja atau berusaha untuk mencari nafkah (karunia Allah) adalah amal saleh yang akan menghantarkan dirinya pada derajat kemuliaan. Rasulullah SAW bersabda: “Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi)” (HR. Muslim).

Karena dengannya ia akan tercukupi dan terbebas dari perilaku meminta-minta kepada orang lain. Orang-orang yang beriman adalah mereka yang optimis menghadapi kehidupan, mereka bukanlah pemalas. Karena itu mereka akan berusaha semaksimal mungkin dengan penuh keyakinan dan tawakal bahwa rezeki dari Allah sangatlah luas.

Begitu pula setiap ibu atau istri yang merasa lelah karena mengurus keperluan suami, anak dan keluarganya bukanlah rutinitas yang ringan, melainkan jika semua diniatkan untuk menggapai keridhoan Allah, maka kelak akan dibalas dengan ganjaran yang berlipat ganda. Bahkan para ibu telah berjuang untuk melahirkan anak-anaknyaKarena itu, Allah memerintahkan kepada manusia untuk senantiasa berbakti kepada ibunya, Firman Allah SWT:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepadaKu tempat kembalimu” (QS. Luqman: 14).

Di sinilah penyebab kemuliaan ibu yang berjuang untuk anaknya. Pengorbanan ibu tidaklah sebatas lelah, lemah atau kesakitan. Bahkan nyawa sekalipun rela dikorbankan oleh seorang ibu demi anaknya. Sehingga pantaslah bila Allah menjadikan ibu yang meninggal ketika melahirkan anaknya termasuk salah satu dari syahidah di jalan Allah. Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang terbunuh di jalan Allah adalah syahid, orang yang mati karena wabag adalah syahid; orang yang mati karena sakit perut adalah syahid; dan wanita yang mati karena melahirkan adalah syahid.” (HR. Ahmad)

Selain itu, ada orang berusaha menggapai ridho Allah dengan cara menuntut ilmu untuk bisa diamalkan dan diajarkan kembali kepada manusia. Mudah-mudahan dengannya Allah pasti memudahkan jalan setiap hamba yang berjihad menuntut ilmu menuju surga. Rasulullah SAW bersabda:

“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga” (HR. Muslim). Di dalam kita Al-Umm, Imam Syafii mengatakan bahwa ilmu adalah cahaya Allah. Cahaya yang akan menjadi petunjuk bagi setiap hamba dalam beramal saleh. Sedangkan kebodohan adalah jalan kegelapan yang menjadi alat setan dalam menyesatkan manusia.

Untuk menggapai keridhoan Allah tidak mesti menunggu kaya raya, punya kekuasaan atau kedudukan. Allah memberikan peluang kepada setiap orang yang benar-benar berusaha menggapai ridha-Nya dengan cara beramal saleh dari hal-hal yang sederhana sesuai peran, tanggungjawab dan kesanggupan masing-masing. “Dan orang-orang yang berjihad pada jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami” (QS. Al-Ankabut: 69).

Mudah-mudahan Allah senantiasa membimbing kita sehingga mampu beramal saleh yang konsisten untuk menggapai keridhaannya. Allohu Musta’an.

(Tenaga Pendidik di Pesantren Modern Unggulan Terpadu “Darul Mursyid”, Tapanuli Selatan)

  • Bagikan