Nabi Tak Perlu Bersedih (QS. Al An’am: 33-36)

Oleh Prof Dr Faisar A. Arfa, MA - Guru Besar UIN SU dan UMSU

  • Bagikan
Nabi Tak Perlu Bersedih (QS. Al An’am: 33-36)

Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorang pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebagian dari berita rasul-rasul itu. Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat membuat lubang di Bumi atau tangga ke Langit, lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada mereka (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk. Sebab itu, janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil. Hanya orang-orang yang mendengar sajalah yang memenuhi (seruan Allah), dan orang-orang yang mati (hatinya) akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nyalah mereka dikembalikan (QS. Al An’am: 33-36)

Al-Qur’an turun untuk menghibur nabi-Nya dalam menghadapi pendusta-an kaumnya terhadap dirinya dan perlawanan mereka terhadapnya: Sesungguhnya Allah mengetahui bahwa apa yang mereka katakan itu menyedihkan hati Nabi.Ilmu Allah benar-benar telah meliputi pendustaan mereka terhadap Nabi dan kesedihan serta kekecewaan Nabi terhadap sikap mereka. karena mereka sebenarnya bukan mendustakan Nabi, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. Artinya mereka sama sekali tidak menuduh Nabi sebagai seorang pendusta dalam hal tersebut, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. Yakni ‘tetapi mereka mengingkari perkara yang hak dan menolaknya dengan dada mereka

Seperti yang diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri, dari Abu Ishaq, dari Najiyah ibnu Ka’b, dari Ali yang menceritakan bahwa Abu Jahal pernah berkata kepada Nabi saw: “Sesungguhnya kami tidak menuduh dirimu pendusta, tetapi kamu hanya mendustakan apa yang kamu sampaikan itu.” Maka Allah SWT menurunkan firman-Nya: “Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah”.

Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui Asbat, dari As-saddi sehu-bungan dengan makna firman-Nya: “Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah” (QS. Al-An’am: 33).

Ketika Perang Badar, Al-Akhnas ibnu Syuraiq berkata kepada Bani Zahrah, “Hai Bani Zahrah, sesungguhnya Muhammad adalah anak lelaki saudara perempuan kalian. Maka kalian adalah orang yang lebih berhak untuk melindungi anak saudara perempuan kalian. Karena sesungguhnya jika dia memang seorang nabi, janganlah kalian memeranginya hari ini; dan jika dia dusta, maka kalian adalah orang yang paling berhak untuk menghentikan anak saudara perempuan kalian. Berhentilah kalian, sebelum aku bersua lebih dahulu dengan Abul Hakam (Abu Jahal). Jika Muhammad menang, kalian tetap kembali dengan selamat; dan jika Muhammad dikalahkan, maka sesungguhnya kaum kalian belum pernah berbuat sesuatu pun kepada kalian.”

Sejak saat itu ia diberi nama Al-Akhnas, sebelum itu namanya adalah Ubay. Lalu Al-Akhnas menjumpai Abu Jahal, kemudian mem-bawanya menyendiri hanya berduaan dengannya. Al-Akhnas bertanya, “Hai Abul Hakam, ceritakanlah kepadaku tentang Muhammad, apakah dia benar ataukah dusta? Karena sesungguhnya di tempat ini sekarang tidak ada seorang Quraisy pun selain aku dan kamu yang dapat men-dengar pembicaraan kita.”

Abu Jahal menjawab, “Celakalah kamu, demi Allah, sesungguhnya Muhammad memang orang yang benar, Muhammad sama sekali tidak pernah dusta. Tetapi apabila Abi Qusai memborong semua jabatan, yaitu liwa, siqayah, hijabah, dan kenabian, maka apa lagi yang tersisa buat kaum Quraisy lainnya?” Yang demikian itulah maksud dari firman-Nya:

Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah” (QS. Al-An’am: 33). Ayat-ayat Allah adalah Nabi Muhammad SAW. “Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka”.

Hal ini merupakan hiburan bagi hati Nabi Muhammad SAW, sekaligus sebagai ungkapan dukungan dalam menghadapi orang-orang yang mendustakannya dari kalangan kaumnya, juga merupakan perintah kepadanya agar bersikap sabar sebagaimana sikap sabar orang-orang yang berhati teguh dari kalangan para rasul terdahulu. Dalam ayat ini pun terkandung janji Allah kepada nabi-Nya, bahwa Dia akan menolongnya sebagaimana Dia telah menolong para rasul terdahulu, kemudian beroleh kemenangan.

Pada akhirnya akibat yang terpuji diperoleh para rasul sesudah mengalami pendustaan dan gangguan dari kaumnya masing-masing. Setelah itu datanglah kepada mereka pertolongan-dan kemenangan di Dunia dan di Akhirat. Seperti yang disebutkan oleh firman selanjutnya: “Tak ada seorang pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah”.

Mengenai firman Allah SWT: “Sesungguhnya telah datang kepadamu sebagian dari berita rasul-rasul itu’ (QS. Al-An’am: 34). Artinya berita tentang mereka, bagaimana mereka mendapat pertolongan dan dukungan dalam menghadapi orang-orang yang mendustakan mereka dari kalangan kaumnya. Maka demikian pula halnya dengan kamu (Muhammad) akan mengalami hal yang sama dengan para rasul yang mendahuluimu.

Kemudian Allah SWT berfirman: “Dan jika perpalingan mereka  terasa amat berat bagi Nabi
Yaitu apabila terasa berat olehmu sikap berpaling mereka darimu, maka jika kamu dapat membuat lubang di Bumi atau tangga ke Langit”.

Ali Ibnu Abu Talhah mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa nafaq artinya terowongan. Yakni kamu (Muhammad) masuk ke dalam terowongan itu, lalu datang membawa ayat kepada mereka; “atau kamu buat tangga sampai ke langit, lalu kamu naik ke langit dan mendatangkan kepada mereka suatu ayat (bukti) yang lebih baik daripada yang engkau sampaikan kepada mereka sekarang, maka lakukanlah”.

Hanya orang-orang yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah)…” (QS. Al-An’am: 36). Yakni sesungguhnya orang yang menyambut seruanmu, hai Muhammad, hanyalah orang yang mau mendengar, mencerna, dan memahaminya

“…dan orang-orang yang mati (hatinya) akan dibangkitkan oleh Allah…” (QS. Al-An’am: 36)
Yang dimaksud dengan ‘orang-orang yang mati’ ialah orang-orang kafir. Dikatakan demikian karena hati mereka mati, maka Allah menyerupakan mereka dengan orang-orang yang mati sungguhan (yakni bangkai). Karena itulah disebutkan:

“..dan orang-orang yang mati akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nyalah mereka dikembalikan” (QS. Al-An’am: 36). Dalam ungkapan ini terkandung makna cemoohan dan penghinaan terhadap mereka.

  • Bagikan