Internet Desa Diduga Ladang Korupsi

  • Bagikan

DOLOKSANGGUL (Waspada): Pengadaan  internet di delapan desa di Kecamatan Libtongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara TA 2021 diduga menjadi ladang korupsi. Dimana dana internet desa yang bersumber dari dana desa kembali berubah dari penetapan awal melalui APBDes. Ironinya, perubahan anggaran atas internet desa tidak lagi melalui musyawarah desa (musdes) atas perubahan mata angaran.

Salahsatu anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kecamatan Lintongnihuta, tidak ingin disebut namanya kepada wartawan, Selasa (8/2) mengatakan, pengadaan intenet desa dari APBDes sudah ditetapkan melalui hasil survei harga pengandaan jaringan internet. Namun berubah dalam pelaksaan pembangunan realisasi. Perubahan ini, Penjabat Kepala Desa tidak melakukan musyawarah desa atau pemberitahuan perubahan anggaran pelaksaanaan tersebut sehingga kuat dugaan terjadi mark up tentang pengadaan internet dalam anggaran dana desa tahun 2021 tersebut.

“Pelaksanaan penyusunan hingga penetapan APBDes itu melalui musyarawah desa. Jika dimungkinkan ada lagi perubahan, maka kepala desa yang bersangkutan harus memberitahukan atau melakukan rapat perubahan nilai pagu suatu kegiatan,” ujarnya

Dia menguraikan, perubahan anggaran internet desa hampir terjadi di semua desa yang menganggarkan internet desa yakni Nagasaribu II, Nagasaribu V, Habeahan, Sigompul, Bonandolok, Parulohan, Sigumpar, dan Sitolubahal. Perubahan anggaran ini baru diketahui masyarakat setelah baliho informasi desa ditempelkan. Di sisi lain, jaringan internet itu kerap lelet hingga tidak maksimal dipakai.

Desa Nagasaribu II, dalam papan informasi desa, menyebutkan dana awal pengadaan internet desa sebesar Rp32.586.419 selanjutnya berubah menjadi Rp45juta.

Terkait perubahan dana pengadaan internet desa tersebut, Kepala Desa Nagasaribu II, Lintong Nababan saat dikonfirmasi wartawan via selulernya, tidak berhasil. Meski terdengar nada sambung, namun yang bersangkutan enggan menjawab.

Menyikapi hal itu, terpisah, Ketua Umum LSM Karya, Marjo Situmorang mengatakan, dalam program pembangunan desa, kepala desa harusnya transparan sebab menggunakan uang negara yang ditransfer ke desa. “Dalam penggunaan dana desa, setiap kepala desa harusnya transparan, egektif dan akuntabel,” ujarnya.

Perihal pengadaan internet desa, Marjo justru bertanya, sebab dalam realisasi anggaran diduga mark up atas perubahan anggaran itu. Sebab di Musdes awal, anggaran sudah ditetapkan namun pelaksanaan justru berbeda.  “Sekalipun perubahan anggaran diberitahukan lewat rapat desa, tapi sudah menjadi pertanyaan besar, karena di awal rapat mereka  sudah melakukan survei sebelum penetapannya. Kenapa berbeda pada realisasi anggaran,” tanya Marjo.

Dia menambahkan, dalam hal penggunaan dana desa tentu mengutamakan skala prioritas. Kalau anggaran yang ditetapkan di awal tidak bisa merealisasikan pengadaan internet, kenapa harus dipaksakan. Lebih baik dilakukan silpa atau penambahan ke item lain dalam pemberdayaan mendukung program pemerintah  yang saat ini lebih bermanfaat untuk ketahanan pangan.

Terkait pengadaan internet desa ini, ada kesan dipaksakan untuk tujuan tertentu. Ini penting diketaui publik, baik BPK dan Inspektorat daerah agar menelusuri kebenaran realisasi dana penggunaan dana internet desa. “Perlu dihitung perbedaan anggaran tiap desa. Sebab salahsatu desa pengadaan internet hanya mencapai Rp26 juta. Berapa sebenarnya jarak dengan desa lain pada tower induk hingga mencapai Rp40 juta lebih. Ini perlu diusut,” pintanya.(cas)


  • Bagikan