Masyarakat Adat Desak Cabut Izin TPL

  • Bagikan
ANGGOTA DPRD Sumut Yahdi Khoir, menerima aksi unjukrasa warga masyarakat adat Tanah Batak yang terhimpun dalam Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL, di depan gedung DPRD Sumut, Medan, Kamis (18/4). Waspada/Partono Budy
ANGGOTA DPRD Sumut Yahdi Khoir, menerima aksi unjukrasa warga masyarakat adat Tanah Batak yang terhimpun dalam Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL, di depan gedung DPRD Sumut, Medan, Kamis (18/4). Waspada/Partono Budy

MEDAN (Waspada): Puluhan warga masyarakat adat Tanah Batak yang terhimpun dalam Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL, menggelar aksi unjukrasa di depan gedung DPRD Sumut, Medan, Kamis (18/4). Adapun salah satu tuntutannya meminta pemerintah menutup dan mencabut izin perusahaan Toba Pulp Lestari (TPL) yang berlokasi di Kabupaten Toba, itu.

Sambil membawa puluhan spanduk yang di antaranya bertuliskan “Berkebun Di Tanah Opung Sendiri, Bisa Dikriminalisasi Di Negeri Ini, ” dan “Selamatkan Bumi dan Krisis Iklim”, peserta aksi yang sebagian besar mengenakan pakaian adat itu, menuding kehadiran TPL di Tanah Batak selama 30 tahun telah merampas hak-hak masyarakat adat.

Kemudian, menghancurkan sumber-sumber hidup masyarakat adat, karena hutan adat yang selama ini menjadi sumber hidup telah berganti menjadi pohon-pohon eukaliptus yang tidak memberikan manfaat kepada masyarakat adat.

Bahkan perusahaan diduga telah menangkap Sorbatua Siallagan, yang diketahui adalah tetua Masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan di Kabupaten Simalungun, Jumat (22/3), karena diduga “merusak, menebang, dan membakar” hutan konsesi yang tumpang tindih dengan wilayah adat masyarakat.

Kakek berusia 65 tahun itu, yang kini mendekam di sel tahanan Polda Sumut, disebutkan telah mendiami wilayah hutan dan hak atas tanah adat bersama Masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan selama seratusan tahun di Kampung Dolok Parmonangan, Nagori Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, sedangkan PT TPL baru mendapat izin konsesi di area ini pada tahun 1983.

Kordinator aksi, Benny Simanjuntak, yang juga ketua masyarakat tanah adat Batak mengecam aksi penangkapan itu, mendesak Sorbatua Siallagan segera dibebaskan tanpa syarat. Serta menghentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang berjuang atas hal-haknya.

“Kita juga meminta hentikan penebangan hutan di Danau Toba, akui dan hormati hak-hak masyarakat adat dan selamatkan bumi dari krisis iklim,” ujarnya.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk keprihatinan dan kepedulian yang mendalam atas kesulitan mayarakat adat, memastikan keberlanjutan lingkungan, hak-hak masyarakat adat, dan keadlan dalam pengelolaan sumber daya alam bagi generasi mendatang.

Namun dia menyesalkan hingga kini belum ada tindakan yang serius dari pemerintah untuk mengakui, khususnya terkait keberadaan masyarakat adat, padahal Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, padahal tahun 2021 di Prapat telah bertemu dengan masyarakat dan mengeluarkan rekomendasi penyelesaian konflik masyarakat adat dengan PT TPL.

Setuju

Setelah cukup lama menunggu, aksi unjukrasa diterima dua anggota DPRD Sumut Yahdi Khoir Harahap dan Irwan Simamora, yang setuju aspirasi untuk menutup PT TPL.

“Namun persoalannya terkait tanah adat, saat ini masih di DPR RI dalam bentuk program legislasi nasional (Prolegnas), nah ini kita dorong agar segera membahas hingga akhirnya nanti akan diterbitkan Rancangan UU tentang Hak Masyarakat Adat,” katanya.

Di DPRD Sumut, lanjut politisi Partai Amanat Nasional (PAN), pihaknya sudah membahas Ranperda tentang hak masyarakat adat. “Saya sendiri sebagai anggota Bapemperda DPRD Sumut, memastikan akan mewujudkan hak-hak masyarakat adat,” ujarnya.

Sepanjang hak tanah adat itu diakui hanya secara de jure, maka sulit memenuhi aspirasi untuk mencabut izin PT TPL. “Jadi harus ada UU masyarakat adat, agar secara de facto hak-hak masyarakat adat itu diakui sesuai undang-undang. Dari situ, kita bisa mengusulkan mencabut izin PT TPL,” ujarnya.

Begitu juga tuntutan soal pembentukan pansus percepatan penyelesaian masalah masyarakat adat dengan PT TPL, Yahdi sepakat dan akan membahasnya di komisi terkait di DPRD Sumut.

Usai mendengarkan pandangan tersebut, peserta aksi meninggalkan gedung dewan dengan tertib. (cpb)

  • Bagikan