Komisi Perempuan MUI Medan Gelar FGD Bahas Pemahaman Konsep Poligami

  • Bagikan

MEDAN (Waspada): Komisi Perempuan Remaja dan Keluarga (PRK) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan menggelar Focus Group Discussion (FGD) pemahaman konsep poligami “kontradiksi antara konsep dan fakta di lapangan”, Rabu (23/3) di aula kantor MUI Kota Medan.

Acara dibuka oleh Wakil Ketua Umum MUI Kota Medan, Drs Burhanuddin Damanik, MA, dengan menghadirikan narasumber Sekretaris Umum MUI Medan, Dr Syukri Albani Nst, Ketua Komisi PRK Hj Asmawita LC, MA dan Anggota Komisi PRK, Dr. FATIMAH, S.Ag. M.A.

Dalam sambutannya, Burhanuddin Damanik mengatakan, melalui kegiatan FGD ini diharapkan dapat memperbaiki pengetahuan dan sikap masyarakat umum terutama peserta terhadap syariat poligami dalam Islam. Selain itu, peserta juga diharapkan tidak mengedepankan perasaan dalam diskusi yang dilaksanakan.
Sementara Syukri Albani Nst dalam materinya Poligami dalam Tinjauan Maqashid al-syariah, memaparkan, sebagai muslim, syariat terkait dengan poligami tidak dapat dihapuskan dalam syariat. Wanita juga harus objektif dalam padangannya terhadap poligami.
“Tapi dari pendapat peserta, ketidaksiapan wanita terhadap syariat poligami yaitu dikarenakan pengalaman yang ditemukan dilingkungan masyarakat, karena banyak ditemukan praktisi poligami hanya menikahi wanita yang cantik. Selain itu, peserta wanita juga menyatakan bahwa ditakutkan suami tidak dapat berperilaku adil terhadap istirnya baik moril maupun moral. Dimana ketidakmampuan melaksanakan poligami dapat berpengaruh pada masyarakat bukan hanya istri, namun juga anak serta keluarga maupun lingkungan,” ungkapnya.

Menurutnya, masyarakat Indonesia sudah terlalu terbiasa untuk menjadikan cinta dan kasih sayang menjadi dasar dalam pernikahan. Padahal, cinta dan kasih sayang tersebut merupakan hal yang subjektif dan dapat berubah sewaktu-waktu. Sedangkan poligami secara syariat tidak boleh untuk ditolak meskipun dalam pelakasanaannya banyak wanita/istri yang merasa tidak ikhlas.
“Sedangkan bagi masyarakat Arab, memudahkan syariat poligami yakni salahsatunya adalah dikarenakan mereka merendahkan persentase cinta dalam pernikahan. Sehingga pernikahan yang dilakukan adalah rasional. Kemudian akan juga mudah untuk menerima poligami yang juga rasional,” katanya

Begitupun, pemerintah diharapkan dapat mengatur dan mengawasi teknis dalam pelaksanaan poligami dimulai dengan pencatatan poligami.
Narasumber lainnya, Asmawita, menyatakan, terdapat perubahan sosial atau nilai-nilai perilaku dalam masyarakat yang mempengaruhi bagaimana pandangan masyarakat terhadap poligami maupun pelaksanaan poligami itu sendiri.

“eberapa alasan poligami adalah status social, pengaruh lingkungan dan penggunaan medsos, kondisi tertentu, jenuh, pemahaman hukum agama serta persepsi keluarga dan masyarakat terhadap poligami,” ucapnya.

Untuk hasil diskusi dari 5 kelompok FGD didapatkan banyak perbedaan pendapat peserta terkait dengan pelaksanaan poligami di masyarakat. Namun, mayoritas peserta mengatakan dapat menerima poligami jika dilakukan dengan sehat yaitu sesuai dengan tata cara yang diajarkan dalam Islam.

Selain itu, keadilan juga menjadi kata kunci yang dapat menentukan poligami, dimana dikatakan bahwa banyak pelaksanaan poligami yang tidak berusaha untuk berbuat adil. Faktor ekonomi juga disepakati sebagai faktor penting yang tidak boleh untuk diabaikan, mengingat bahwa ekonomi sangat berpengaruh dalam pelaksanaan rumah tangga terutama poligami. (h01)

  • Bagikan