Puisi Pekan Ini

  • Bagikan

Jalan Absurd

Aku berjalan di dalam lorong panjang

melihat begitu banyak rupa

dari asal makhluk manusia

berakhir di dinding buntu

terdiam dan ketakutan

bagaimana jalan pulang?

“buka pintunya,” suara itu menyeruku

“ini terkunci,” jawabku lirih dan takut

“kuncinya ada di tanganmu.”

Kubuka telapak tanganku

menoleh aku padanya

saat pintu terbuka aku terpana

di luar aku melihat sinar putih bersinar

terbangun aku

43 tahun kemudian inilah aku

27 November 2021

Fantasi

Anak burung itu mendapatkan sayapnya

terbang mengarungi dunia baru

berlomba sampai di puncak

diam menghadap pesaing

rela menjadi musang berbulu domba

patahkah sayapnya?

Dia tetap membentangkan sayap

menyembunyikan kegamangan tanpa kata

menyimpan setiap torehan luka tanpa rasa

25 Januari 1984 langkahnya terhenti

sayapnya patah

kehabisan daya

berjalan tanpa jiwa

burung itu mati

seseorang mematahkan sayapnya

sang bijaksana mematahkan kakinya

atas nama cinta dia yang menebar bencana

menyembunyikan keserakahan

syahdan satu dusta menjadi seribu dusta

dia terpuruk sendiri

MATI.

Ladang Kesunyian

Aku yakin

kau tahu siapa itu sang kau

teruslah menyimpan akumu

rasakan waktu yang mengejarmu

mengejar rasa kemenanganmu

sebab aku merasakan debarmu

Tidakkah kau bermimpi tentangku

aku ‘kan terus menjadi mimpi burukmu

lihat wajahmu kala bercermin

sosok serupa tulang belulang

karena mimpi-mimpi burukmu

Aku sudah melepaskan segalanya

tetapi sakit jiwa ini tak memaafkan

kau ada dibalik lukisan semesta alam

kau ada di panggung sandiwara

sedang aku di belakangmu.

24 Juli 2021

Super

Ini kegilaan

gila-gilaan ini

kegila’an yang mencandu

memaki

sembunyi di balik bahasa puisi

menohok berdalih seni

menghujat memanfaatkan bingkai budaya

bernama seni

bertajuk absurd

berjudul apa saja

Konon seni memang sakti

kebebasan mutlak untuk berteriak

jubah zirah bernama seni

kebal dari tuntutan

aturan apalagi

tak sesiapa kuasa atas nama seni

kebebasan pun mencandu

nikmat berteriak memuaskan

jiwa-jiwa yang sakit merasa terpuaskan

Dari satire menjadi esai

tatkala terjebak dalam ruang abu-abu

teriakkan saja absurd kontemporer

seni tak punya tepi

seni tiada berujung

seni tanpa batas

seni terwujud dari jemari berpikir

dengan cakrawala semesta

kecanduan seni kecanduan memaki

kegilaan seni kegilaan melepas hajat

Super sekali……

Petopan,  Muara Teluknaga, 19 Mei 2022

Adenina Christy atau aslinya Ade Suarningsih adalah salah seorang penulis puisi kelahiran Medan yang kini menentap di Tangerang, Banten.  Perempuan kelahiran 1 Januari 1958 ini, dulu, selain menjadi aktris bersama Teater Imago Medan pimpinan D. Rivai Harahap (alm), sempat pula menjadi wartawan di Majalah Dunia Wanita Medan dan sejumlah media lainnya. Selain berteater, di tahun 1980-an hingga 1990-an, karya-karyanya baik esai, cerpen maupun puisi,  sering dipublikasikan di berbagai media cetak terbitan Medan. Kini, selain menjalani hobinya memancing, Adenina kembali menekuni dunia yang pernah membesarnya, menulis. Saat ini dia sedang menyelesaikan proses penulisan novelnya yang menurutnya akan diberi judul “Fantasy”. (*)

  • Bagikan