Alwi Mujahit Tumbal Tunggal Korupsi Covid-19 Sumut

  • Bagikan
Alwi Mujahit Tumbal Tunggal Korupsi Covid-19 Sumut

Presiden Joko Widodo bersama para Kepala Dinas Kesehatan pada malam puncak pemberian Penghargaan Penanganan Covid-19 di Jakarta, Senin (20/3/2023). Waspada/Dokumentasi

JAKARTA (Waspada) : Kasus dugaan korupsi yang tengah dihadapi Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes, (AMH) menuai pro-kontra bahkan pakar hukum kesehatan dan pakar kesehatan Indonesia menilai kasus tersebut ganjil bahkan disebut bahwa AMH merupakan “korban tumbal tunggal”.

Ketua DPW Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Sumut, Dr. dr. Beni Satria, MKes, SH, MH, menilai kasus hukum yang menjerat (AMH), sangat ganjil dan tidak sejalan dengan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang merupakan lembaga berkompeten menilai kerugian uang negara. Sehingga AMH disangkakan korupsi pengadaan barang dan jasa seperti alat pelindung diri (APD) yang mencapai Rp24.007.295.676,80 dari nilai kontrak sebesar Rp39.978.000.000.

“Ini sangat ganjil sekali dari nilai angka kontrak dengan sangkaan yang diduga dikorupsi AMH. Dengan nilai sekitar Rp15 miliar itu berarti Dinkes Sumut tidak bekerja maksimal. Faktanya, Dinkes Sumut berhasil menyelamatkan nyawa orang dengan terbukti mendapat penghargaan langsung dari Presiden Joko Widodo sebagai Provinsi kedua terbesar di Sumatera yang berhasil menanggulangi wabah pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu,” kata Beni Satria ketika dihubungi Waspada, Selasa (2/4/2024).

Founder of Achilles Health Law Firm & Partner ini mengatakan keheranannya pada hasil pemeriksaan BPK tidak ada temuan unsur kerugian negara. Tapi, tidak sejalan dengan BPK, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut menyebut telah terjadi kerugian negara Rp24 miliar berdasarkan hasil hitungan tim audit forensik bersertifikat.

Untuk penghitungan kerugian itu kata Beni Satria, yang boleh BPK, BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) atau instansi pemerintah yang tufoksijya menghitung kerugian uang negara.

“Tim Forensik itu tidak sejalan dengan hasil BPK, yang menilai terjadi kerugian uang negara Rp24 miliar dan menjadi dasar Kejati Sumut menahan AMH dengan dugaan mark-up. Ini sangat ganjil,” kata Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Anggota Badan Pengawas RS Provinsi Sumut ini menyebut, adapun hitungan kerugian negara yang dilakukan Tim Forensik itu berupa pengadaan baju APD, helm, sepatu boot, masker bedah, hand screen dan masker N95.

Sebagaimana diwartakan, Kepala Kejati Sumut Idianto di Medan, Rabu (13/3/2024), menyebut dalam penyusunan rancangan anggaran biaya (RAB) pada Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2020, yang ditandatangani AMH diduga tidak disusun sesuai dengan ketentuan, sehingga nilai dalam RAB tersebut terjadi permahalan harga atau mark-up.

Akibatnya, AMH dan seorang pihak swasta/rekanan pengadaan barang dan jasa Robby Messa Nura (RMN) ditetapkan sebagai
tersangka dalam Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Beni Satria mengatakan akibat hal tersebut opini di media masa merugikan AMH yang tanpa melihat kejadian sebenarnya dan hal di luar nalar kita saat wabah Covid-19 melanda belahan dunia, termasuk Indonesia.
Hingga hitungan atau angka belanja saat itu sangat melambung tinggi, juga pengadaan penyediaan sarana prasarana bahan di luar anggaran APD.

Dibalik suasana mencekam saat itu lanjut Beni Satria yang kala wabah Covid-19 mengganas turut membantu Satgas Covid-19 Sumut, media masa atau orang lain cenderung menghakimi tanpa tidak melihat kesuksesan AMH yang dengan sangat cepat dan antusias bekerja hingga tak kenal lelah dan waktu bersama para tenaga kesehatan (nakes) untuk mengatasi penularan Covid-19.

“Hanya media Harian Waspada yang objektif. Saya berharap media berimbang memberitakan AMH dengan asas praduga tak bersalah sebelum ada putusan pengadilan. Kerja keras AMH menangani Covid-19 terbukti dengan apresiasi dari Presiden Jokowi menganugerahi Sumut Penghargaan Penanganan Covid-19 tersukses kedua di wilayah Pulau Sumatera pada 20 Maret 2023,” ungkap Beni Satria yang merupakan orang pertama kali membesuk dan memberi sport AMH saat resmi di tahan di Rutan Pancurbatu, terhitung mulai Rabu (13/3/2024).

Diketahui, pelimpahan kasus yang ditangani Kejati ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan telah dinyatakan P21 (lengkap), untuk perkara AMH, Nomor 23/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mdn, dan untuk tersangka RMN dengan Nomor 24/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mdn.

Sedangkan pada sidang perdana AMH akan digelar pada Kamis (4/4/2024) dengan Hakim Ketua (M. Nazir), Hakim Anggota (Zufida Hanum dan Bernard Panjaitan).

Sejak pelimpahan kasus tersebut pada 28 Maret 2024, penahanan AMH telah dipindah dari Rutan Pancurbatu ke Rutan Tanjung Kusta Medan.

Berkejaran dengan Maut

Tak dapat dipungkiri, tenaga kesehatan (nakes) menjadi satu satunya ujung tombak yang ‘berkejaran dengan maut’ kala wabah Covid-19 mengganas hingga menakutkan setiap manusia. Semula kejadian luar biasa itu sempat diremehkan, namun begitu meluluh lantakkan sendi sendi kehidupan sosial masyarakat dan melumpuhkan perekonomian negara, barulah semua bergerak tapi seluruh kebutuhan, dan harga harga sudah langka dan tinggi.

Hal tersebut dikatakan Pakar Kesehatan Indonesia, Dr. Abidinsyah Siregar, DHSM,MBA,MKes, prihatin atas kasus menimpa AMH yang dikenalnya memiliki kredibilitas sebagai pekerja keras dan tekun dalam menjalankan tugasnya,

“Sangat prihatin terhadap junior saya, AMH punya kesan kerja tekun dan tidak pernah mengajak kerja akal akalan. Serta menjaga kredibilitas dia yang terus terjaga selama ini tidak pernah tercela. Tidak pernah cacat sejak menjadi ASN. Hal ini perlu diperhatikan,” kata Abidin Siregar yang merupakan Majelis Pakar IDI, dan pernah menjabat Kadis Kesehatan Labuhanbatu sebelum AMH menjadi Kadis Kesehatan Labuhanbatu, dalam perbincangan dengan Waspada di Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) periode 2006-2009, menyatakan pada awal Indonesia dilanda Covid-19 belum siap dengan anggaran dan penanganannya termasuk kebutuhan APD yang saat itu masih impor. Ada termin-termin untuk memenuhi kebutuhan baik untuk nakes maupun penanganan penularan pada pasien yang setiap hari jumlahnya bertambah di seluruh kabupaten/kota dan provinsi di tanah air.

“Karena awalnya Indonesia tidak siap, sehingga kebutuhan APD kejar kejaran dengan kematian. Tidak saja masyarakat luas tapi juga nakes banyak meninggal dunia saat berjuang membantu pasien,” ungkap Direktur Pelayanan Kesehatan Tradisonal Alternatif dan Komplementer Kemenkes (2011-2013).

Dikatakannya, Menteri Kesehatan melalui Kepmenkes No.9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pengaturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah menerbitkan banyak penetapan status PSBB bagi Provinsi/Kabupaten dan Kota.

Pada masa Covid-19, Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan relaksasi cara penilaian hasil audit harus disesuaikan dengan pendekatan kedaruratan. Relaksasi audit dan penilaian disesuaikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19.

Atau, dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Pada Pasal 27 dari undang-undang tersebut disebutkan biaya yang telah dikeluarkan pemerintah atau lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan dan kebijakan belanja negara.

Seterusnya, kebijakan keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian akibat krisis dan bukan kerugian negara.

Pada Sidang Tahunan MPR RI di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Senin 16 Agustus 2022, Presiden menegaskan masa pandemi bukanlah situasi normal dan tidak bisa diperiksa dengan standar situasi normal. Karena yang utama adalah menyelamatkan rakyat sebagai hukum tertinggi dalam bernegara.

“Ada pernyataan seluruh fungsi dan keuangan negara dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang digunakan untuk penanganan pandemi Covid-19 tidak bisa diperiksa dengan standar situasi normal. Itu situasi tepat, waktu situasi awal sebagimana yang dilakukan Dinkes Sumut, tidak bisa dinilai dengan situasi saat ini. Apalagi bukan dari hasil temuan lembaga negara seperti BPK yang menghitung keuangan seluruh instansi pengguna anggaran negara,” ucap Abidin Siregar.

Diceritakannya, seiring waktu berjalan, pada tahun 2021 Indonesia sudah dapat mengatasi kondisi dan kebutuhan APD karena sudah bisa dibuat di dalam negeri, tidak lagi impor.

“Tahun 2020 seluruh barang kebutuhan masih impor, mestinya penghitungannya di tahun 2020 itu. Jadi ada kekeliruan bila penghitungan kerugian negara setelah tahun 2020. Maka itu kerliru,” jelasnya.

Lebih lanjut Ketua IDI Cabang Medan 2003-2024 itu mengatakan, Satgas Covid-19 bukan semata tugas Dinkes tapi tugas negara. Artinya, Kadis Kesehatan Sumut salah satu unsur satuan tugas yang dikomandani kepala daerah dalam hal ini Gubenur Sumut.

“Ada turunan struktur dari satgas Covid-19. AMH kalau disebut pelaku bukan pelaku tunggal. Jangan-jangan tumbal tunggal,” ketusnya.

Untuk itu kata Abidin Siregar, perlu digali perannya (AMH) apa?. Konstruksi yang sebenarnya kasus ini apa dan siapa dalang dibelakang itu?.

“Tanggung jawab komando dan inspektorat yang paling tahu pengadaan di dalam, jangan semua beban itu diberikan pada AMH. Padahal AMH bersama nakes bekerja habis-habisan menyelamatkan nyawa masyarakat,” ujar Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2002-2005.

Menurut Abidin Siregar, Dinas Kesehatan sebagai pengguna anggaran tapi keterlibatan unsur banyak anomali, bila ada kesalahan maka tidak dapat seluruh kesalahan itu dibebankan kepada AMH.

“Tidak bisa semua kesalahan itu diberikan tunggal kepada AMH. Tapi, semua dalam kerangka Satgas Covid-19 Sumut bertanggungjawab, termasuk Gubernur Sumut yang menjadi penentu keadaan situasi tahun 2020,” kata Abidin Siregar.(j01)

Alwi Mujahit Tumbal Tunggal Korupsi Covid-19 Sumut
  • Bagikan