Jadi Marbot 8 Tahun, Antar Zainal Efendi Hasibuan Raih S1-S3

  • Bagikan
Jadi Marbot 8 Tahun, Antar Zainal Efendi Hasibuan Raih S1-S3

Terkadang keterbatasan ekonomi orang tua sering kali dijadikan sebagai alasan bagi generasi muda tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun bagi generasi muda yang memiliki semangat tinggi untuk menggapai asa dan cita tentu tidak mau berpangku tangan.

Di balik kesuksesan, pasti terselip perjuangan yang begitu besar dalam meraih mimpi dan cita-cita. Perjuangan yang besar tidak hanya menguras tenaga dan pikiran, juga air mata. Mimpi tak akan jadi nyata karena keajaiban, butuh keringat dan kerja keras untuk mewujudkannya.

Begitu pula yang alami Dr. Zainal Efendi Hasibuan dalam meraih mimpi dan cita-citanya. Jatuh bangun mengejar mimpi bagian dari proses perjalanan dalam menuntut ilmu hingga ke jenjang yang tertinggi, tak luput do’a mustajab dari orang tua, menjadi perisai tertinggi pelindung diri.

Putra asli Desa Sosopan Pargarutan, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan ini, kini mulai merasakan makna dan arti pahitnya perjuangan hidup selama ini. Dia juga telah mendedikasikan ilmu yang dia dapatkan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Jadi Marbot 8 Tahun, Antar Zainal Efendi Hasibuan Raih S1-S3
Dr. Zainal Efendi Hasibuan MA bersama istri dan tiga anaknya. Waspada/ist.

Gelar ‘Dr’ yang disematkan pada dirinya dengan predikat nilai terbaik ternyata tidak lepas dari kisah hidupnya sewaktu menjadi marbot (penjaga Masjid) di rantau orang. Dengan menjadi marbot, Zainal dapat menyelesaikan pendidikan S1 sampai S3.

Zainal mengaku bertahun-bertahun tinggal dan menjadi marbot di masjid. Baginya, masjid selain tempat ibadah juga menjadi sumber inspirasi untuk meraih kesuksesan. Siang hari ia sibuk dengan aktivitas kuliah, ketika malam tiba, ia menjadi pelayan Tuhan, sebagai penjaga masjid.

Pekerjaan itu ia lakoni selama bertahun tahun tanpa rasa mengeluh dan jika dikalkulasi selama menempuh pendidikan S1-sampai S3, Zainal telah mengabdi sebagai marbot selama 8 tahun. Ia begitu menikmati bekerja sebagai marbot. “Semua saya jalani dan ikhlas dan sabar,”ungkap Zainal.

Di rumah Allah itu, setiap malam Zainal selalu bermunajat kepada Sang Maha Kuasa, agar dirinya memiliki jiwa yang mandiri dan berguna bagi orang lain. Doanya Zainal terkabul. Ia kini mampu mendirikan Yayasan Baitul Hikmah Al-Zain. Dan juga menjadi dosen di UIN Syahada Padangsidimpuan.

Zainal Efendi Hasibuan yang lahir tanggal 24 Oktober 1980, Kamis (6/10) menceritakan, ia memulai perjalanan hidupnya sebagai marbot ketika ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi usai menyelesaikan pendidikan di Pondok Pesantren Jabalul Madaniyah Sijungkang, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan.

Gagal Belajar Ke Arab Saudi

Sebelum berangkat menemui abangnya yang juga jadi marbot di Masjid Al-Muhajirin Pampangan, Kota Padang, Zainal yang tamat dari MAS Ponpes Jabalul Madaniyah Sijungkang pada tahun 1999 Ia tidak langsung memasuki Perguruan Tinggi, tapi terlebih dulu mengajar di Ponpes tersebut selama satu tahun pada bidang studi Bahasa Arab dan Tafsir Al-Qur’an.

Keputusannya tidak langsung masuk perguruan tinggi karena ada janji dengan teman-teman sekelasnya di pesantren yakni setelah tamat kelas 6 pesantren (lulus Aliyah) melanjutkan ke kelas 7.Tapi janji teman-temannya itu hanya isapan jempol. Saat itu hanya dirinya sendiri yang datang ke pesantren setelah tamat kelas 6.

Jadi Marbot 8 Tahun, Antar Zainal Efendi Hasibuan Raih S1-S3
Dr. Zainal Efendi Hasibuan MA ketika manjadi santri kelas 2 MTs di Ponpes Jabalul Madaniyah Sijungkang, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan. Waspada/ist.

Kemudian Zainal berniat untuk melanjutkan studi ke Makkatul Mukarromah, Arab Saudi. Zainal sudah mengurus pasport untuk pergi menimba ilmu ke Makkah. Keinginannya itupun terbentur karena kurang persyaratan untuk bisa berangkat studi ke Makkah. Bahkan ada yang bilang harus ada 50 juta sebagai jaminan sanggup studi ke Makkah,” ungkapnya.

Ayahnya tidak ingin keinginan Zainal menimba ilmu Agama ke Makkah gagal. Setelah berembuk , ayahnya bilang, untuk menimba ilmu agama apapun harus dilakukan.”Akhirnya setelah disetujui kakak tertua, tanah pun dijual sekitar 3 hektar, dengan harga Rp9 juta,” paparnya.

Mengingat kekurangan biaya untuk bisa berangkat pendidikan ke Makkah masih jauh lebih banyak dari harga tanah 3 hektar yang dijual Rp9 juta tersebut, Zainal berinisiatif untuk meminta bantuan ke tukang mas dan toko-toko yang ada di Kota Padangsidimpuan.

Tapi niat baiknya untuk dapat melanjutkan pendidikan ke Makkah dengan meminta bantuan disalahartikan.Tidak sedikit yang mengira Zainal sebagai peminta- minta sedekah. “Satu hari hanya dapat sekitar Rp9 ribu. Akhirnya tidak jadi melanjutkan studi ke Makkah al-Mukarromah,” ucapnya.

Dalam rentang waktu 1 tahun itu, Zainal pergunakan untuk belajar Ilmu Nahu dan Tafsir. Dimana setelah shalat Isya ke rumah KH. Ahmad Ghazali Pimpinan Ponpes Jabalul Madaniyah untuk belajar Ilmu Nahu dan Tafsir. Pada siang hari (3 kali seminggu), ia les Bahasa Inggris di Kota Padangsidimpuan.

Jika tidak sedang jadwal untuk les bahasa Inggris dan di waktu senggang lainnya, ia gunakan untuk berkebun sayur japan di kebun Dolok Sosopan Pargarutan. Hasilnya dijual ke Pasar Pargarutan untuk biaya hidup sehari hari.

Hidup Mandiri

Pada tahun 2000, Zainal yang memiliki prinsip dimana ada kemauan, disitu ada jalan, melanjutkan pendidikan ke IAIN Imam Bonjol Padang (Sekarang UIN Imam Bonjol Padang) dan tinggal bersama abangnya di masjid Al-Muhajirin, Kelurahan Pampangan, Kota Padang.

Lima bulan kemudian, Zainal yang memiliki jiwa mandiri mendapat informasi bahwa masjid Iqro’, Kelurahan Parak Kopi, Kota Padang membutuhkan marbot. Setelah bertemu dengan pengurus masjid tersebut, Zainal diwawancarai terkait pemahaman tentang ajaran agama Islam.

“Alhamdulilah saya diterima di masjid Iqro Parak Kopi Padang dengan tugas membersihkan masjid, adzan dan terkadang jadi imam karena menurut pengurus masjid saya sudah bisa jadi imam,” ucap anak dari almarhum Dahlan Hasibuan dan Derhani Sitompul.

Zainal yang telah memiliki penghasilan Rp125.000 per bulan sebagai marbot pada saat itu, kemudian meminta pada orangtuanya agar tidak lagi mengirim bekal berupa beras dan uang Rp100.000 per bulan, mengingat ekonomi orangtuanya juga sangat sulit.Abang dan adiknya juga sedang dalam bangku pendidikan.”Orang tua saya hanya jual ikan asin dan berkedai kopi,” ungkapnya.

Seiring berjalannya waktu, anak kedua dari 5 bersaudara tersebut diminta jamaah kaum ibu di sekitar masjid Iqro Parak Kopi Padang untuk memberikan ceramah tentang terjemahan Alquran dan tafsirnya 3 kali dalam seminggu.

Bahkan ada yang meminta Zainal agar datang ke rumah jemaah untuk mengajarkan bahasa Arab dan I’rob (Kitab Kuning) maupun mengajarkan baca al-Quran yang dimulai dari Iqro. Kemudian sering juga diundang untuk memimpin do’a di acara hajatan masyarakat setempat.

Naik Sepeda Ke Kampus

Untuk menghemat biaya atau ongkos kuliah dari Masjid Iqro Parak Kopi Padang ke IAIN Imam Bonjol Padang yang berjarak sekira 5 kilo meter dan harus naik angkot dua kali, Zainal berinisiatif membeli sepeda bekas seharga Rp125.000 dari penjual sepeda bekas di Kota Padang.

Sejak saat itu ia naik sepeda ke kampus. Tinggal di Masjid Iqra sekitar 2,5 tahun selanjutnya, karena ada persoalan dari temannya dan kurang nyaman lagi di Masjid Iqra,’ akhirnya Zainal Pindah ke Masjid Mukhlishin Pulau Air, Kota Padang. Di Masjid Mukhlishin Pulau Air , ia mendapat kesejahteraan Rp250.000/bulan. Tinggal di masjid ini sekitar 1,5 Tahun.

Atas kegigihannya menimba ilmu di negeri orang, Zainal yang sudah biasa menghadapi tantangan hidup sejak kecil, berhasil menyelesaikan pendidikan S1 tepat waktu.Tahun 2005, ia diwisuda dan menyandang gelar S1.

Usai menyelesaikan pendidikan S1 di IAIN Imam Bonjol Padang pada Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, Zainal Efendi Hasibuan pindah dari Masjid Mukhlishin Pulau Air, Padang ke Masjid Nurul Haq Mata Air tetap sebagai marbot.

Di Masjid ini ia mendapatkan kesejahteraan dari Jamaah Rp.150.000, dan jamaah setiap hari bergantian mengantarkan nasi dan sambal ke Masjid untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Keinginannya untuk melanjutkan pendidikan S2 saat itu (2005) nyaris terbentur karena uang ia miliki sudah habis untuk biaya wisuda. Zainal yang bercita cita menjadi tenaga pendidik terpaksa menjual komputer yang ia beli saat menjalani kuliah S1.

“Pingin S2, tapi uang honor marbot yang tersisa sudah habis untuk biaya kuliah. Komputer yang aku beli di waktu kuliah S1, saya jual dan hasilnya hanya cukup setengah untuk bayar setengah dari biaya SPP yang mecapai Rp1.500.000 per semester. Namun Allah membukakan jalan sehingga biaya SPP itu terpenuhi,” katanya.

Salah satu jalan keluar untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sekaligus kebutuhan biaya kuliah, Zainal mengajar di SD Negeri 25 Purus, Kota Padang (Tahun 2005), bidang studi Agama Islam dan di SD N 10 di Mata Air, Padang Selatan, Kota Padang sebagai guru Bahasa Inggris dengan honor Rp.300.000 per bulan.

“Selain sebagai marbot Masjid Nurul Haq Mata Air, saya juga jadi guru honor SD untuk bidang studi Bahasa Inggris dan Agama Islam dengan honor Rp.300.000 per bulan, sampai saya selesai kuliah S2,” ujar Zainal.

Zainal Efendi Hasibuan yang mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam program Strata Dua (S2) di IAIN Imam Bonjol Padang, mampu menyelesaikan kuliahnya hanya dalam rentang waktu 1,5 tahun atau 3 semester (2005-2007) dengan IPK 3,5. Tesisnya sendiri setebal 300 halaman.

Meski sudah menyandang gelar Magister Agama (MA) yang diwisuda pada Mei 2007, pemuda yang memiliki cita-cita besar tidak mau pulang kampung. Ia kemudian pindah menjadi marbot di Masjid Al-Hidayah yang terletak di Seberang Palinggam, dekat makam Siti Nurbaya.

Jadi Marbot 8 Tahun, Antar Zainal Efendi Hasibuan Raih S1-S3
Dr. Zainal Efendi Hasibuan MA mendapat piagam penghargaan dari Rektor UIN Syahada Padangsidimpuan sebagai ASN Berprestasi. Waspada/ist.

Kuliah S3 Masih Jaga Masjid

Tidak puas dengan hanya menyelesaikan pendidikan tingkat S2, Zainal bertekad untuk melanjutkan pendidikan program Doktor (S3).Tekad untuk melanjutkan pendidikan ditunaikannya dengan mendaftarkan diri di program S3 IAIN Imam Bonjol Padang.

Namun untuk dapat melanjutkan pendidikan S3 tersebut, Zainal dihadapkan dengan tantangan biaya kuliah yang harus dibayar di awal semester 1 sehingga kisah pahit yang dialaminya saat mendaftar S2 pada tahun 2005, kembali terulang saat mendaftar S3 di IAIN Imam Bonjol Padang pada tahun 2007. Komputer yang ia beli saat menjalani kuliah S2 terpaksa dijual untuk biaya masuk kuliah S3.

Biaya kuliah S3 di IAIN Imam Bonjol Padang tahun 2007 sebesar Rp4 juta per semester. Sedangkan Zainal tidak punya uang sebanyak itu sehingga ia terpaksa menjual komputernya untuk dapat membayar uang kuliah semester pertama yang wajib dibayar diawal .

Dalam waktu yang hampir bersamaan saat mendaftar S3 di IAIN Imam Bonjol Padang, Zainal yang sudah mengantongi ijazah S2 diterima sebagai dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Ikhlas Painan, Sumatera Barat pada tahun 2007.

Selama menjalani kuliah mulai dari S1 sampai S3, Zainal Efendi Hasibuan selalu berhemat dalam menjalani hidup.”Selama kuliah S1 sampai S3, saya naik sepeda ke kampus dan tidak pernah beli baju baru. Aku cari monza (pakaian bekas), murah meriah,” ujar Zainal saat mengenang kisah hidupnya semasa kuliah.

Selama menempuh pendidikan tersebut, ungkapnya, terkadang untuk sarapan pagi dan makan siang, ia hanya beli lontong dan satu bungkus kerupuk sambal dan kemudian dibagi dua. Setengahnya dimakan pagi dan setengahnya lagi untuk makan siang.

Selain pengalaman pahit yang dialaminya dalam meraih asa dan cita untuk masa depan yang lebih baik, Zainal juga pernah mengalami hal mengerikan saat menjadi marbot di Masjid Al-Hidayah saat kuliah S3.

Masjid yang terletak di seberang Palinggan, Kecamatan Padang Selatan, dekat makan Siti Nurbaya tersebut, tuturnya, dekat dengan hutan sehingga tidak jarang ular masuk ke masjid itu. Bahkan ruangan (kamar) tempat tinggal Zainal di Masjid itu dimasuki ular.

”Pernah suatu malam, saat saya sedang belajar, ular piton yang cukup besar masuk ke kamarku. Saya melihat ular itu turun dari atas ke rak buku yang ada disudut ruangan. Kemudian terus menjalar kebawah tempat tidur. Tentu saya takut dan keluar,” katanya.

Keesokan harinya, Zainal bersama warga setempat menemukan ular piton seukuran pergelangan tangan tersebut berlingkar di. bawah kasur tempat tidur Zainal.” Ular yang masuk ke kamar aku hanya sekali itu saja, tapi kalau di sekitar masjid sering,” ungkapnya.

Motivasi Orang Tua

Salah satu hal yang mendorong Zainal untuk melanjutkan pendidikan S3 adalah ucapan almarhum ayahandanya Dahlan Hasibuan saat menghadiri wisuda S2 Zainal di IAIN Imam Bonjol, Padang Tahun 2007. Zainal yang berharap dapat pujian dari ayahnya karena mampu menyelesaikan pendidikan S2 dengan biaya sendiri.

Namun, pujian atas kemandirian dan kegigihannya berjuang dirantau orang mampu menyelesaikan pendidikan S2 dengan waktu tercepat 3 semester (1,5 tahun) tidak keluar dari bibir sang ayah.” Saat itu ayah mengatakan banyak orang diwisuda, tapi kau (Zainal) tidak dipanggil ke depan. Maksud ayah tidak IPK tertinggi,” paparnya.

Mendengar ucapan sang ayah tersebut, Zainal merasa seperti dicambuk sehingga ia bertekad untuk menunjukkan yang terbaik pada sang ayah saat wisuda S3 nantinya. Hampir setiap hari sebelum masuk atau setelah pulang kuliah, Zainal berada di perpustakaan IAIN Imam Bonjol untuk membaca berbagai macam buku.

Karena rutinnya membaca buku di perpustakaan tersebut, Zainal lebih hafal posisi buku yang ada di perpustakaan IAIN Imam Bonjol dari pada yang menjaganya sehingga tidak jarang ketika ada mahasiswa yang bertanya tentang suatu buku kepada penjaga perpustakaan, maka penjaga perpustakaan itu menyuruhnya untuk bertanya pada Zainal.

Perjuangan dan tekad Zainal untuk menjadi mahasiswa S3 terbaik mulai membuahkan hasil.Tugas makalah yang dibuatnya selalu jadi sorotan positif dosen karena referensinya cukup banyak.” Ketika ada tugas makalah sewaktu kuliah S3, referensinya sudah ada di benak saya. Jadi tinggal ambil beberapa buku sambil tulis makalah. Alhamdulilah sering dipuji dosen,” tuturnya.

Jadi Mahasiswa Primadona

Kemampuan Zainal dalam menguasai disiplin ilmu terkait pendidikan Islam, membuat dirinya menjadi siswa primadona yang datang ke kampus dengan naik sapeda.Tidak jarang ia diajak teman kuliahnya untuk berdiskusi dalam menyelesaikan disertasi.

Bahkan dosen Pasca Sarjana IAIN Imam Bonjol Padang sering mengajak Zainal untuk mendiskusikan proposal disertasi yang diajukan mahasiswa. ”Bahkan ada yang dari Malaysia berkonsultasi ke saya tentang proposal disertasi,” paparnya.

Zainal yang dikenal sebagai mahasiswa cerdas, tapi masih tinggal di masjid sebagai petugas kebersihan (marbot) masjid, meski sudah menyandang gelar S2 dan sedang menyelesaikan pendidikan S3, membuat teman-teman kuliahnya di S3 berinisiatif untuk memindahkan Zainal ketempat yang lebih layak (rumah kontrakan).

“Pada semester dua S3, sejumlah teman kuliah datang ketempat saya di Masjid Al-Hidayah yang terletak di Seberang Palinggam, dekat makam Siti Nurbaya dengan menaiki mobil. Mereka angkat barang-barang saya ke mobil yang sudah disiapkan. Katanya saya tidak pantas lagi tinggal disitu karena sebentar lagi sudah bergelar Doktor,” ucapnya.

Teman kuliah S3 Zainal yang datang tersebut, ternyata bukan orang sembarangan. Salah satu diantaranya merupakan pejabat di Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat. Kemudian ada juga Wakil Rektor. Zainal bertanya kemana saya pindah?, lalu dijawab temannya pindah ke kost dan sudah disiapkan.

Selain tempat tinggal yang sudah disiapkan dan telah dibayar kontrakannya selama 6 bulan, biaya makan untuk selama 6 bulan untuk Zainal juga sudah disiapkan teman kuliahnya. Mendengar penjelasan teman kuliahnya tersebut, Zainal merasa bahagia dan terharu sampai meneteskan air mata.

Seiring dengan perpindahannya dari Masjid Al-Hidayah ke tempat kost, Pada Tahun 2008, Zainal diterima sebagai dosen di STIT YAPTIP Pasaman Barat. Dua tahun kemudian (2010) diterima sebagai dosen di Universitas Islam Sumatera Barat, Solok.

Lulus S3 Predikat Cumlaude

Tekad dan perjuangan Zainal Efendi Hasibuan untuk menjadi lulusan terbaik di program Doktor, berbuah manis. Pada Maret 2011, ia diwisuda sebagai wisudawan tercepat dan terbaik menyelesaikan studi dengan predikat yudisium Cumlaude sebagaimana yang diharapkan orang tuanya.

“Yang sangat saya sayangkan, ayah tidak dapat lagi melihat saya diwisuda dengan predikat cumlaude karena setahun sebelum saya diwisuda, tepatnya pada April 2010, ayah meninggal dunia,” ujar Zainal.

Jadi Marbot 8 Tahun, Antar Zainal Efendi Hasibuan Raih S1-S3
Lulus S3 dengan predikat cumlaude.Dr. Zainal Efendi Hasibuan MA saat diwisuda sebagai wisudawan terbaik Program Doktor Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang 2011 dan menerima hadiah dari Rektor Prof. Dr. H. Sirajuddun Zar, MA. Waspada/Ist

Usai menyelesaikan pendidikan S3, Zainal yang telah banyak menulis buku pulang ke kampung halaman di Desa Sosopan Pargarutan, Kecamatan Angkola Timur,Tapsel. Kemudian ia menikah dengan susi Handayani, warga Losung Batu, Padangsidimpuan.

“Habis pendidikan S3, masih tersisa uang tabungan saya sebesar Rp15 juta. Saya berpikir naik haji atau menikah.Setelah berdiskusi dengan orang tua (ibu), saya putuskan untuk menikah,” katanya.

Tidak lama setelah berhasil menyelesaikan pendidikan S3 di IAIN Imam Bonjol, di tahun yang sama (2011), Zainal diterima jadi Dosen di STAIN Padangsidimpuan, tahun 2013 dosen di STAIN Curup dan STAITA. Kemudian tahun tahun 2014 dosen STAI Pertinu Padangsidimpuan dan pada tahun 2015 hingga saat ini dosen Pasca sarjana UIN Padangsidimpuan.

Dr. Zainal Efendi Hasibuan MA yang dikenal sebagai salah satu tokoh pencetus buku kearifan lokal untuk tingkat SD dan SMP di Kota Padangsidimpuan telah melahirkan 30 karya buku, antara lain : Jaringan Ulama Kedah Tabagsel 1850-1950, Melacak Jejak Syekh Zainal Abidin Harahap, Kepemimpinan Pendidikan Rasulullah, Adat Budaya Batak Angkola.

Pendidikan Berbasis Sirah Nabawiyah, Menyingkap Kiat Sukses di Perguruan Tinggi, Metode Pembelajaran Berbasis Quran dan Hadist, Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam dan Pemikirannya, Pendidikan Karakter Building dan Hukum Tanah Ulayat.

Buku kearifan lokal untuk SD kelas V dan Kelas VI serta buku kearifan lokal untuk SMP kelas 1 sampai kelas 3 sudah masuk dalam kurikulum pendidikan di Kota Padangsidimpuan dan telah menjadi buku yang wajib dipelajari siswa SD dan SMP di Padangsidimpuan.

Atas kemampuannya menggali sejarah jejak Islam di wilayah Tapanuli Bagian Selatan, Zainal diberi ruang jadi pemateri di TVRI Nasional pada acara Jejak Islam dengan topik Masjid Tauhid Syekh Zainal Abidin dan H. Marasad Pendiri Masjid Nuruddin Tanggal.

Dalam mendedikasikan ilmu yang diperolehnya, putra Pargarutan tersebut selain dosen Pasca Sarjana UIN Syahada Padangsidimpuan dan pembicara di TVRI, ia juga telah mendirikan Baitul Hikmah Al-Zain dan menjadi nara sumber di berbagai kegiatan Workshop dan seminar.

Dirikan Yayasan Baitul Hikmah

Zainal yang sudah dikarunia 3 orang anak hasil perkawinannya dengan Susi Handayani, pada tahun 2018 mendirikan Yayasan Baitul Hikmah Al-Zain di Pargarutan, Kecamatan Angkola Timur, Tapsel. Setahun kemudian (2019), ia membuka TK dan Tahfihz Baitul Hikmah Al-Zain dan tahun 2020 membuka Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Baitul Hikmah Al-Zain.

Zainal menegaskan bahwa arti Yayasan Baitul Hikmah adalah Yayasan rumah kebijaksanaan sebab “baitul” artinya “rumah” dan “”hikmah” artinya kebijaksanaan, jadi Baitul Hikmah artinya rumah kebijaksanaan.

Pemberian nama Baitul Hikmah pada yayasan itu terinspirasi dari sejarah Baitul Hikmah, perpustakaan terbesar pada masa Dinasti Abbasiyah yang didirikan Khalifah Harun Al-Rasid. Sedangkan Al-Zain nama pendirinya.

Baitul Hikmah Al-Zain yang didirikan Dr Zainal artinya rumah kebijaksanaan Dr Zainal Efendi Hasibuan. Sebagai Tempat bereksperimen teori pendidikan Islam yang sudah dituliskan Dr Zainal dalam beberapa buku karyanya. Moto pendidikan ke depan ala Dr.Zainal adalah “menggali potensi terkubur dan mengkaji edukasi terstruktur.”
Cita-citanya ke depan, “di Yayasan Baitul Hikmah kelak didirikan MTs, MA dan Universitas. Niat dan konsep dari kita, dananya dari Allah SWT, Yang Maha Kaya.” ucapnya.

Jadi Marbot 8 Tahun, Antar Zainal Efendi Hasibuan Raih S1-S3
Dr. Zainal Efendi Hasibuan MA menerima piagam penghargaan dari Wali Kota Padangsidimpuan atas dedikasinya dalam melahirkan buku kearifan lokal. Waspada/ist

Dalam mendedikasikan ilmu yang diperolehnya, putra Pargarutan tersebut selain sebagai dosen Pasca Sarjana UIN Syahada Padangsidimpuan dan telah mendirikan Baitul Hikmah Al-Zain, ia juga aktif sebagai pengurus MUI Kota Padangsidimpuan dan Pengurus Organisasi Islam lainnya. Ia juga memprakarsai didirikannya IMKODIM (Ikatan Muballigh Kota Padangsidimpuan) tahun 2022 dan menjadi pembicara di berbagai kegiatan Workshop dan seminar.

Dalam perjalanan karirnya sebagai dosen dan penulis buku, Dr. Zainal Efendi Hasibuan MA meraih penghargaan dari Wali Kota Padangsidimpuan sebagai buku daerah, penghargaan dari Rektor UIN Syahada Padangsidimpuan sebagai dosen berprestasi dan juara 3 penelitian tingkat nasional kementerian Agama RI.

Zainal Efendi Hasibuan yang sukses melewati berbagai tantangan dan rintangan hidup dalam menggapai asa dan cita hingga dapat meraih sukses menyandang gelar S3 dengan predikat cumlaude dan telah mendedikasikan ilmu yang dia dapatkan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara berpesan kesuksesan itu tidak datang begitu saja, tapi melalui sebuah perjuangan.

Menurutnya, salah satu kunci sukses dalam meraih mimpi, selain belajar dengan tekun dan menimba ilmu sebanyak-banyaknya, ridho orang tua juga sangat penting terutama ridho ibu. ”Usahakan ibumu senang padamu dengan cara yang engkau bisa, usahakan ibumu menangis karena kebaikanmu, bukan karena nakalmu,” ucap Zainal. WASPADA.id/Mohot Lubis

  • Bagikan