Anies Baswedan Sosok Nasionalis Yang Menghormati Keberagaman

  • Bagikan
Anies Baswedan Sosok Nasionalis Yang Menghormati Keberagaman

MEDAN (Waspada): Calon Presiden Nomor Urut 1, Anies Rasyid Baswedan dinilai berhasil membuktikan diri sebagai sosok nasionalis, bukan tokoh intoleran dan radikal, seusai mengakhiri jabatan gubernur DKI Jakarta (2017-2022).

Kesimpulan tersebut disampaikan akademisi sekaligus pemerhati politik, Dr. H. Sakhyan Asmara, dalam diskusi yang digelar Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI) di Medan, pekan lalu.

Selama menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, lanjut dia, Anies Baswedan yang pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024 berpasangan dengan Ahmad Muhaimin Iskandar, telah berulang kali membuat kebijakan yang menguntungkan semua golongan. Anies tidak mengedepankan kepentingan golongan tertentu.

Selain sosok nasionalis religius, Anies juga menurutnya unggul dari dua calon presiden lainnya yang akan bertarung di kancah Pemilihan Presiden 2024 mendatang, dari kualitas pendidikan hingga stabilitas emosi.

“Secara jujur dan obyektif Anies memang unggul. Kualitas akademik, reputasi politik, maupun stabilitas emosi yang cukup mumpuni. Belum lagi nilai tambah dari kesantunan dan relijiusitasnya,” ungkap Sakhyan.

Dalam diskusi yang dipandu Koordinator Wilayah PMPHI Sumut, Gandi Parapat ini, Sakhyan juga menegaskan jika Anies Baswedan tidak berada dalam kancah perlawanan. Akan tetapi, langkah dan prestasinya membuka ruang bagi perubahan untuk skala yang lebih luas.

“Seperti ketika dia sukses mengubah Jakarta. Ini juga pemicu untuk bisa membawa perubahan bagi Indonesia menjadi lebih baik,” pungkasnya.

Gandi Parapat yang menjadi pilot dalam diskusi ini menyampaikan pengakuan bahwa dirinya termasuk orang yang sempat salah menilai Anies Baswedan. Dia sempat menganggap Anies merupakan sosok radikal, intoleran dan lebih memihak kelompok Islam.

“Sejak Anies ini maju dalam kontestasi pilkada gubernur (DKI) hingga di pemilu ini jadi capres, ada kelompok-kelompok yang menyebar isu ini. Anies intoleran, dia lebih mementingkan Islam daripada Kristen, dia radikal. Saya sempat termakan hasutan ini, tapi sekarang tidak lagi. Saya sudah kroscek. Siapa yang bagaimana umat Kristen (mulanya) susah beribadah sampai ibadah di jalan, semua diberi izin saat Anies menjadi Gubernur DKI. Semua selesai di zaman Anies,” tegas Gandi.

Tangkas Sakti, mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) yang juga ikut dalam diskusi ini pun senada mengakui sempat tidak menaruh simpati kepada Anies saat menjabat Gubernur Jakarta. Saat itu, dia menilai Anies tidak memberi kesan hadir sebagai sosok yang mengayomi warga, khususnya kaum minoritas.

“Tapi setelah saya melihat dan memperhatikan statistik pembangunan di Jakarta, baru saya yakin dan percaya bahwa Anies seorang pemimpin dan pekerja keras yang mampu menyelesaikan setiap masalah yang timbul, terutama masalah antar-umat beragama. Jadi, saya menilai bahwa Anies cocok untuk memimpin Indonesia di masa depan,” tegas Tangkas.

Tak beda dengan Ketua Umum Kebhinekaan Indonesia Bersatu (FKIB), Ustad Martono. Di hadapan tokoh yang hadir dalam diskusi, Martono pun mengakui kesalahannya dalam memandang Anies Baswedan.

Di sebagian kalangan muslim, stigma bahwa Anies radikal dan hanya pandai menyusun kata-kata telah merebak. Meski berhasil menyesatkan, fakta-fakta perlahan terungkap sendiri lewat pihak-pihak yang sukarela menyampaikan kesaksiannya karena pernah dibantu, akhirnya kembali mendukung Anies.

“Ternyata Pak Anies sangat toleran, mau membantu orang-orang, malah kelompok-kelompok intoleran menjauh dari Anies. Orang-orang yang minoritas dipedulikan. Justru Pak Anies lebih dekat dengan kelompok minoritas,” ungkap Maertono. (m19)


Waspada/Ist
Para narsumber diskusi yang digelar Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI).

  • Bagikan