Urus Paspor, SIM, STNK Bakal Wajib BPJS Aktif, Suryani Paskah Desak Cabut Inpres No.1/2022

  • Bagikan

MEDAN (Waspada): Ketua Dewan Pimpinan Daerah Komite Nasional Pemuda Demokrat Sumatra Utara (DPD KNPD Sumut), organisasi sayap Partai Demokrat, Suryani Paskah Naiborhu, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mencabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Keberadaan Inpres tersebut dinilai dapat melanggar hak asasi manusia.

Dalam Inpres tersebut, Presiden Jokowi menugaskan sebanyak 30 kementerian/lembaga, gubernur, bupati/ wali kota untuk mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan
optimalisasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Dalam keterangannya, Jumat (18/2/2022), Suryani Paskah Naiborhu mengatakan, pelanggaran hak asasi itu terjadi karena Inpres Nomor 1 Tahun 2022 tersebut mewajibkan setiap warga yang ingin memperoleh layanan dari pemerintah, harus terlebih dahulu menjadi peserta aktif Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan).

“Sebagai contoh Pasal 3 ayat C Inpres itu yang mendorong Menteri Dalam Negeri untuk mendorong gubernur dan bupati/wali kota untuk mewajibkan pemohon perizinan berusaha dan pelayanan publik di daerah menjadi peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional. Artinya jika kita ingin mengurus KTP terlebih dahulu harus menjadi peserta BPJS Kesehatan aktif. Begitu juga dalam Pasal 17 yang menyebutkan bahwa Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk memastikan pemohon pendaftaran peralihan hak tanah karena jual beli merupakan peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional,” ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan bahwa yang dimaksud dengan peserta aktif BPJS Kesehatan adalah peserta yang tidak memiliki tunggakan dalam pembayaran iuran setiap bulannya. Sehingga jika warga tersebut menunggak dalam pembayaran iuran BPJS Kesehatan, maka bisa saja dia tidak memperoleh layanan publik tersebut. Padahal, dalam kondisi ekonomi yang sulit akibat pandemi COVID-19, banyak warga yang terganggu keuangannya sehingga berpengaruh terhadap kemampuan dia dalam hal membayar, termasuk membayar iuran BPJS Kesehatan.

Suryani Paskah Naiborhu mengatakan jika dilihat secara keseluruhan, Inpres Nomor 1 Tahun 2022 pada intinya mendorong seluruh Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang tinggal di Indonesia, minimal selama 6 bulan, untuk menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan. Hal ini dilakukan melalui pelibatan dari 30 kementerian/lembaga, gubernur, bupati dan wali kota.

Suryani Paskah Naiborhu melihat bahwa inpres tersebut muncul mungkin karena belum optimalnya keterlibatan masyarakat untuk menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan. “Di sisi lain mungkin Presiden Jokowi melihat bahwa lembaga BPJS Kesehatan beserta instansi terkait, seperti Kementerian Kesehatan, tidak mampu dalam mendorong masyarakat, baik individu maupun manajemen perusahaan, untuk menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan. Sehingga dengan demikian diperlukan aturan yang bersifat lebih mendorong kementerian dan lembaga yang ada untuk berpartisipasi dalam meningkatkan kepesertaan aktif BPJS Kesehatan,” tuturnya.

Namun yang menjadi persoalan adalah ketika kewajiban menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan tersebut dikaitkan dengan berbagai hak yang seharusnya diterima masyarakat sebagai warga negara. Hal ini dinilai akan mencederai rasa keadilan dan melanggar hak asasi manusia.

“Kalau melihat peraturan ini, maka jika kita ingin mengurus SIM, STNK, SKCK, paspor, atau saat mengurus peralihan aset, maka kita harus terlebih dahulu mengurus keanggotaan kita sebagai peserta aktif BPJS Kesehatan. Jadi kalau belum menjadi peserta BPJS Kesehatan maka jangan harap kita bisa memperoleh layanan yang memang sudah seharusnya menjadi hak kita tersebut. Ini sangat merugikan kita,” tuturnya.

Suryani Paskah Naiborhu mengatakan, aturan tersebut dipandang akan memberatkan masyarakat, karena dinilai dapat menghambat hak-hak masyarakat untuk memperoleh layanan dari pemerintah. Pemerintah juga seharusnya tidak bisa menyamakan kewajiban masyarakat untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan dengan kewajiban membayar pajak, dimana bagi wajib pajak yang tidak membayar pajak dapat dikenakan sanksi.

“Dimasa kondisi sulit seperti ini, kita meminta pemerintah jangan menambah masyarakat yang tengah berjuang agar dapat bertahan dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini. Pemerintah seharusnya mencarikan terobosan-terobosan yang dapat membangkitkan perekonomian masyarakat. Kita baru saja diributkan dengan munculnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tentang JHT dan kini juga sudah keluar Inpres Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Program JKN. Karena itu, sudah seharusnya pemerintah mencabut inpres tersebut,” tuturnya.(rel)

Ketua DPD KNPD Sumut, Suryani Paskah Naiborhu

  • Bagikan