Terapi Iri Hati, Dengki (Hasad) – Bagian II-Penutup

  • Bagikan

Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia sebelumnya ada permusuhan akan menjadi teman yang setia” (QS. Fushshilat [41]: 34)

Hasad merupakan akhlak tercela, tetapi sangat disayangkan sifat ini masih banyak ditemui di tengah-tengah masyarakat. Orang yang hasad akan terjerumus ke dalam beberapa bahaya, diantaranya:

Pertama, dengan hasad berarti dia membenci apa yang telah Allah SWT tetapkan. Karena, benci kepada nikmat yang Allah berikan kepada orang lain berarti benci terhadap ketentuan Allah SWT.

Kedua, hasad akan menghapus pahala amal ibadahnya sebagaimana api menghabiskan kayu bakar. Ketiga, hasad berarti menyerupai orang yahudi. Padahal Rasulullah Saw. bersabda, yang artinya, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”

Keempat, bagaimanapun kuatnya hasad, itu tidak akan menghilangkan nikmat Allah dari orang lain. Kelima, hasad dapat menghilangkan kesempurnaan iman, berdasarkan sabda Nabi SAW: (dari Anas ra.) “Tidak sempurna iman seseorang dari kalian sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri” (HR. Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, ad-Darimi, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Keenam, hasad dapat melalaikan seseorang dari memohon nikmat kepada Allah SWT. Ketujuh, hasad dapat menyebabkan dirinya meremehkan nikmat Allah SWT yang ada pada dirinya. Kedelapan, hasad merupakan akhlak tercela, karena ia selalu memantau atau memata-matai nikmat Allah pada orang lain dan berusaha menghalanginya.

Kesembilan, Jika orang yang hasad sampai bertindak zhalim kepada yang didengki, maka yang didengki itu akan mengambil kebaikan-kebaikannya pada hari kiamat. Kesepuluh, hasad merupakan sumber dari banyak penyakit kejiwaan yang sangat membahayakan kesehatan manusia.

Hati orang yang hasad akan selalu merasa sedih, susah, gelisah, menderita. Setiap kali melihat nikmat Allah atas orang yang ia dengki, ia akan berduka dan susah dan begitu seterusnya. Keadaan ini akan memacu pengeluaran hormon-hormon yang dipicu oleh stres, antara lain adrenalin dan kortisol secara berlebihan.

Kedua hormon tersebut akan meningkatkan glukoneogenesis dan aktifitas lain yang memacu kerja jantung, ginjal, dan liver. Disamping itu juga akan menyebabkan terpacunya pengeluaran asam lambung yang tentu saja akan mengganggu pencernaan kita.

Dengki yang berlebihan dan terus-menerus akan merusak tatanan metabolisme tubuh, meningkatkan metabolisme rate yang manifestasinya adalah gelisah, berdebar-debar, suhu tubuh meningkat, banyak buang air kecil, mual, perut kembung, yang lama-kelamaan akan bermanifestasi sebagai penyakit diabetes, jantung koroner, gondok, liver, ginjal, dispepsia, dan sebagainya, bahkan mendorong kemungkinan terjadinya penyakit kanker.

Penyakit hasad mungkin akan timbul pada setiap diri manusia kapan dan dimanapun ia berada. Ini akan terjadi pada perasaan setiap manusia manakala imannya sedang lemah. Karena itu, agar manusia terhindar dari penyakit ini, hendaknya ia selalu mengingat kebesaran dan kekuasaan Allah SWT beserta nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya, besar maupun kecil.

Selanjutnya kita harus senantiasa ingat, bahwa setiap manusia memiliki nasib dan rezekinya masing-masing. Allah SWT tidak mungkin keliru memberikan rezeki kepada hamba-hamba-Nya. Sifat dengki dapat diobati dengan membiasakan rasa syukur, apapun dan berapapun yang telah diperoleh. Syukur kepada Allah dan kepada orang lain.

Sifat dengki bisa diarahkan kepada ighthibat, yakni suatu kekaguman terhadap prestasi atau kesuksesan orang lain, ingin menirunya tapi tanpa mengganggu orang lain. Berarti sifat ini dapat mendorong seseorang untuk lebih berprestasi.

Menurut Socrates, orang dengki melewatkan hari-harinya sambil menghancurkan dirinya sendiri dengan merasa sedih atas apa yang tidak dapat dicapainya. Ia merasa sedih dan menyesal dan menghasratkan semua manusia hidup dalam kesengsaraan dan penderitaan sambil membuat rencana jahat untuk merenggut kebahagiaan mereka, bahkan ada yang berpendapat bahwa jiwa manusia itu seperti sebuah kota di tengah gurun tanpa benteng atau tembok untuk melindunginya.

Angin kecilpun dapat merusak jiwa kita. Ibnu Taimiyah juga menyebutkan tentang terapi dengki, “Barangsiapa yang menemukan kedengkian di dalam dirinya terhadap orang lain, maka ia harus memanfaatkan ketakwaan dan kesabaran, sehingga ia membenci hal itu di dalam dirinya, dan melarang dirinya untuk melakukan hal itu lagi.

Ibn Taimiyah mengemukakan, Allah telah memerintahkan Nabi-Nya dalam surah al-Falaq- supaya meminta perlindungan dari keburukan pedengki ketika dengki. Demikian pula menolak keburukan para pedengki dengan sedekah, kebaktian, dan berbuat kebajikan kepada kaum fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan.

Imam Al-Ghazali mengakui bahwa sifat hasad ini agak sulit disembuhkan, karena ia merupakan watak jiwa, dan datang dari dalam. Namun ia memberikan dua cara menyembuhkan penyakit ini, di antaranya:

Pertama, Dengan Ilmu. Orang yang hasad harus tahu dan sadar akibat perbuatan hasudnya itu; bahwa ia hanya akan memperoleh kegelisahan dan juga berarti tidak mensyukuri nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepadanya. Ia gelisah saat orang lain memperoleh kesenangan dan kedudukan.

Jiwanya resah jika tetangga membeli rumah baru, mobil baru, kulkas baru, televisi baru, atau tetangganya naik jabatan, dan seterusnya. Ia juga hanya sibuk mengamati keberadaan orang lain, dan melupakan nikmat-nikmat yang ada pada dirinya.

Padahal jika dibandingkan kondisi kebanyakan orang dengan dirinya, ia masih jauh lebih beruntung. Orang seperti itu memang selalu melihat ke atas dalam urusan duniawinya. ”Taman orang lain memang tampak lebih hijau dan subur dibanding taman rumah sendiri”, demikian kata pepatah. Rasulullah SAW bersabda:

”Lihatlah ke bawah terhadap urusan duniamu, dan lihatlah ke atas terhadap urusan akhiratmu.” Setiap muslim wajib dan patut senantiasa bersyukur kepada Allah, jangan merasa menjadi orang yang kurang diberi rezeki.

Kedua, Dengan Amal. Ini adalah petunjuk Allah, bahwa dalam menghadapi kejahatan harus dengan sikap yang baik. ”Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia sebelumnya ada permusuhan akan menjadi teman yang setia” (QS. Fushshilat [41]: 34).

Terhadap orang yang memusuhi kita, hadapilah dengan tersenyum dan timbulkan perasaan tidak ada permusuhan dan rasa benci. Kita anggap mereka saudara kita. Di samping itu, kita harus sadar bahwa semua yang berlaku pada diri setiap manusia adalah atas kehendak Allah SWT juga.

Kita harus yakin di balik keberadaan kita saat ini, kejadian dan peristiwa yang menimpa kita ada hikmah atau niat baik Allah terhadap kita. Singkatnya, selalu ada ’ibrah (blessing in disguise) dalam setiap kondisi apapun yang diterima manusia di dunia ini. Sesungguhnya, obat untuk menyembuhkan dengki adalah dengan berusaha menjauhinya.

Jauhilah rasa dengki kepada orang lain karena berbagai karunia yang Allah berikan kepada mereka. Dan, senantiasa doakanlah orang-orang mukmin dengan kebaikan, keberkahan, rezeki, dan pertolongan. Allah SWT berfirman:

Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhulnya, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki” (QS. al-Falaq [113]: 1-5).

Alangkah indahnya hidup tanpa dengki. Setiap muslim harus berusaha membuang dari dirinya sifat dengki tersebut dengan cara ridha terhadap qadha dan qadar-Nya, serta mencintai kebaikan yang dimiliki saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

Jangan pernah susah dengan nikmat yang ada pada orang lain, tapi bersyukurlah dengan nikmat yang ada pada dirimu, pasti Allah SWT akan menambah nikmat yang lain, karena seseorang itu memperoleh berbagai nikmat, derajat dan kemuliaan hidup sesuai dengan kadar perjuangan dan kesungguhannya, dan tidak ada yang tertukar dari karunia Allah SWT kepada hamba-NYA. WASPADA

Guru Besar Fakultas Ushuluddin Dan Studi Islam UIN Sumatera Utara

  • Bagikan