Persepsi Sipirok PascaPemekaran

  • Bagikan

Persepsi masyarakat berdasarkan data yang diperoleh menyatakan Kecamatan Sipirok pascapemekaran semakin jauh tertinggal dibandingkan dengan wilayah kecamatan lainnya di kabupaten Tapanuli Selatan seperti Batang Angkola, Angkola Timur, Kecamatan Batang Toru

Setelah menunggu sekitar 20 tahun, Kabupaten Tapanuli Selatan berhasil dimekarkan menjadi 3 Kabupaten baru, Kabupaten Padang Lawas (Palas), Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) dan Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai Kabupaten induk.

Pada saat penetapan lokasi Ibukota Kabupaten induk ada 3 opsi yaitu Kota Sipirok, Kota Gunung Tua dan Kota Sibuhuan. Dari ketiga opsi ini ternyata yang menjadi pilihan terakhir adalah Kabupaten induk berada di Kota Sipirok yang merupakan Ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan. Dengan keputusan ini berarti masyarakat Sipirok harus mengubur dalam-dalam keinginannya untuk mewujudkan Kabupaten Angkola Sipirok.

Belum habis kekecewaan atas kegagalan mewujudkan Kabupaten Angkola Sipirok, muncul isu pemindahan lokasi Ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan ke Desa Tolang sebelum sempat dipindahkan ke Kota Sipirok yang jauhnya dari inti Kota Sipirok sekitar 10 Km.

Bupati Ongku Parmonangan Hasibuan saat itu mengemukakan rencana untuk membangun Kota mini diatas lahan seluas 275 Ha. Rencana Kota Mini seluas 275 Ha tersebut berada diatas lahan Hutan Tanaman Industri PT. Toba Pulp Lestari (TPL), hanya 100 Ha berada dalam wilayah Kecamatan Sipirok sedangkan 175 Ha berada di wilayah Kecamatan Angkola Timur (Waspada 4 Agustus 2008).

Belum genap tiga bulan mengeluarkan pernyataan tersebut Bupati Ongku P Hasibuan kembali mengeluarkan statement baru yaitu “masyarakat Tapanuli Selatan (Kecuali Sipirok) sangat mendukung pemindahan Ibukota Tapanuli Selatan ke Desa Tolang”. (Waspada Tgl. 16 Okt. 2008).

Mencermati isi Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 dan 38 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Daerah Otonomi Baru yakni Kabupaten Padang Lawas Utara dan Padang Lawas secara tegas menyebutkan: “(1) Ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan Kabupaten induk berkedudukan di Sipirok (2) Paling lama 18 bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan, secara defenitif, pusat penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan telah berada di Sipirok”.

Sesuai amanah UU tersebut memang tidak disebutkan Kota Sipirok sebagai ibukota kabupaten, tetapi apabila melihat sejarah pemekarannya maka yang dimaksud adalah Kota Sipirok yang berada di inti Kota Sipirok dan bukan di Desa Tolang. Seperti halnya apabila mengatakan Kota Medan tentunya yang dimaksud adalah inti Kota Medan dan bukan Belawan meskipun Kota Belawan masih berada dalam wilayah hukum Kota Medan.

Sekarang timbul pertanyaan, sejauhmana keseriusan Bupati Tapsel untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Sipirok..? Hingga awal Desember 2008 kesungguhan Bupati merealisasikan amanah Pasal 21 ayat (2) UU tersebut masih nihil, masih terus berusaha mencari cara baru untuk tetap mengalihkannya ke Desa Tolang.

Persiapan-persiapan di Sipirok untuk menyambut kedatangan titah Ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan sama sekali belum terlihat, bahkan yang muncul adalah beberapa spanduk yang berisi desakan agar Bupati Ongku P. Hasibuan ketika itu, secepatnya memindahkan Ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan dari Padang Sidempuan dan berkantor di Sipirok.

Sipirok PascaPemekaran

Pascapemekaran Sipirok menjadi Ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan sudah tiga kali dilakukan pergantian Bupati yaitu, Ongku P. Hasibuan menjabat 1 periode, Syahrul M. Pasaribu 2 periode dan Dolly Putra Parlindungan Pasaribu memasuki periode pertama kepemimpinannya.

Untuk mengukur persepsi masyarakat tentang pembangunan Sipirok, ditetapkan 40 orang informan yang terdiri dari 20 orang warga sipirok yang berdomisili di Sipirok dan 20 orang warga sipirok berdomisili di luar Sipirok. Karakteristik informan berdasarkan pendidikan terdiri dari 30 orang berpendidikan Sarjana dan 10 orang lulusan SLTA yang mengetahui perkembangan pembangunan Sipirok.

Penentuan informan yang seluruhnya berasal dari Kecamatan Sipirok adalah dengan pertimbangan bahwa, mereka lebih mengetahui pembangunan di Sipirok sebelum dan sesudah pemekaran, sehingga diharapkan data yang diperoleh lebih valid. Kepada 40 orang informan tersebut dilakukan wawancara.

Untuk mendapatkan informasi yang original, penulis tidak memberitahukan maksud dari pertanyaan tersebut sehingga para informan memberikan jawaban yang jujur sesuai pertanyaan yang diajukan. Untuk memperoleh validasi yang lebih akurat, maka dilakukan observasi terhadap beberapa lokasi berupa desa-desa yang terdapat di wilayah kecamatan Sipirok.

Persepsi masyarakat berdasarkan data yang diperoleh bahwa, umumnya informan menyatakan Kecamatan Sipirok pascapemekaran semakin jauh tertinggal dibandingkan dengan wilayah Kecamatan lainnya di kabupaten Tapanuli Selatan seperti Batang Angkola, Angkola Timur, Kecamatan Batang Toru.

Selama 2 periode masa kepemimpinan mantan Bupati H. Syahrul M, Pasaribu (2010-2015, 2016-2021), vokus pembangunan lebih mengarah kepada Kecamatan Batang Toru, terutama ke Dasa Marancar yang sebelumnya adalah sebuah desa kecil yang jauh dari keramaian kota. Kini, telah banyak berubah menjadi pusat bisnis, industri dan pariwisata.

Pembangunan di daerah ini sangat mencolok dibandingkan dengan pembangunan di Sipirok yang pada awal pemekaran digadang-gadang menjadi pusat perdagangan dan ibukota kabupaten.

Berdasarkan jawaban informan, kini Sipirok bagaikan gerbong kereta yang ditinggal lokomotifnya. Sipirok terkesan bagai simbol keagungan menuju tergapainya pemekaran. Setelah dimekarkan, ditinggal bagai gerbong rewot yang tidak terpakai diatas rel yang semakin rapuh.

Lebih lanjut, para informan menyatakan, kesulitan untuk membangun Sipirok karena adanya, karakteristik lokal berbau negatif yang disebut gutgut, late, dokki atau dengki. Hal ini tentunya bukanlah menjadi alasan objektif untuk memajukan suatu daerah, karena pada dasarnya masyarakat itu akan mengikut apabila kebijakan yang ditetapkan pemimpinnya disosialisasi secara jelas dan jujur.

Hasil pembangunan di Sipirok selama masa Kepemimpinan mantan Bupati Syahrul M. Pasaribu yang menonjol di mata masyarakat hanya sebatas bangunan Alun-alun yang berada di pusat Pasar Sipirok.

Manfaatnya-pun tidak banyak memberikan kontribusi kepada masyarakat setempat, perawatan minim, konon lokasi ini sering menjadi tempat ternak berkaki empat berkeliaran seperti kambing sehingga mengotori keindahan kota tanpa ada pemeliharaan.

Berdasarkan pengamatan penulis ke beberapa desa di Kecamatan Sipirok seperti, Luat harangan, Bulumario, Parandolok, Parau Sorat, Ramba sihasur, Sampean dan lain-lain, umumnya memiliki akses jalan yang memprihatinkan.

Terdiri dari jalan tanah, jalan aspal yang sudah terkelupas, jalan berbatu yang ditumbuhi rumput, sehingga sering memhambat mobilitas penduduk. Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan glamournya akses jalan di Desa Marancar.

Terkait stagnasi pembangunan di Kecamatan Sipirok, acapkali menjadi sumber pembincangan dalam WA Group Sipirok Narobi, dimana anggotanya terdiri dari masyarakat Sipirok baik yang berdomisili di Sipirok maupun di luar sipirok.

Struktur anggotanya berasal dari berbagai profesi seperti, dosen, birokrat, dokter, pejabat dan mantan pejabat pusat dan daerah, pengusaha, TNI/Polri dan lain-lain. Dalam WA group ini tema yang sering menjadi pusat pembicaraan adalah terkait dengan ketertinggalan Sipirok dibandingkan dengan daerah lain di Kabupaten Tapanuli Selatan dan upaya untuk mencari solusinya.

Meski issu tersebut sudah beberapa kali diakses ke media massa setempat, perubahan untuk pembangunan Sipirok belum kelihatan. Konon, muncul selentingan yang mengatakan bahwa, Ibukota Tapanuli Selatan tidak tertutup kemungkinan suatu saat akan pindah ke Kecamatan Batang Toru.

Penutup

Sipirok tempo dulu terkenal sebagai pusat pendidikan, hal ini terbukti dengan adanya beberapa tingkat Sekolah Dasar, SLTP dan SMA, pusat transportasi, hal ini terbukti dengan pendirian ODP Sibual-buali tahun 1937, pusat perdagangan dan penghubung bagi desa-desa di sekitarnya. Akankah kejayaan Sipirok masa lalu dapat diraih Kembali..? Semoga bapak Bupati membuka jalan untuk itu…Horas..! WASPADA

Penulis adalah Dosen FISIP-UMA.

  • Bagikan