Menjaga Kemaluan

  • Bagikan

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki. Sesungguhnya mereka tidak tercela (karena menggaulinya). Maka, siapa yang mencari (pelampiasan syahwat) selain itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Sungguh beruntung pula) orang-orang yang memelihara amanat dan janji mereka (QS. Al-Mu’minun/23: 5-8)

Maksud ayat ke 5-7, orang-orang yang memelihara kemaluan mereka dari perbuatan yang diharamkan. Karena itu mereka tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang Allah, seperti zina dan liwat. Mereka tidak mendekati selain istri-istri mereka yang dihalalkan Allah bagi mereka, atau budak-budak perempuan yang mereka miliki dari tawanan perangnya.

Barang siapa yang melakukan hal yang dihalalkan Allah, maka tiada tercela dan tiada dosa baginya. Menjaga kemaluan dari perbuatan keji. Dalam ayat ini Allah menerangkan sifat kelima orang Mukmin yang berbahagia, yaitu suka menjaga kemaluannya dari setiap perbuatan keji seperti berzina, mengerjakan perbuatan kaum Lut (homoseksual), onani, dan sebagainya.

Bersenggama yang diperbolehkan oleh agama hanya dengan istri yang telah dinikahi dengan sah atau dengan jariahnya (budak perempuan) yang diperoleh dari jihad fisabilillah, karena dalam hal ini mereka tidak tercela.

Tetapi barangsiapa yang berbuat di luar yang tersebut itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dalam ayat ini dan yang sebelumnya Allah menjelaskan bahwa kebahagiaan seorang hamba Allah itu tergantung kepada pemeliharaan kemaluannya dari berbagai penyalahgunaan supaya tidak termasuk orang yang tercela dan melampaui batas.

Menahan ajakan hawa nafsu, jauh lebih ringan daripada menanggung akibat dari perbuatan zina itu. Allah telah memerintahkan Nabi-Nya supaya menyampaikan perintah itu kepada umatnya, agar mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.

Sebagaimana firman Allah: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pan-dangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Mahamengetahui apa yang mereka perbuat” (QS. An-Nur/24: 30).

Kemudian hadis nabi dari Qatadah, bahwa pernah ada seorang wanita mengambil budak laki-lakinya (sebagai kekasihnya) dan mengatakan bahwa ia melakukan perbuatannya itu karena bertakwilkan kepada firman Allah yang mengatakan: atau budak yang mereka miliki (QS. Al Mu’minun: 6).

Lalu ia ditangkap dan dihadapkan kepada Khalifah Umar ibnul Khattab r.a., dan orang-orang dari kalangan Sahabat Nabi SAW mengatakan perempuan itu menakwilkan suatu ayat dari Kitabullah dengan takwil yang menyimpang. Kemudian budak laki-laki itu dihukum  pancung, dan Khalifah Umar berkata kepada wanita itu, “Engkau sesudah dia, haram bagi setiap orang Muslim”.

Rasulullah SAW bersabda dari Anas ibnu Malik: Ada tujuh macam orang yang Allah tidak mau memandang mereka kelak di hari Kiamat dan tidak mau membersihkan mereka (dari dosa-dosanya), dan tidak menghimpunkan mereka bersama orang-orang yang beramal (baik), dan memasukkan mereka ke Neraka bersama orang-orang yang mula-mula masuk Neraka, terkecuali jika mereka bertobat; dan barang siapa yang bertobat, Allah pasti menerima tobatnya. Yaitu orang yang kawin dengan tangan­nya (mastrubasi), kedua orang yang terlibat dalam homoseks, pecandu minuman khamr, orang yang memukuli kedua orang tuanya hingga keduanya meminta tolong, orang yang meng­ganggu tetangga-tetangganya sehingga mereka melaknatinya, dan orang yang berzina dengan istri tetangganya.

Maksud ayat ke 8. Memelihara amanat-amanat yang dipikulnya dan menepati janjinya. Dalam ayat ini Allah menerangkan sifat keenam dari orang Mukmin yang beruntung itu, ialah suka memelihara amanat-amanat yang dipikulnya, baik dari Allah ataupun dari sesama manusia, yaitu bilamana kepada mereka dititipkan barang atau uang sebagai amanat yang harus disampaikan kepada orang lain, maka mereka benar-benar menyampaikan amanat itu sebagaimana mestinya, dan tidak berbuat khianat.

Demikian pula bila mereka mengadakan perjanjian, mereka memenuhinya dengan sempurna. Mereka menjauhkan diri dari sifat kemunafikan seperti tersebut dalam sebuah hadis yang masyhur, yang menyatakan bahwa tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu kalau berbicara suka berdusta, jika menjanjikan sesuatu suka menyalahi janji dan jika diberi amanat suka berkhianat.

Yakni apabila mereka dipercaya, tidak berkhianat; bahkan menunaikan amanat itu kepada pemiliknya. Apabila mereka berjanji atau mengadakan transaksi, maka mereka menunaikannya dengan benar, tidak seperti sikap orang-orang munafik yang dikatakan oleh Rasulullah SAW mempunyai ciri khas berikut: Pertanda orang munafik ada tiga, yaitu: Apabila berbicara, dusta; apabila berjanji, ingkar; dan apabila dipercaya, khianat (HR. Muslim). Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

(Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Islam UIN Sumatera Utara dan Sekjen Forum Da’i dan Ustadz Muda/Fodium Sumatera Utara)

Penulis: Oleh Zul Arwan Lubis
  • Bagikan