Tanpa Penjelasan Tentang Sirekap, Roy Suryo Anggap Keputusan KPU ‘Rungkad’

  • Bagikan
Tanpa Penjelasan Tentang Sirekap, Roy Suryo Anggap Keputusan KPU 'Rungkad'

JAKARTA (Waspada): Pemerhati telematika, multimedia, AI dan OCB Independen, Roy Suryo menganggap pengumuman keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait hasil pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) 2024, ‘rungkad’.

Dia meminjam judul lagu yang viral ciptaan Denny Caknan dan dinyanyikan oleh Happy Asmara, yang memiliki arti rusak atau hancur.

Menurut Roy, kesalahan fatal sudah mulai sejak awal pengumuman oleh Ketua KPU Hasyim Asy’ari, Rabu (20/3/2924) malam di Kantor KPU dan disiarkan langsung lewat media sosial Youtube. Saat itu Hasyim menskorsing pengumuman sampai 30 menit.

“Ini yang membuat pengumuman benar-benar berjalan rungkad. Karena bagaimana bisa sebuah naskah sangat penting yang seharusnya sudah disusun dengan rapi. Sesaat sebelum dibacakan, kembali dikoreksi dan diskors terlebih dahulu,” imbuh Roy.

Hal krusial lainnya yang sama sekali tidak disebut dalam keputusan, menurut Roy adalah soal Sirekap atau Sistem Informasi Rekapitulasi. Sirekap diperkenalkan sebagai alat bantu penghitungan suara pada Pemilihan 2020 lalu. KPU kembali menggunakan Sirekap pada Pemilu 2024 ini karena dianggap mampu menghadirkan transparansi. Center for Digital Society (CfDS).

“Bagaimana status terakhirnya Sirekap ini? Atau bahkan ada permohonan maaf kepada masyarakat. Karena secara de facto Sirekap telah benar-benar membuat Kerugian besar dari sisi pemborosan anggaran miliaran rupiah, serta membuat kebocoran data masyarakat dengan menggunakan Cloud-Server Alibaba.com di Singapore,” jelas Roy.

“Termasuk menebar kabar bohong karena sempat tidak mengakui hal tersebut dan membuat kegaduhan di masyarakat akibat hasil yang tidak konsisten bahkan terindikasikan digunakan sebagai alat pembantu kecurangan,” sambungnya.

Tidak disebutnya sama sekali soal Sirekap dalam keputusan tersebut sekaligus membuktikan bahwa KPU benar-benar sudah nekat melakukan pembangkangan hukum.

Apalagi, lanjut Roy, saat ini kasus Sirekap sedang diproses di Komisi Informasi Pusat (KIP) sebagaimana diajukan oleh YAKIN dalam persidangan.

Belum lagi Gugatan Ikatan Alumni ITB (IA-ITB) dan KAPPAK ke Rektor ITB akibat adanya MoU dgn KPU semenjak 2021 silam.

Terlepas dari sudah adanya partai politik yang menerima hasil keputusan KPU, Roy tetap memandang bahwa Kasus Sirekap di Pemilu 2024 ini bukan hal sederhana yang bisa dilupakan begitu saja. Apalagi ICW dan Kontras sudah menyebutkan terjadi indikasi korupsi akibat penggunaan anggaran milyaran rupiah di Sirekap.

“Sebab jika tidak, modus pemborosan anggaran negara yang merupakan uang hasil pajak rakyat,  masih akan terus terjadi di pemilu atau proyek-proyek penting negara di kemudian hari,” tandas Roy.

Di sisi lain, terkait Sirekap yang tidak disebut dalam Pengumuman KPU, melanggar UU Keterbukaan Informasi Publik No. 14/2008, UU ITE / Informasi & Transaksi Elektronik No. 1/2024 (Revisi dari UU ITE No 11/2008 dan UU ITE No 19/2016), UU PDP / Perlindungan Data Pribadi No 27/2022 hingga Aturan Hukum “klasik” Pasal 14 th 1946.

“Pelanggaran-pelanggaran aturan hukum oleh KPU ini seharusnya tidak bisa dibiarkan begitu saja karena sudah benar-benar terjadi dan merugikan masyarakat, utamanya terkait juga indikasi korupsinya,” pungkas Roy.

Selain itu pengajuan hak angket juga masih sangat diperlukan untuk membuka banyaknya borok yang dilakukan oleh KPU, khususnya dlm Penggunaan teknologi Sirekap sebagaimana yang dikemukakan oleh 5 Pakar IT dalam diskusi awal pekan lalu.(j02/m14)

  • Bagikan