Orang Miskin Itu Ujian Bagi Orang Kaya

TAFSIR ALQURAN APLIKATIF (QS. Al An’am: 53-54)

  • Bagikan
<strong>Orang Miskin Itu Ujian Bagi Orang Kaya</strong>

Oleh Prof Dr Faisar A. Arfa, MA

Dan demikianlah telah Kami uji sebagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebagian mereka (orang-orang miskin),  supaya (orang-orang kaya itu) berkata, “Orang-orang yang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah kepada mereka?” (Allah berfirman),  “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?” Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah, “Salamun ‘alaikum, ” Tuhan kalian telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwa barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kalian lantaran kejahilan, kemudian ia bertobat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang (QS. Al An’am: 53-54)

Ayat di atas diturunkan berkenaan dengan para pemimpin kafir dari kalangan Quraisy dan para mawali serta para hulafa (teman-teman akrab) Ketika ayat ini diturunkan, Umar bangkit dan datang kepada Nabi SAW lalu ia meminta maaf kepada Nabi SAW atas ucapan yang telah dikeluarkannya. Kemudian Allah SWT menurunkan firman-Nya: Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah, “Salamun ‘alaikum”. Artinya, hormatilah mereka dengan menjawab salam mereka, dan sampaikan berita gembira kepada mereka bahwa rahmat Allah yang luas mencakup mereka semua.

Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Tuhan kalian telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. Dia telah mewajibkan rahmat atas diri-Nya Yang Mahamulia sebagai karunia dari-Nya, kebaikan, dan anugerah-Nya buat mereka. Yaitu bahwa barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kalian lantaran kejahilan. Sebagian ulama Salaf mengatakan, semua orang yang durhaka kepada Allah adalah orang yang jahil.

Mu’tamir ibnu Sulaiman telah meriwayatkan dari Al-Hakam ibnu Aban ibnu Ikrimah sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kalian lantaran kejahilan (QS. Al-An’am: 54). Bahwa dunia seluruhnya merupakan kejahilan. Kemudian ia bertobat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan. Yakni kembali kepada jalan yang benar dari kebiasaan maksiatnya dan jera serta bertekad tidak akan mengulanginya lagi, lalu memperbaiki amal perbuatannya di masa mendatang. Maka sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang (QS. Al-An’am: 54).

Rasulullah SAW pernah bersabda: Setelah Allah melakukan peradilan terhadap makhluk-(Nya), maka Dia menetapkan pada kitab-Nya yang ada di sisi-Nya di atas ‘Arasy, bahwa sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku. Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab Sahihain. Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui jalur Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: Apabila Allah telah menyelesaikan peradilan-Nya di antara makhluk semuanya, maka Dia mengeluarkan suatu kitab dari bawah ‘Arasy (yang tercantum padanya), “Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului murka-Ku, dan Aku adalah Yang Maha Pelimpah Rahmat”. Lalu Allah menggenggam sekali atau dua kali genggaman dan mengeluarkan dari Neraka sejumlah banyak makhluk yang tidak pernah melakukan suatu kebaikan pun, di antara kedua mata mereka (yakni pada kening mereka) tertuliskan, “Orang-orang yang dimerdekakan oleh Allah (dari Neraka).”

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Asim ibnu Sulaiman, dari Abu Usman An-Nahdi, dari Salman sehubungan dengan firman-Nya: Tuhan kalian telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang (QS. Al-An’am: 54). Bahwa sesungguhnya di dalam kitab Taurat Kami menjumpai dua jenis kasih sayang, yaitu: Allah SWT menciptakan Langit dan Bumi, menciptakan seratus rahmat, atau Dia menjadikan seratus rahmat sebelum menciptakan makhluk.

Kemudian Dia menciptakan makhluk dan meletakkan sebuah rahmat di antara mereka, sedangkan yang sembilan puluh sembilan rahmat Dia pegang di sisi-Nya. Salman melanjutkan kisahnya, “Dengan satu rahmat itulah para makhluk berkasih sayang, saling mengasihi, saling memberi, dan saling menolong. Dengan satu rahmat itulah unta betina mengasihi anaknya, sapi betina mengasihi anaknya, kambing betina mengasihi anaknya, dan ikan-ikan di laut saling beriringan. Maka apabila datang hari kiamat, Allah mengumpulkan rahmat itu dengan rahmat yang ada di sisi-Nya, dan rahmat-Nya jauh lebih utama dan lebih luas.

Di antara hadis-hadis yang berkaitan dengan ayat ini ialah sabda Nabi SAW kepada sahabat Mu’az ibnu Jabal: “Tahukah kamu, apakah hak Allah yang dibebankan atas hamba-hamba-Nya? Yaitu hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda pula: Tahukah kamu, apakah hak hamba-hamba Allah atas Allah apabila mereka melakukan hal tersebut? Yaitu hendaknya Dia tdak mengazab mereka.

Alam ini memiliki awal. Yang dimaksud dengan makhluk yang adalah langit, bumi dan seluruh makhluk yang berada di antara keduanya yang diciptakan Allah dalam waktu enam tahap Sesungguhnya alam itu diciptakan dan sesuatu yang baru, bukan sesuatu yang tanpa berawal atau muncul bersamaan dengan keberadaan Allah sebagaimana anggapan kalangan filsafat.

 Kitabah merupakan satu di antara perbuatan Allah. Kitabah memiliki dua makna: (1) ijaab (mengabulkan) dan (2) menulis dengan tangan dan pena. Allah mewajibkan sesuatu pada diri-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Sebagaimana Allah mengharamkan sesuatu pada diri-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Namun tidak ada seorang pun yang mewajibkan atau mengharamkan sesuatu bagi Allah.

Allah memiliki kitab yang berisi ketetapan bahwa “Sesungguhnya rahmat-Ku lebih mengalahkan kemurkaan-Ku”. Kitab tadi berada di atas ‘Arsy. Allah memiliki sifat rahmat. Allah memiliki sifat ghodob (marah). Rahmat Allah mengalahkan murka-Nya. Rahmat Allah mengalahkan murka-Nya dibuktikan dengan nama Allah Al ‘Afwu (Mahapemaaf), Al Ghofur (Mahapengampun), At Tawwab (Mahapenerima Taubat) di mana Allah begitu pemaaf, begitu mengampuni dosa-dosa hamba dan menerima taubat mereka. Rahmat (sifat penyayang) merupakan lawan dari sifat ghodob (marah), ridha lawan dari sifat sakhoth (murka), sebagaimana hal ini ditunjukkan dalam berbagai ayat Al Qur’an.

Hal itu menunjukkan bahwa sifat harap mengalahkan rasa takut. Sifat Allah itu bertingkat-tingkat.Ini menunjukkan kabar gembira bagi orang-orang yang berbuat dosa, janganlah mereka berputus asa dari rahmat Allah. Makanya menjadi sangat aneh kalau para juru dakwah justeru sering menggambarkan kemurkaan Allah terjadi di muka bumi ini padahal mereka telah membaca ayat dan hadis bahwa rahmat Allah telah mengalahkan kemurkaan-Nya. Sebab itu dalam memahami bencana alam yang terjadi tidak seharusnya selalu dikaitkan dengan kemarahan Allah karena hal tersebut tidak sesuai dengan teori al-Qur’an tentang rahmat Allah. Sejatinya ayat yang lebih tepat menggambarkan tentang bencana alam itu adalah sebagiannya karena ulah manusia.

Kasih sayang Allah itu sebenarnya telah tertulis di dalam kalimat yang sangat popular di kalangan umat Islam yakni bismillahirrahamanirrahim. Kalimat ini diajarkan setiap hendak melakukan pekerjaan dan ketika melaksanakan shalat juga diajarkan untuk melafazkan alahamdulillahi rabbil alamin arrahmanirrahim. Namun sayangnya ketika menjelaskan tentang fenomena alam, selalu dijejali oleh para juru dakwah mereka tentang murka Allah terhadap manusia.

  • Bagikan