MENGUAK DINAMIKA KEBEBASAN BEREKSPRESI DI ERA SOSIAL MEDIA

Oleh Najla Ratu Belangi

  • Bagikan
MENGUAK DINAMIKA KEBEBASAN BEREKSPRESI DI ERA SOSIAL MEDIA

Di era kontemporer, media sosial telah menjadi platform yang sangat signifikan dalam
memajukan kebebasan berekspresi. Individu kini memiliki akses ke panggung global di mana
mereka dapat menyuarakan pikiran, ide, hak asasi manusia, dan perasaan mereka, diperkuat
oleh perkembangan teknologi digital yang pesat.

Sosial media memberikan wadah bagi setiap
orang untuk turut serta dalam narasi publik yang melintasi batas dunia dan dapat diakses
dengan cepat. Meskipun memudahkan interaksi dan ekspresi, tetapi di balik kemudahan ini,
timbul pertanyaan kritis mengenai batasan dan tanggung jawab dalam menggunakan
kebebasan berpendapat di era sosial media.


Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada seluruh individu dan diperoleh tanpa bisa
diganggu gugat atau dirampas. Melanggar hak-hak tersebut dianggap sebagai pelanggaran
terhadap keadilan, terutama hak untuk merdeka dan berekspresi. Oleh karena itu, setiap
manusia memiliki kebebasan untuk menyatakan pendapatnya, sebuah hak yang memberikan
kebebasan bertindak tanpa adanya pembatasan sesuai dengan pilihan pribadi. Dengan kata lain,
kebebasan ini memungkinkan ekspresi diri di ruang publik.


Di abad ke-21, internet telah menjadi alat yang sangat efektif dalam meningkatkan
pengawasan terhadap pemerintahan, menyediakan informasi dalam berbagai konteks, dan melibatkan warga dalam pembangunan masyarakat yang demokratis. Tidak hanya menjadi sarana untuk menyampaikan pendapat dengan bebas, tetapi juga sebagai wadah untuk menyuarakan hak dan ekspresi, bertujuan untuk memajukan masyarakat ke arah yang lebih baik.

Namun, seiring berjalannya waktu dalam era digital ini, internet semakin erat terkait dengan sifat demokratis dan memiliki dampak signifikan pada komunikasi yang bebas, sehingga informasi yang disebarkan seringkali diungkapkan dengan penekanan yang lebih besar.

Berita palsu sering kali tersebar melalui media sosial, di mana internet menjadi panggung
utama untuk penerimaan dan penyebaran informasi. Sebagai contoh, kasus tweet di media
sosial yang menyebar sebagai ujaran kebencian dan penyebaran informasi palsu mencerminkan
permasalahan serius terkait dengan penyebaran konten yang merugikan dan tidak akurat di
dunia maya.

Selain itu, kasus penyebaran pornografi melalui media Twitter juga menjadi perhatian, mengingat kecenderungan mudahnya akses oleh berbagai kalangan usia di Indonesia. Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang No.44, Tahun 2008 mengenai pornografi. Meskipun pada kenyataannya, pornografi telah dikecam dalam beberapa undang undang sebelumnya (UU Pokok Pers, UU Penyiaran, dan KUHP), namun, penyebaran materi pornografi yang begitu merajalela di masyarakat menjadi sebuah keprihatinan yang besar.

Hal ini menggaris bawahi salah satu tantangan serius terkait eksploitasi kebebasan berekspresi di
suatu platform sosial. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendalam mengenai batasan
kebebasan berekspresi dan tanggung jawab yang harus ditanggung oleh platform sosial media
dalam menanggulangi konten yang melanggar norma-norma etika dan hukum.
Fenomena ini mungkin muncul karena ide dapat dengan mudah tersebar di media sosial.
Indonesia, sebagai negara yang berdasarkan hukum, memiliki peraturan yang melindungi hak
asasi manusia (HAM).

Oleh karena itu, Indonesia memiliki beberapa regulasi terkait hak kebebasan berpendapat pada Undang Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat di tempat umum. Dengan tujuan untuk mengatur kebebasan berekspresi di media sosial, hal ini bertujuan agar masyarakat dapat menjalankan tanggung jawab atas apa yang mereka sampaikan.

Dalam kerangka hukum perdata Indonesia, terdapat aturan mengenai pencemaran nama baik, yang mencakup perbuatan melawan hukum terhadap warga sipil. Di Indonesia, jumlah pengguna internet telah mencapai 175,5 juta orang, yang setara dengan 65,3% dari total penduduk. Keleluasaan dalam menyebarkan informasi melalui internet dan media sosial membawa konsekuensi konten informasi tersebar tanpa kendali yang cenderung dapat menghasilkan berita yang tidak benar, baik disengaja maupun tidak, atau bahkan untuk kepentingan politik.

Berikut adalah beberapa kasus terkait dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia pada periode tahun 2020-2021.

MENGUAK DINAMIKA KEBEBASAN BEREKSPRESI DI ERA SOSIAL MEDIA

Selama tahun 2020-2021, Komnas HAM mencatat sebanyak 44 kasus yang melibatkan kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Dengan pertumbuhan jumlah pengguna internet yang terus meningkat, Indonesia dihadapkan pada tantangan signifikan dalam pengelolaan konten di dunia maya. Kasus-kasus terkait kebebasan berekspresi, sebagaimana tercatat oleh Komnas HAM, menegaskan perlunya pemahaman dan penegakan hukum yang lebih efektif. Peran masyarakat sipil juga menjadi krusial dalam membentuk lingkungan media sosial yang lebih etis dan bertanggung jawab.

Untuk menghadapi perubahan dinamika kebebasan berekspresi di era sosial media, diperlukan langkah-langkah lebih lanjut. Pentingnya dialog terbuka antara pemerintah, platform sosial media, dan masyarakat menjadi kunci utama untuk menemukan solusi yang seimbang. Kebebasan berpendapat di dunia maya harus dikelola dengan bijak, menghormati hak asasi manusia, dan menjunjung tinggi prinsip tanggung jawab kolektif guna membentuk masyarakat yang adil dan demokratis. (Penulis Mahasiswa Fakultas ilmu sosial politik di Universitas Brawijaya)

MENGUAK DINAMIKA KEBEBASAN BEREKSPRESI DI ERA SOSIAL MEDIA
  • Bagikan