Kemiskinan Di Madina Peristiwa Kemanusiaan Yang Tragis

  • Bagikan
Kemiskinan Di Madina Peristiwa Kemanusiaan Yang Tragis
Kondisi memprihatinkan dialami Rusli Mais bersama dua anaknya tinggal di gubuk kecil tengah kebun milik warga Kelurahan Siabu, Kec. Siabu, Kab. Madina.Waspada.id/Ist

PANYABUNGAN (Waspada): Angka kemiskinan di Kabupaten Mandailing Natal 40.980 jiwa, memunculkan banyak komentar bernada miris.

“Madina sangat paradoks. Di satu sisi, Madina kaya potensi dimiliki, tapi fakta tidak begitu dengan kehidupan masyarakatnya. Ini peristiwa kemanusiaan yang sangat tragis,” ujar Ketua DPD Partai Ummat Mandailing Natal As Imran Khaitamy Daulay melalui sambungan telepon seluler, (11/3).

Mantan Ketua DPRD Madina mengungkapkan, tidak begitu yakin dengan validitas angka pada data kemiskinan tersebut, apalagi indikator dipakai dalam menakar kemiskinan biasanya banyak menyerap keluar dari kelompok miskin, segingga angka dihasilkan lebih kecil dari fakta di lapangan dengan indikator tunggal yaitu “tingkat kemampuan memenuhi kebutuhan dasar”.

Tapi begitupun, lanjut As Imran Khaitamy Daulay, soal kemiskinan sudah menjadi problem klasik termasuk di Madina, tentunya akan tetap menjadi perhatian utama dari tahun APBD ke tahun APBD berikut. Dari periode ke periode kepemimpinan berikut. Hasilnya, berkutat pada fluktuatif naik turunnya angka kemiskinan.

“Faktor utama menjadi penyebab adalah program pengentasan yang tidak produktif, tidak kontiniu, tidak tepat sasaran dan tidak terjaminnya kesinambungan program antar periode, baik lewat subsidi, revolfing fund, maupun dana bantuan sosial lainnya”.

Faktor kedua, lanjut dia, adalah keterbatasan anggaran dlm menampung kegiatan pembangunan untuk sasaran pengentasan kemiskinan. Nilai APBD Madina Rp1,5 triliun, nyaris separohnya wajib diperuntukkan untuk belanja pegawai.

“Belum lagi untuk belanja yang pengalokasiannya ditentukan perundang-undangan seperti bidang pendidikan mencapai 20 persen dari nilai APBD. Hal ini pasti menyulitkan dalam pengalokasian anggaran untuk kegiatan langsung bersintuhan dengan urusan pengurangan angka kemiskinan,” ujarnya.

Faktor ketiga, lanjut As Imran Khaitamy Daulay, kurangnya daya serap tenaga kerja di daerah ini, sehingga dari tahun ke tahun angka pengangguran semakin membengkak.

Karenanya, menurut dia, ke depan pemerintah mestilah dapat menyahuti ini dengan langkah kebijakan yang lebih konkrit dan terukur, sehingga kegiatan dilaksanakan benar-benar dapat berhasil guna, mendorong usaha masyarakat uuntuk lebih produktif , punya daya saing dan derajat kesejahteraannya, terutama masyarakat miskin dapat semakin meningkat dan keluar dari kurva kemiskinan.

Menut dia, bisa lewat revitalisasi BUMD, atau membangun usaha daerah di sektor dagang/pasar, perkebunan atau perhotelan dan lain-lain. Bisa juga lewat penguatan peran pelaku usaha investasi dalam menggairahkan ekonomi masyarakat.

“Jangan urusan telor saja pun para investor datangkan lewat anak perusahaannya atau perusahaan orang dalamnya. Beri kesempatan kepada kelompok usaha, koperasi yang dengan kebijakan itu dapat membantu perekonomian masyarakat,” katanya

Dijelaskan, banyak langkah bijak bisa dilakukan jika sudah diawali dengan niat dan semangat tinggi untuk dapat menyelesaikan agenda klasik itu. Masalahnya, kata dia, sulit membangun keterpaduan lintas sektoral dalam ‘mengeroyok’ membabat habis angka kemiskinan, maka tidak aneh jika hingga hari ini keadaan Madina sangat paradoks. (irh)

  • Bagikan