Jelang Pemilu 2024, MUI Medan Sosialisasikan Fatwa MUI Tentang Politik Kebangsaan

  • Bagikan

MEDAN (Waspada); Jelang Pemilu pada 14 Februari 2024 mendatang, Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus mensosialisasikan keputusan ijtima’ Komisi Fatwa MUI tahun 2009 tentang politik kebangsaan. Hal ini bertujuan mengingatkan umat Islam untuk berpartisipasi dalam pemilu dengan memberi hak suara pada calon pemimpin pilihannya.

“Kenapa ijtima’ itu keluar karena disaat Pemilu 2009 banyak masyarakat enggan datamg ke TPS sehingga angka Golput lebih besar daripada jumlah yang memilih,” ujar Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Kota Medan, Drs H Legimin Syukri, M.H saat membuka acara sekaligus narasumber
Seminar Strategi Dakwah Menjelang Pemilu 2024, Kamis (23/11) di aula kantor MUI Kota Medan.

Hadir juga sebagai narasumber anggota Komisi Pemberdayaan Ekomomi Umat MUI Kota Medan, Wulan Dayu, SE, ME dengan peserta dari pengurus MUI kecamatan dan majelis taklim di Kota Medan.

Dijelaskan Legimin, dalam ijtimah tersebjut MUI mengeluarkan fatwa haram untuk golput atau tidak menggunakan hak pilih saat pemilu. Hal ini merupakan salah satu bentuk upaya dari para ulama dalam menegakkan demokrasi di Indonesia.

“Pemilu untuk memilih para pemimpin yang terbaik harus didukung oleh seluruh umat Islam. Jika di antara para calon pemimpin ada yang memenuhi syarat, maka umat Islam wajib hukumnya untuk memilih dan haram hukumnya untuk golput atau tidak menggunakan hak pilihnya,” kata Legimin.
Berdasarkan fatwa MUI dalam keputusan ijtima’ Komisi Fatwa tahun 2009 tentang politik kebangsaan dinyatakan pemilu dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai aspirasi umat dan kepentingan bangsa.

Kemudian memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama. Dalam memilih pemimpin harus yang beriman dan bertakwa, jujur (shiddiq), terpecaya (amanah), tabliq, dan fathanah. “Dinyatakan juga memilih pemimpin tidak memenuhi syarat-syarat itu, maka hukumnya haram,” kata Hasan.

Sedangkan keputusan Ijtima’ Komisi Fatwa tahun 2018, hubungan agama dan negara adalah hubungan yang saling melengkapi. Negara Indonesia dibentuk dengan kesepakatan menempatkan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar negara, berarti seluruh aktivitas politik kenegaraan harus dibingkai dan sejalan dengan norma agama.

“Jadi tempat ibadah bukan hanya untuk kepentingan ritual keagamaan semata tetapi harus dijadikan sarana pendidikan dan dakwah Islam termasuk masalah politik, keumatan dan bagaimana cara memilih pemimpin sesuai dengan ketentuan agama,” ucapnya.

Gejolak perpolitikan Indonesia menjelang pemilu 2024 mengharuskan umat Islam mempersiapkan diri dalam menghadapi
tantangan politik dalam konteks politik perebutan kekuasaan. Dimana umat Islam harus mempunyai peran dalam berbagai aspek, terutama pada aspek politik.

“Umat Islam jangan menganggap bahwa politik itu tidak penting. Anggapan tersebut merupakan hal yang keliru, politik adalah sesuatu yang harus dilakukan agar pemain politik di negeri ini berisi orang-orang baik,” ucapnya.

Sementara Wulan Dayu menyatakan, masyarakat harus cerdas dalam menerima informasi guna menciptakan pemilu damai. Apalagi zaman teknologi saat ini, media sosial (medsos) sering dijadikan alat informasi menyebarkan berita kebohongan dan hoax, mengujar kebencian, disinformasi, politik identitas dan SARA.
“Media sosial harusnya turut mendukung suksesnya penyelenggaraan pemilu, baik dalam mengingatkan hak pilih, hari pemungutan suara, maupun mengajak pemilih muda maupun pemula terlibat dalam pemilu,” katanya. (h01)

Jelang Pemilu 2024, MUI Medan Sosialisasikan Fatwa MUI Tentang Politik Kebangsaan

Teks
Para narasumber di acara Seminar Strategi Dakwah Menjelang Pemilu 2024, Kamis (23/11) di aula kantor MUI Kota Medan. Waspada/Yuni Naibaho

  • Bagikan